Sentimen
Negatif (100%)
21 Mar 2023 : 12.15
Informasi Tambahan

Kasus: HAM, pencurian, korupsi

Transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun di Kemenkeu yang Lebih Berbahaya dari Pencurian Uang Rakyat

21 Mar 2023 : 12.15 Views 3

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun di Kemenkeu yang Lebih Berbahaya dari Pencurian Uang Rakyat

PIKIRAN RAKYAT - Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut, tindak pidana pencucian uang (TPPU) lebih berbahaya dari pencurian uang rakyat. Oleh karena itu, transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus diusut tuntas.

Dia pun menekankan bahwa temuan transaksi mencurigaan Rp300 triliun di Kemenkeu bukanlah pencurian uang rakyat. Namun, ada dugaan pencucian uang dalam pergerakannya.

"Berkali-kali saya katakan, ini bukan laporan korupsi tapi laporan tentang dugaan tindak pidana pencucian uang yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan," ucap Mahfud MD, Senin, 20 Maret 2023.

"Saya waktu itu sebut Rp300 triliun, sesudah diteliti lagi transaksi mencurigakan itu ya lebih dari itu, Rp349 triliun, mencurigakan," katanya menambahkan.

Baca Juga: Rapat DPR Bareng Mahfud MD Diundur, Bahas Dugaan Transaksi Rp300 Triliun di Kemenkeu

Mahfud MD pun menuturkan bahwa perkara tindak pidana pencucian uang jauh lebih berbahaya dari pencurian uang rakyat. Pasalnya, dari segi pengungkapan, pencucian uang lebih rumit dari pengungkapan pencurian uang rakyat.

"Memberantas korupsi itu lebih gampang, kalau mau. Korupsi ini ukurannya jelas, merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri, melawan hukum, itu udah korupsi. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, itu korupsi," tuturnya.

"Akan tetapi, pencucian uang lebih bahaya, kalau saya korupsi, nerima suap Rp1 miliar, dipenjara, selesai, itu gampang bukanya. Namun, bagaimana uang yang masuk ke istri saya? itu mencurigakan, dilacak oleh PPATK, bagaimana dengan sebuah perusahaan atas namanya itu tidak beroperasi," katanya.

"Misalnya warung makan tidak beroperasi tapi omsetnya Rp100 miliar. Padahal nggak ada yang beli, nggak ada yang jaga juga, hanya ada nama 'Mak warung'. Nah itu yang disebut diduga, saya katakan sejak awal diduga pencucian uang, dan ini bukan korupsi," ujar Mahfud MD menambahkan.

Baca Juga: Buntut Pernyataan Transaksi Mencurigakan Rp300 Triliun di Kemenkeu, DPR Akan Panggil PPATK

Respons Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan 300 surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun yang dikirimkan kepada pihaknya pada 13 Maret 2023.

“(Ratusan surat tersebut) berisi rekapitulasi data hasil analisa dan pemeriksaan serta informasi transaksi keuangan berkaitan dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) periode 2009-2023,” tuturnya.

Lebih lanjut, dikatakan bahwa 65 dari 300 surat terkait transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perseorangan yang tidak ada di dalamnya pegawai dari Kemenkeu. Artinya, PPATK menduga ada transaksi perekonomian dari perdagangan atau pergantian properti yang mencurigakan.

Surat-surat itu dikirimkan kepada Kemenkeu supaya bisa ditindaklanjuti sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kementerian tersebut. Kemudian, 99 dari 300 surat terkait aparat penegak hukum (APH) dengan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp74 triliun. Adapun 135 surat lainnya yang menyangkut nama pegawai Kemenkeu disebut memiliki nilai transaksi mencurigakan Rp22 triliun.

Baca Juga: Bamsoet Dukung Ditjen Pajak Pisah dari Kemenkeu, Tanggung Jawab Langsung ke Presiden

“Satu surat yang menonjol dari PPATK adalah surat tahun 2020 yang dikirimkan pada 19 Mei 2020. Satu surat dari PPATK ini menyebutkan ada transaksi (mencurigakan) sebesar Rp189,27 triliun,” ujar Sri Mulyani.

Mengingat satu surat tersebut memiliki nilai transaksi mencurigakan yang besar, pihaknya melakukan penyelidikan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) untuk melakukan penelitian terhadap surat tersebut. Dia menyatakan, ada 15 individu dan entitas yang menyangkut surat dengan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp189,27 triliun sepanjang 2017-2019.

Berdasarkan hasil penelitian dari DJBC yang sudah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu dan dibahas bersama dengan PPATK pada September 2020, 15 entitas tersebut melakukan kegiatan antara lain ekspor, impor, emas batangan, dan emas perhiasan, dan money laundry changer. Setelah dinyatakan tidak ada transaksi mencurigakan di DJBC, DJP memperoleh surat yang sama (dengan nilai transaksi Rp189,27 triliun) dan surat lain dari PPATK yang mencatatkan jumlah transaksi mencurigakan sebesar Rp205 triliun dari 17 entitas (sebelumnya Rp189,27 triliun dari 15 entitas). Seluruh pihak yang terkait telah diteliti secara mendalam dan akan ditindaklanjuti oleh Kemenkeu serta PPATK jika ditemukan bukti-bukti lainnya.***

Sentimen: negatif (100%)