Digitalisasi Tingkatkan Pertumbuhan Pembiayaan Properti
Krjogja.com Jenis Media: News
Krjogja.com - JAKARTA - Untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan kredit properti, PT Bank Cental Asia (BCA) Tbk BCA terus melakukan akselerasi kinerja dengan memanfaatkan teknologi digital.
Bahkan kinerja Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BCA mampu tumbuh sangat baik. Dalam tiga tahun terakhir, periode 2020-2022, kredit KPR BCA terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada 2020 tercatat Rp 90,150 triliun, di 2021 Rp 97,530 triliun, dan di akhir 2022 sebesar Rp 108,299 triliun.
"Jadi, sejak pemanfaatan digitalisasi, portofolio KPR BCA tumbuh dengan sehat dan dengan cepat," kata Managing Director - Consumer Banking BCA Haryanto T. Budiman, dalam diskusi urban forum Banking dan property outlook 2023 di Jakarta, Selasa (14/03/2023).
Menurutnya, pertumbuhan tersebut tidak lain adalah hasil dari proses digitaliasi yang terjadi. Dalam digitalisasi ini, ada tiga komponen yang terkait. Pertama, terkait dengan customer. Kedua adalah proses. Ketiga terkait dengan mitra-mitra penunjang.
Sejak masa pandemi BCA melakukan digital event yakni melakukan expo secara online. Hal ini memberikan hasil yang sangat baik. Saat ini, BCA melakukan proses KPR secara hybrid.
Pemanfaatan digitalisasi juga dilakukan dengan menggunakan website rumahsaya.bca.co.id. Di situs ini banyak dijelaskan bagaimana seharusnya kta membeli dan memilih properti di daerah-daerah tertentu. Kemudian juga ada penjelasan-penjelasan mengenai simulasi KPR.
"Di situs ini juga bisa dilakukan konsultasi dengan tim BCA, bisa dilihat juga harga rumahnya, dan bisa diketahui juga apakah lokasi bisa dijangkau dengan transportasi publik," ujar Heryanto.
Diungkapkan, sepanjang Januari-Februari2023 total visitor rumahsaya.bca.co.id mencapai 508.621 visitor. Sedangkan melalui situs expo.bca.co.id mencapai 557.225 visitor.
“Sebesar 74 persen aplikasi KPR BCA di Jakarta berhasil disetujui melalui proses online. Artinya, digitalisasi telah membuahkan hasil yang sangat bermanfaat bagi BCA maupun bagi masyarakat," katanya.
Sementara itu, Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Heliantopo, pada acara yang sama mengatakan, seluruh lembaga internasional memiliki konsensus bahwa pertumbuhan ekonomi global di tahun 2023 akan melambat dibandingkan dengan tahun 2022.
Hal menarik adalah, entitas swasta memiliki proyeksi yang lebih pesimistis dibandingkan dengan lembaga multilateral. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar lebih khawatir terhadap kondisi tahun 2023.
"Perlambatan pertumbuhan ekonomi global tidak mungkin dihindari. Akan tetapi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan kondisi berbagai negara lain. Indonesia masih mendapatkan manfaat dari kenaikan harga komoditas energi, dan pada saat yang sama sektor manufaktur masih dalam proses ekspansif walaupun menunjukkan tren penurunan," tutur Heliantopo.
Sebagai negara yang sudah masuk ke dalam negara kelas menengah, rasio KPR terhadap PDB di Indonesia masih sangat kecil, hanya mencapai 2,99 persen di tahun 2022. "Bandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 38,48 persen di tahun yang sama, atau India yang sudah mencapai 6,58 persen,” paparnya.
Walaupun demikian, kilahnya, tidak sedikit alokasi dana fiskal yang sudah disalurkan oleh pemerintah ke sektor perumahan. Untuk itu, Heliantopo memberikan lima pesan utama terkait kondisi makroekonomi dan pembiayaan perumahan. Pertama, ketidakpastian global masih tinggi, dan saat ini diperparah dengan kemungkinan terjadinya bank run di Amerika.
Kedua, di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia masih tetap tumbuh, tetapi akan mengalami perlambatan. Ketiga, Bank Indonesia akan tetap menjalankan kebijakan yang agresif demi menjaga inflasi inti dan nilai tukar.
Keempat, BPD dan BPR memiliki peran penting untuk memperluas jangkauan penyaluran KPR. Kelima, regulasi yang melindungi dan mendisiplinkan seluruh pemangku kepentingan di sektor perumahan perlu ditingkatkan.
Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Srikandi Developer dan Pengusaha Properti Indonesia (SRIDEPPI) Risma Gandhi mengatakan, untuk menjaga momentum pertumbuhan, di industri properti tentunya harus melihat apa yang harus dilakukan agar kondisi bisnis properti aman, terjaga, terkendali.
Ke depan, lanjut Risma, para developer akan mengalami kenaikan suku bunga, akan menghadapi susahnya user yang lolos di SLIK OJK, kemudian menghadapi rumah FLPP atau subsidi yang juga belum ada kenaikan harga, jadi masih mengacu pada harga lama. sedangkan harga membangun sebuah rumah itu sudah mengalami kenaikan yang signifikan.
“Ini tiga isu sensitif yang dihadapi bisnis properti terutama untuk meenjaga program rumah pemerintah berjalan dengan baik. Tiga isu ini butuh campur tangan pemerintah, karena menyangkut keberlangsungan program FLPP,”ujar Risma.
Menurutnya, semenjak pandemi banyak regulasi yang menurutsaya harus mengikuti masanya, yaitu sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang. Salah satunya adalah mengenai SLIK OJK, yang tidak ada standar nilai nominal maupun jenis pinjamannya. Sehingga diperlukan cara baru, intrumen baru, juga regulasi baru untuk mengakomodir semua perubahan.
“Kalau menggunakan cara lama dipastikan KPR bersubsidi akan tumbang, karena tingkat kerentanan MBR milenial sangat rentan terhadap jebakan pinjaman online dan transaksi online kredit. Indikator kenapa kita harus mengasumsikan seperti itu, karena di 2022 FLPP tidak semua terserap,” ujarnya.
Tahun ini, kata Risma, serapan Januari-Februari juga tidak optimal. ini bukan karena tidak ada demand, tapi demand sudah rontok pada saat verfikasi SLIK OJK. (Lmg)
Sentimen: positif (66.6%)