Peserta Jaminan Kesehatan Nasional Baru 90 Persen Masyarakat Indonesia
Jawapos.com Jenis Media: Nasional
JawaPos.com – BPJS Kesehatan mengumumkan jumlah peserta per 1 Maret lalu ada 252,1 juta jiwa atau 90 persen dari penduduk Indonesia. Target universal health coverage (UHC) peserta BPJS Kesehatan menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pembangunan Nasional (RPJMN) pada 2024 nanti adalah 98 persen.
Dalam layanan kepesertaan, kelas rawat inap standar (KRIS) sedang diuji untuk nanti diaplikasikan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti optimis KRIS tidak membuat jumlah peserta akan turun.
Menurut Ghufron saat memberikan sambutan pada acara UHC Award Selasa (14/3) menuturkan bahwa pemerintah daerah memiliki peran dalam mengajak penduduknya untuk menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dia cukup bangga karena di negara lain UHC bisa diperoleh dalam kurun waktu 100 tahun. Namun, Indonesia hanya butuh waktu kurang dari sepuluh tahun. “Indonesia menjadi negara dengan kecepatan cakupan tercepat,” ungkapnya.
UHC merupakan konsep yang dikembangkan oleh badan kesehatan dunia (WHO). Konsep ini merupakan cakupan masyarakat yang memperoleh akses keseatan tanpa ada kesulitan teknis dan keuangan. Ada 22 propinsi dan 334 kabupaten/kota yang mendapatkan anugrah UHC award. Hanya ada dua propinsi di Jawa yang mendapatkan penghargaan ini, yakni DKI Jakarta dan DI Jogjakarta.
Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur baru sebagian kabupaten/kotanya UHC. Ghufron tidak bisa menjawab secara spesifik. Padahal sudah banyak kabupaten/kota dan propinsi yang mendapatkan UHC. “Kendalanya untuk sektor informalnya. Jadi peserta bukan penerima upah, seperti petani dan penjual bakso,” ungkapnya.
Untuk target UHC yang mencapai 98 persen pada tahun depan dianggapnya terlalu tinggi. Dengan bertumbuhnya cakupan kepesertaan JKN-KIS, angka pemanfaatan pelayanan kesehatan pun turut meningkat. Dari 92,3 juta pemanfaatan pada tahun 2014, menjadi 502,8 juta pemanfaatan pada tahun 2022.
“Untuk itu kami mendorong Pemda lain untuk dapat segera mengejar cakupan kepesertaan di daerahnya dan diintegrasikan dengan Program JKN-KIS. Sebab, salah satu keuntungan Program JKN-KIS adalah memiliki asas portabilitas dan dapat dimanfaatkan meskipun dalam keadaan sehat,” katanya.
Tingginya cakupan kepesertaan diharapkan diimbangi dengan layanan kesehatan yang berkualitas. “Untuk itu, BPJS Kesehatan juga berupaya memperluas akses layanan kesehatan tersebut dengan bekerja sama dengan fasilitas kesehatan baik tingkat pertama maupun tingkat lanjutan,” kata Ghufron.
Dia pun memintah kementerian dan pemda agar memenui sarana prasaranan kesehatan agar mutu layanan kesehatan dapat dirasakan seluruh penduduk. Dia menyadari bahwa di lapangan masih ada diskriminasi pasien BPJS Kesehatan. Misalnya layanan untuk pasien BPJS Kesehatan diberikan di basement.
Begitu juga dengan lama rawat yang lebih singkat padahal pasien belum sembuh. Dia meminta agar fasilitas kesehatan memperbaiki layanannya. “Kalau tidak ada perbaikan maka akan kami putus kemitraannya,” ujarnya.
Pemerintah tengah mengkaji program KRIS. Tujuannya tidak ada kelas untuk peserta JKN. Ghufron yakin jika program ini tidak akan membuat peserta lari. “Nanti akan diterapkan bertahap,” ungkapnya. Sehingga ada evaluasi yang terus dilakukan.
Editor : Dhimas Ginanjar
Reporter : Ferlynda Putri Sofyandari
Sentimen: positif (100%)