Sentimen
Negatif (98%)
20 Feb 2023 : 14.28
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Washington, Moskow, Warsawa, Bukares

Kasus: covid-19

Partai Terkait
Tokoh Terkait
Angela Merkel

Angela Merkel

Olaf Scholz

Olaf Scholz

Jerman Berupaya Lepas dari Tekanan Amerika Serikat

20 Feb 2023 : 21.28 Views 2

Ayobandung.com Ayobandung.com Jenis Media: Nasional

Jerman Berupaya Lepas dari Tekanan Amerika Serikat

Oleh SJARIFUDDIN HAMID

JERMAN mendukung Ukraina tetapi tidak ingin membuat Rusia terpojok. Maka dari itu PM Olaf Scholz pada awalnya hanya menjanjikan bantuan lima ribu helm kepada Presiden Ukraina Zelensky.

Belakangan ini, Scholz bersedia memberi tank Leopard setelah Amerika Serikat mengirim terlebih dahulu tank Abrams. Konon sebelum kesediaan itu tercapai, di belakang layar telah terjadi perdebatan sengit antara Washington dan Bonn.

Operasionalisasi Leopard tidak bisa berlangsung dalam waktu pendek. Perlu pelatihan bagi anggota kavaleri Ukraina. Juga menyangkut ketersediaan amunisi dan suku cadang. Selama tenggang waktu ini dapat terjadi berbagai kemungkinan.

(1) Rusia mengintensifkan serangan agar dapat menguasai sepenuhnya Ukraina selatan yang kemudian dijadikan buffer zone. (2) Peningkatan perundingan untuk mencapai perdamaian.

Baca Juga: Bukan Tamblong, tapi Tam Long

Mayoritas negara-negara Eropa sebelumnya menganggap Rusia tidak lagi merupakan ancaman sebab Perang Dingin sudah berakhir dan Uni Soviet pun sudah bubar. Rakyat pun memperoleh kebebasan berserikat dan memperoleh informasi. Sementara Vladimir Putin malahan sampai empat kali menyatakan keinginan menjadi anggota NATO. Amerika Serikat menolaknya.

Di sisi lain, berlangsung pendekatan timbal balik antara Uni Eropa-Rusia dalam bidang ekonomi, perdagangan dan investasi. Sejumlah 40% dari total kebutuhan gas alam Uni Eropa dipasok Rusia. Jerman mendapat 71% diantaranya, disusul Belanda dan Italia. Ukraina, Hongaria dan lainnya juga menampung gas alam Rusia.

Perang di Ukraina membuat anggota UE kesulitan. Rusia menekan dengan hanya memasok 20% dari total kebutuhan dan menolak pembayaran dengan dolar AS. Karuan saja harga gas di UE melonjak sampai 200%. Mereka tidak bisa mengimpor dari AS, Australia dan Uni Emirat Arab sebab ketiga negara sudah terikat kontrak jangka panjang dengan negara-negara lain.

Impor barang dan jasa UE dari Rusia selama 2021 mencapai US$173,18 miliar, sedangkan setahun sebelumnya 29,4 miliar Euro. Barang yang diimpor tersebut bukan hanya minyak mentah dan gas namun juga berbagai jenis mineral, pupuk sampai kebutuhan rumah tangga.

Hubungan ekonomi, perdagangan dan investasi UE dan Rusia demikian erat karena sudah mengenyampingkan aspek-aspek ideologi. Kedekatan yang paling dominan terlihat antara Jerman dengan Rusia. Keduanya sudah pada tahap membangun kemitraan strategis. Impor Jerman dari Rusia pada 2021 mencapai 19,4 miliar euro.

Keakraban ini terganggu setelah pipa Nord Stream 2 disabotase. Swedia dan Denmark yang mengadakan penyelidikan tak mengumumkan hasilnya. Rusia menuduh AS menjadi pelakunya. Sebelumnya juga muncul dugaan sabotase dilakukan pasukan AS yang bersama tentara NATO lainnya saat mengadakan latihan di Bornholm, Denmark yang berlokasi di tepi laut Baltik.

Penegasan sabotase muncul dari wartawan investigatif Seymour Hersh. Dia menegaskan, pipa Nord Stream 2 yang sedianya menyalurkan gas dari Rusia ke Jerman telah disabotase.

Baca Juga: Ngenes! Anak Benerin HP Ayahnya Malah Nemu Chat Pelanggan Ojol Tak Tahu Diri, Sebut-sebut soal Miskin dan Tua

Perang Ukraina Mengubah Situasi

Cikal bakal perang Ukraina adalah kegagalan Zelensky sebagai pemimpin dalam mengambil keputusan strategis. Mantan pelawak ini, yang menarik konco-konconya dari dunia seni ke pemerintahan, memandang agresifitas Rusia dengan menguasai Semenanjung Krimea hanya dapat ditangkal dengan bergabung ke dalam NATO. Ternyata pernyataannya yang ingin bergabung dengan NATO malah mengundang bencana.

Amerika Serikat yang meninjau Ukraina sebagai bagian dari reposisi globalnya, mendukung kemauan Zelensky sebab Presiden Bush memang sudah menawarkan hal tersebut pada konferensi NATO di Bukares, Rumania, tahun 2008. Tinjauan AS ini berlaku hingga perang Ukraina tercetus.

Jerman dan UE berbeda dengan AS. Mereka hanya melihat perang tersebut dari pertimbangan keamanan regional saja sebab hubungan Rusia dengan UE sudah sangat kondusif.

Atas dasar itu, Jerman dan kawan-kawan mendukung Ukraina tetapi bersifat terbatas. Mereka tidak ingin hubungan dengan Rusia memburuk sebab dampak negatifnya sangat besar, lebih besar dibandingkan dengan akibat negatif perang Ukraina terhadap AS.

Persoalannya adalah Rusia telah melanggar prinsip-prinsip hukum internasional yang tidak bisa ditolerir karena itu Jerman dan UE menjatuhkan sanksi antara lain di sektor keuangan dan perdagangan sebaliknya Rusia membalas terutama di sektor energi. Dengan demikian kedua pihak sama-sama mengalami kerugian.

Baca Juga: Salah Dengar Fuji Meninggal Gegara Putus Cinta, Bunda Corla Dimaklumi Warganet

Menhan Jerman dari partai Sosial Demokrat, Boris Pistorius, dalam pertemuan para menhan anggota NATO menyatakan perang tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Namun bukan berarti semua komunikasi terputus sebab Rusia dewasa ini masih menjual gas ke Ukraina dan negara-negara pendukungnya dengan menggunakan pipa yang melalui kawasan Ukraina. Jadi ada harapan untuk membuka kembali dialog perdamaian. Hanya kuncinya ada di seberang Atlantik, di negara yang punya kepentingan global.

Politik ke Timur

Keakraban hubungan Jerman dengan Rusia sekurang-kurangnya sudah dimulai sejak tahun 1873 ketika Otto von Bismarck, politisi kerajaan Prussia, yang menjadi Kanselir Jerman pertama tahun 1871-1890 mengusulkan pembentukan liga tiga kerajaan yakni Rusia, Jerman, Austria-Hongaria. Gagasan ini tak berkepanjangan lantaran Bismarck dipecat pada 1890, tetapi sudah menjadi modal bagi hubungan Moskow-Bonn pada tahun-tahun berikutnya.

Salah satu tonggak penting adalah ketika Perang Dingin berakhir dan terjadi reunifikasi Jerman Barat-Jerman Timur, hubungan Jerman dan Rusia tumbuh menjadi kemitraan strategis. Apalagi kemudian Kanselir Willy Brandt (Partai Sosial Demokrat) menggagas kebijaksanaan berpaling ke Timur yang berarti membangun hubungan yang lebih akrab dengan Rusia dan negara-negara Eropa Timur lainnya. Kebijaksanaan Brandt diikuti para kanselir berikutnya seperti Angela Merkel (2005-2021) hingga Olaf dengan berbagai variasi.

Menurut laman Statista hingga 2021, terdapat 3.700 perusahaan Jerman yang berbisnis di Rusia. Jumlah tersebut menurun lebih dari 2.500 karena dipengaruhi pandemi Covid-19 dan pemberlakuan sanksi. Perang dan pandemi membuat para pihak terkait mencari alternatif baru sebagai pasar dan sumber bagan baku.

Data menunjukkan China sudah menjadi mitra dagang utama dengan pangsa 14,6% (US$48,8 miliar) dari total ekspor Rusia. Disusul Belanda dengan 7,4% (US$24,7 miliar), Inggris 6,90% (US$23,1 miliar), Jerman 5,50% (US$18,5 miliar) dan Belarusia 4,80% (US$15,9 miliar).

Baca Juga: Gio MasterChef Indonesia Season 10 Lagi-lagi Menang Challenge Sampai Bikin Chef Juna Bosan, Yang Lain Iri

Melihat gambaran seperti di atas, wajar jika para politisi dan pengusaha (industrialis) UE mendukung upaya perdamaian. Mereka juga memahami mengapa Rusia tidak keberatan dengan anggota Pakta Warsawa yang menjadi anggota NATO, namun melancarkan invasi setelah Ukraina menyatakan ingin bergabung dengan NATO. Ukraina persis berbatasan dengan Rusia.

Kepentingan nasional menjadi pertimbangan utama Putin. Apa pun risikonya.***

Isi merupakan tanggung jawab penulis.

Sentimen: negatif (98.4%)