Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Rafael Alun Bisa Terjerat dengan Pasal Kerugian Negara
Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional
MANTAN aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo bisa dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Namun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) butuh mencari beberapa alat bukti.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyebut salah satu bukti yang bisa digunakan, yakni penerimaan suap dengan maksud menurunkan pembayaran pajak. Hubungan antara Rafael dan wajib pajak perlu ditelusuri.
"Bisa saja Rafael itu dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 kalau bisa ditemukan misalnya dia selain menerima suap tapi diurusi apa? Yang diurusi kan pasti wajib pajak membayar tidak maksimal, dibantu membayar tidak maksimal bahkan dapat diskon banyak, kalau perlu hanya cukup bayar 10%, 20% dari kewajibannya," kata Boyamin, Senin (13/3).
Baca juga: Indonesia Butuh Instrumen Perampasan Aset Hasil Kejahatan
Menurunkan pembayaran pajak sama dengan membuat negara merugi karena pemasukan menjadi tidak maksimal. Boyamin juga mengatakan penyalahgunaan kewenangan yang melanggar hukum.
"Karena harusnya negara dapat Rp1 miliar, ini hanya dapat Rp100 juta, hanya dapat Rp200 juta, padahal dia berkewajiban untuk memaksimalkan untuk sampai angka Rp1 miliar," ucap Boyamin.
Baca juga: DPR: Perlu Keterlibatan Penegak Hukum dalam Evaluasi Internal Kemenkeu
Menurut Boyamin, kasus Rafael merupakan delik omisi, fenomena saat salah seorang sengaja melalaikan sesuatu perbuatan yang diharuskan. "Itu bisa dengan terus kemudian dikonstruksikan Pasal 2, Pasal 3, jadi, tidak harus semata-mata suap dan lain sebagainya," ucap Boyamin.
Namun, KPK juga bisa menerapkan pasal dugaan suap ke dalam kasus harga meroket Rafael. MAKI menyerahkan pilihan akhirnya ke Lembaga Antirasuah.
Diketahui Pasal 2 UU Tipikor mengatakan 'Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)'.
Sedangkan Pasal 3 berbunyi Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir deposit box Rafael yang berisikan uang asing senilai Rp37 miliar yang diguga hasil suap. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti temuan tersebut. "Selanjutnya KPK akan menindaklanjuti sesuai kewenangan KPK," ujar Ghufron, Sabtu (11/3).
Dia menekankan PPATK terus menggandeng KPK untuk mengusut berbagai bentuk tindak pidana pencucian uang. Terlebih, temuan dugaan tindak pidana itu menjerat penyelenggara negara.
"Setiap kerja PPATK yang berkaitan penelusuran pencucian yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi, PPATK selalu berkoordinasi dengan KPK, termasuk pada saat PPATK mengamankan SDB (safe deposit box) saudara RAT itu tindakan PPATK yang disaksikan oleh KPK," jelas Ghufron. (Z-3)
Sentimen: negatif (100%)