Nasional BMKG: Krisis Air Jadi Ancaman Serius Pusat Pemberitaan
RRi.co.id Jenis Media: Nasional
KBRN, Jakarta: Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut krisis air semakin menjadi ancaman serius dan menjadi perhatian seluruh negara. Menurutnya, perubahan iklim menyebabkan terganggunya siklus hidrologi, sehingga memicu terjadinya krisis air.
"Krisis air terjadi hampir di seluruh belahan dunia dan menjadi krisis global yang harus diantisipasi setiap negara. Tidak peduli itu negara maju atau berkembang, karenanya, isu ini harus menjadi perhatian bersama seluruh negara tanpa terkecuali," kata Dwikorita kepada wartawan, Minggu (19/2/2023).
Dwikorita yang juga merupakan anggota Dewan Eksekutif World Meteorological Organization (WMO) menyampaikan bahwa ancaman krisis air akibat perubahan iklim ini sudah terlihat sangat jelas. Peningkatan emisi Gas Rumah Kaca yang berdampak pada meningkatnya laju kenaikan temperatur udara.
"Tentu ini mengakibatkan proses pemanasan global terus berlanjut. Dan berdampak pada fenomena perubahan iklim," ujarnya.
Fenomena ini, kata dia, akan terus berlanjut apabila laju peningkatan emisi Gas Rumah Kaca tidak dikendalikan, dan menyebabkan semakin cepatnya proses penguapan air permukaan. Sehingga, akan mengakibatkan ketersediaan air semakin cepat berkurang di suatu lokasi belahan bumi.
"Namun sebaliknya terjadi hujan yang berlebihan ekstrem di lokasi. Atau belahan bumi yang lain," ujarnya.
Ketersediaan air permukaan dan air tanah yang makin berkurang ini akan memengaruhi ketersediaan air bersih di berbagai belahan bumi. Selain itu, kata dia, perubahan iklim yang ekstrem menyebabkan proses turunnya hujan menjadi ekstrem dan tidak merata.
"Di mana sebagian besar daerah di bumi memiliki curah hujan yang tinggi. Sedangkan di daerah bagian lain tidak," ucapnya.
Dwikorita mencontohkan, WMO pada tahun 2022 yang lalu melaporkan bahwa kekeringan dan kelangkaan air telah melanda Eropa, Amerika Utara Barat, Amerika Selatan Barat, Mediterania, Sahel, Amerika Selatan. Serta Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, Australia Tenggara, dan berbagai wilayah lain di planet ini.
"Namun, pada saat yang sama, banjir juga terjadi Easton Sahil, Pakistan. Serta Indonesia, hingga Australia Timur," katanya.
"Tidak ada perbedaan antara negara maju dan negara berkembang. Keduanya sama-sama menderita akibat kekeringan dan banjir, sekali lagi kekeringan dan banjir adalah dampak yang sama akibat dari dari kencangnya laju perubahan iklim yang diperparah dengan kerusakan lingkungan" ujarnya.
Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan bahwa akibat perubahan iklim, kejadian-kejadian ekstrem lebih kerap terjadi, terutama kekeringan dan banjir. Jika sebelumnya rentang waktu kejadian berkisar 50-100 tahun, maka kini rentang waktu menjadi semakin pendek dengan intensitas yang semakin panjang.
"Krisis air dan berbagai kejadian ekstrem tersebut dapat berdampak terjadinya krisis pangan di berbagai belahan dunia. Sebagaimana yang telah diprediksi oleh WMO," ucapnya.
Sentimen: negatif (99.9%)