Sentimen
Negatif (61%)
5 Mar 2023 : 02.15
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia

Tokoh Terkait

Putusan PN Jakpus yang Tunda Pemilu Lampaui Yurisdiksinya

5 Mar 2023 : 02.15 Views 3

Mediaindonesia.com Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional

Putusan PN Jakpus yang Tunda Pemilu Lampaui Yurisdiksinya

KOMISI Yudisial (KY) diminta untuk memeriksa tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menjatuhkan putusan penundaan Pemilu 2024 atas gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Majelis yang memutus perkara tersebut adalah T Oyong selaku hakim ketua dan H Bakri dan Dominggus Silaban sebagai anggota.

Peneliti pada Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategis and International Studies (CSIS) D Nicky Fahrizal mengatakan, publik dapat mendorong KY untuk mendalami Oyong, Bakri, dan Dominggus jika merasa putuasn ketiganya aneh. Dorongan terhadap KY merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan di luar banding oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku tergugat.

"Publik bisa mendorong KY masuk untuk memeriksa, mengecek, atau meneliti lebih lanjut perilaku hakim," kata Nicky dalam acara media briefing yang digelar di Jakarta, Jumat (3/3).

Ia menegaskan, sebagai negara hukum demokratis, Indonesia memiliki batasan yuridiksi antarlembaga negara. Menurutnya, PN Jakarta Pusat mengabaikan mekanisme administrasi yang bertujuan untuk menjamin kesatuan maupun kepastian hukum. Putusan tiga hakim itu disebutnya menyebabkan kegaduhan karena melampaui yuridiksi institusi peradilan.

Baca juga: KY akan Minta keterangan Hakim PN Jakarta Pusat terkait Putusan Pemilu Kontroversial

Ahli hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, juga sepakat agar KY memeriksa tiga hakim PN Jakarta Pusat. Sikap KY, lajutnya, diperlukan untuk mencegah spekulasi berkepanjangan serta kecurigaan soal adanya anasir politik di balik putusan tersebut.

Titi menilai, majelis hakim melalui putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tidak tepat dalam menggunakan argumentasi hukum. Menurutnya, perbuatan KPU yang dinilai merugikan Prima tidak dapat diseret ke ranah privat. Di samping itu, amar putusan perkara juga bertentangan dengan konstitusi.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie bahkan melontarkan pernyataan lebih keras. Ia menyebut hakim yang memutus perkara tersebut layak untuk dipecat karena tidak profesional dan tidak mengerti hukum pemilu. "Serta tidak mampu membedakan urusan privat (hukum perdata) dengan urusan-urusan publik." (OL-4)

Sentimen: negatif (61.5%)