Sentimen
Negatif (99%)
3 Mar 2023 : 08.16

PN Jakpus Mengelak: Putusan Hakim Menunda Tahapannya, Bukan Pemilu 2024

3 Mar 2023 : 15.16 Views 2

Solopos.com Solopos.com Jenis Media: News

PN Jakpus Mengelak: Putusan Hakim Menunda Tahapannya, Bukan Pemilu 2024

SOLOPOS.COM - Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Zulkifli Atjo (Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Zulkifli Atjo mengatakan putusan dalam gugatan perdata yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) belum berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Zulkifli menolak bahwa putusan hakim tersebut memerintahkan penundaan Pemilu 2024.

PromosiKonsisten Jaga Kualitas, Blesscon Raih Top Brand Award 3 Tahun Berturut-turut

Menurutnya, putusan itu hanya meminta KPU menunda tahapan pemilu dikarenakan ada ketidakadilan yang dialami Partai Prima.

“Saya tidak mengartikan seperti itu (menunda pemilu), tidak, jadi silakan rekan-rekan (media) mengartikan itu. Akan tetapi, bahasa putusan itu seperti itu, ya, menunda tahapan. Jadi, rekan-rekan kalau mengartikan menunda pemilu itu, saya tidak tahu, amar putusannya tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu,” kata Zulkifli seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Zulkifli menyebut gugatan Prima tersebut berbeda dengan gugatan antarpartai politik karena merupakan jenis gugatan perdata mengenai perbuatan melawan hukum.

Karena sudah menjadi putusan hakim, pihak berperkara bisa menempuh keberatan melalui jalur hukum yang tersedia.

Zulkifli juga menyebut putusan hakim soal Pemilu 2024 itu belum berkekuatan hukum tetap alias belum bersifat mengikat.

“Jadi, pengadilan negeri sudah memutuskan perkara seperti itu, setiap perkara ada dua pihak yang diberikan kesempatan mengajukan upaya hukum apabila tidak sependapat, termasuk KPU. Perkara ini adalah gugatan biasa diajukan dengan perdata sehingga hukum acaranya putusan ini belum mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Zulkifli.

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim yang mengadili gugatan perdata No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst memutuskan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024.

Gugatan itu diajukan oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai (DPP) Prima Agus Priyono dan Sekretaris Jenderal Dewan DPP Prima Dominggus Oktavianus Tobu Kiik selaku pihak penggugat terhadap KPU yang diwakili oleh Ketua Umum KPU Hasyim Asyari sebagai tergugat.

Dalam putusannya, majelis hakim menyebut menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat serta menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Dengan memulai tahapan pemilu dari awal, otomatis pelaksanaan Pemilu 2024 harus mundur hingga Juli 2025.

Majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Alasan yang disampaikan hakim adalah karena adanya fakta-fakta hukum telah membuktikan telah terjadi kondisi error dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) karena faktor kualitas alat yang digunakan dan/atau faktor di luar alat itu sendiri saat penggugat mengalami kesulitan dalam menyampaikan perbaikan data peserta partai politik ke dalam Sipol.

“Artinya tergugat menetapkan status penggugat tidak memenuhi syarat (TMS) tentunya keadaan sedemikan merupakan sebuah ketidakadilan. Oleh karena itu, tergugat selaku organ yang bertanggung jawab harus dapat diminta pertanggungjawabannya atas kerugian materiel dan immateriel yang dialami penggugat,” ungkap hakim.

Apalagi, Putusan Bawaslu No. 002/PS.REG/BAWASLU/X/2022 pada pokoknya memerintahkan KPU untuk memberi kesempatan kepada Partai Prima untuk memperbaiki dokumen persyarakat perbaikan parpol calon peserta pemilu.

Kegaduhan yang dipicu putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar Pemilu 2024 ditunda menimbulkan protes sejumlah tokoh, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md.

Mahfud Md. menyebut PN Jakpus membuat sensasi berlebihan.

Dalam unggahan di Instagram pribadinya, @mohmahfudmd, Menkopolhukam menyebut hakim PN tidak punya wewenang mengadili sengketa pemilu.

Mahfud Md. meminta KPU banding dan melawan habis-habisan putusan nyeleneh dari PN Jakpus tersebut.

“Sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di pengadilan negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN,” kata Mahfud Md.

Berbeda

Sama dengan Mahfud, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat yang menunda Pemilu 2024 merupakan hal yang keliru.

Yusril menjelaskan gugatan Partai Prima yang tidak lolos sebagai peserta Pemilu adalah gugatan perdata.

Dalam gugatan perdata, kata Yusril, yang bersengketa adalah penggugat (Prima) dengan tergugat (KPU) dan tidak menyangkut pihak lain.

Putusan dalam sengketa perdata hanya mengikat penggugat dan tergugat saja.

“Tidak dapat mengikat pihak lain. Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau erga omnes. Saya berpendapat majelis hakim keliru membuat putusan dalam perkara ini,” kata Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Kamis (2/3/2023), seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Yusril menekankan putusan PN Jakpus berbeda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atau peraturan lainnya oleh Mahkamah Agung (MA).

Sifat putusannya berlaku bagi semua orang (erga omnes).

Dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, lanjut dia, jika gugatan ingin dikabulkan majelis hakim, putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai penggugat dan KPU sebagai tergugat, tidak mengikat partai-partai lain, baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu.

Jika majelis hakim berpendapat gugatan Prima beralasan hukum, menurut Yusril, KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Prima tanpa harus mengganggu partai-partai lain dan mengganggu tahapan pemilu.

Sentimen: negatif (99.8%)