Sentimen
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Muncul Lagi Usaha Menunda Pemilu
abadikini.com Jenis Media: News
Oleh: Arfendi Arif
Isu sensitif tentang penundaan pemilu dan terkait perpanjangan jabatan presiden rupanya tidak pernah surut. Setelah mendapat reaksi keras dari masyarakat, agaknya ada saja cara isu ini terus mencuat ke permukaan.
Berita teranyar yang cukup mengejutkan adalah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang meminta KPU menunda pelaksanaan pemilu 2024 selama dua tahun empat bulan dan tujuh hari atau tepatnya hingga Juli 2025.
Kabar yang sontak mengagetkan ini berawal dari gugatan perdata yang dilakukan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini kemudian diregistrasi dengan nomor 757/Pdt/.G/2022/PN/Jkt.Pst.
Partai Prima atau Partai Adil Makmur pimpinan Agus Jabo Priyono ini merasa dirugikan oleh verifikasi administrasi KPU saat melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Peserta Pemilu. Akibat verifikasi KPU tersebut partai Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Putusan yang diketuk pada Kamis, 2 Maret ini menyatakan,” Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa Tahapan Pemilu 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari”. Hakim yang menyidangkan perkara gugatan ini terdiri Ketua T. Oyong dan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.
Menanggapi putusan tersebut KPU menyatakan menolak dan akan melakukan upaya hukum banding. ” KPU akan melakukan upaya hukum banding atas putusan tersebut dan akan tetap menjalankan tahapan Pemilu 2024 sesuai jadwal yang ditetapkan” kata Ketua KPU Hasyim Asy’ari.
Putusan PN Jakarta Pusat tersebut jelas minimbulkan konsekuensi yang besar, jika dilaksanakan. Karena itu reaksi dari berbagai pihak muncul dengan keras.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu harus dilawan. Ia setuju KPU melakukan upaya hukum banding. “Berdasarkan logika hukum saya yakin KPU pasti menang,” ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, pengadilan negeri tidak punya wewenang untuk memutus penundaan tahapan pemilu. “Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutus harus Bawaslu. Tetapi, jika soal kelulusan kepesertaan paling jauh hanya bisa melalui PTUN,” kata Menkopolhukam.
Mahfud menilai, putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat tak bisa dieksekusi . Rakyat berhak melawan dan menolak keputusan tersebut jika putusan itu dijalankan. “Penundaan pemilu karena gugatan perdata bukan hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan tiap lima tahun,” ujarnya.
Hal senada dikemukakan oleh Pakar Hukum Tata Negara Prof. Yusril Ihza Mahendra. Dia menyatakan, putusan itu seharusnya hanya mengikat antara penggugat dan tergugat ” Saya melihat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini,” imbuhnya.
Yusril yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini menambahkan, putusan itu seharusnya hanya merespon gugatan Partai Prima atas hasil verifikasi administrasi KPU, sehingga bukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dan juga bukan gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara.
” Karena itu sengketa yang terjadi adalah antara penggugat yakni Partai Prima dan tergugat KPU, tidak menyangkut pihak lain. Putusan itu tidak berlaku untuk umum. Putusan itu mengabulkan dalam sengketa perdata biasa, hanyalah mengikat antara penggugat dan tergugat, tidak bisa mengikat partai lain” tuturnya.
Lanjut Yusril, jika majelis hakim berpendapat bahwa gugatan Partai Prima beralasan hukum, seharusnya KPU yang dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima, tanpa harus mengganggu partai-partai lain dan mengganggu tahapan Pemilu 2024.
Sentimen: negatif (99.5%)