ICJR sepakat 10 tahun percobaan bagi terpidana mati
Alinea.id Jenis Media: News
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) berada dalam ruang yang sama dengan pemerintah untuk menetapkan syarat percobaan 10 tahun pidana mati seperti dalam KUHP Baru. Hal ini dianggap sesuai dengan komitmen pemerintah Indonesia dalam berbagai sidang PBB yang menyatakan akan mengambil langkah-langkah progresif terkait eksekusi mati di Indonesia.
Peneliti ICJR, Iftitahsari mengatakan, pernyataan Wamenkumham RI Eddy O. S. Hiariej terkait hal tersebut yang merupakan salah satu asas utama hukum pidana, yaitu asas in favor reo, yang juga berhubungan dengan asas in dubio pro reo. Hal ini seakan menjadi solusi dari keragu-raguan dalam pemeriksaan perkara.
"Dalam hukum pidana materil, kedua asas ini mengacu pada ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP Lama yang masih berlaku saat ini," katanya dalam keterangan, Kamis (2/3).
Iftitah menyebut, berdasarkan prinsip hukum pidana, jika terjadi perubahan hukum ketika perbuatan pidana telah dilakukan, sehingga terhadap pelaku dapat diterapkan undang-undang yang lama atau baru, maka harus dipilih ketentuan mana lebih meringankan bagi pelaku.
Ketentuan pidana mati dalam KUHP baru jelas lebih meringankan bagi terdakwa jika dibandingkan dengan KUHP lama, sebab pidana mati dalam KUHP baru tidak lagi dikategorikan sebagai jenis pidana pokok melainkan pidana yang bersifat khusus.
Sifat kekhususan pidana mati, di antaranya secara otomatis dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun untuk kemudian dilakukan assessmen komutas atau perubahan hukuman menjadi penjara seumur hidup, sehingga dalam periode tersebut eksekusi wajib ditunda.
"Merupakan kondisi yang lebih meringankan bagi terdakwa," ujarnya.
Iftitah menyampaikan, konsekuensi perubahan hukum tersebut tentu akan berdampak pada seluruh terpidana mati yang saat ini ada dalam deret tunggu eksekusi mati (death row). Baik yang baru diputus dan terutama yang sudah lebih dari 10 tahun di dalam deret tunggu.
Sentimen: negatif (96.9%)