Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: pembunuhan, penembakan
Tokoh Terkait
Ini 5 Pertimbangan Hakim Wahyu Iman Santoso Dkk Sehingga Bharada Eliezer Tak Bisa Vonis Bebas
Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional
POJOKSATU.id, JAKARTA — Majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santoso membeberkan 5 pertimbangan sehingga Bharada Eliezer dihukum 1 tahun 6 bulan kasus tewasnya Brigadir Joshua.
Dalam perkara tewasnya Brigadi Joshua 8 Juli 2022 lalu di rumah dinas Ferdy Sambo, majelis hakim beranggapan Bharada Eliezer atau Bharada E tak bisa vonis bebas.
Dalam putusannya yang dibacakan hakim anggota Alimin Ribut Sujono, majelis hakim menyatakan Bharada E secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana.
Terkait pembelaaan terdakwa dan kuasa hukumnya yang meminta agar Bharada E bebas dari hukum, hakim memberikan sejumlah pertimbangan.
Pertama, dikatakan hakim anggota Alimin Ribut Sujono, tidak tepat kalau terdakwa dipandang sebagai alat sehingga tidak bisa dimintai pertanggungjawabkan.
-
Divonis Ringan 1,5 Tahun, Puluhan Pendukung Bharada E Menangis Memeluk Ibunda Brigadir Joshua
Alasannya, perintah itu tidak semata-mata seketika, melainkan sudah dilakukan terdakwa Bharada E sejak di rumah Saguling ketika dia dipanggil Ferdy Sambo di lantai tiga.
Dimana terdakwa sempat berdoa agar Tuhan mengubah rencana. Hal ini menunjukkan terdakwa mampu berpikir dan menyadari sepenuhnya perintah menembak Joshua adalah salah.
“Seharusnya terdakwa dapat menemukan cara agar Brigadir J mampu terhindar dari penembakan,” kata hakim Alimin Ribut Sujono.
Pertimbangan kedua, terkait alasan Bharada E yang mengaku mengalami tekanan batin dan takut ditembak Ferdy Sambo kalau dia menolak, menurut hakim hal itu berlebihan.
-
Divonis 1 Tahun 6 Bulan, Bharada Eliezer Menangis Tersedu-sedu Karena Bahagia
Alasannya penembakan itu semata-mata ditujukan kepada Brigadir J yang disebut Sambo melakukan pelecehan terjadap Putri Candrawathi.
Selain itu, terdakwa lain Ricky Rizal juga bisa menolak dan Ferdy Sambo tidak melakukan apapun pada Ricky.
Pertimbangan ketiga, soal level kepangkatan Bharada E yang 18 tahun lebih rendah dengan Ferdy Sambo dan dia tidak diajarkan menganalisa perintah tapi hanya patuh dan taat, alasan itu juga tidak bisa diterima hakim.
Sebagai penegak hukum, Richard diajarkan menjunjung hukum. Seharusnya ketaatan itu ditujukan kepada hukum.
Pertimbangan keempat, terkait perintah jabatan sehingga tidak bisa dipidana, hakim memastikan perintah tembak itu bukan perintah jabatan.
“Sejak diperintah Ferdy Sambo terdakwa berdoa, berarti menyadari perintah adalah salah, Ferdy Sambo tidak punya kewenangan. Penembakan juga bukan merupakan tugas terdakwa. Jelas bukan perintah jabatan,” kata hakim Alimin.
Pertimbangan kelima soal adanya daya paksa, hakim mengakui memang terdakwa memiliki tekanan psikologis karena mendapat perintah dari atasan yang jauh lebih tinggi pangkatnya.
Karena lima pertimbangan ini, majelis hakim memutuskan bahwa Bharada E atau Richard Eliezer harus bertanggungjawab terhadap perbuatan yang dilakukannya.
Posisi Justice Collabolator
Meski terbukti bersalah, hakim lalu mempertimbangkan posisi Bharada E sebagai justice collaborator.
“Tindak pidana dihadapi Richard Eliezer dapat dikategorikan termasuk dalam pengertian tindak pidana tertentu sebagaimana diatur dalam UU 31 tahun 2014,” katanya.
Majelis hakim juga menyebut Bharada E bukan lah pelaku utama karena dia hanya menjalankan perintah dari Ferdy Sambo.
Majelis hakim juga menimbang bahwa di dalam kasus ini banyak barang bukti yang tidak ditemukan, diganti hingga dikaburkan.
Dan, fakta persidangan menunjukkan bahwa Bharada E telah membuat terang hilangnya nyawa Joshua dengan keterangan jujur, konsisten, logis dan bersesuaian dengan alat bukti tersisa lainnya.
“Meskipun sangat membahayakan jiwanya, terdakwa praktis berjalan sendirian,” kata hakim Alimin.
Majelis hakim juga telah menerima amnicus curai dari banyak pihak yang pada pokoknya menjelaskan bahwa kejujuran dan keberanian adalah kunci keadilan bagi semua.
“Menimbang bahwa sesuai pasal 5 ayat 1 UU Nomor 46 tentang Kekuasaan Kehakiman, majelis bukan tekanan sebaliknya mamandang kecintaan kepada bangsa dan nengara bagi penegak hukum,” kata hakim.
“Kejujuran, keberanian dan keteguhan terdakwa dengan berbagai resiko, maka layak terdakwa ditetapkan sebagai justice collaborator,” katanya.
Dikatakan hakim Alimin, terdakwa Bharada E menyadari kesalahannya, menyesal dan meminta maaf.
Berbalik 180 derajat melangkah maju memperbaiki kesalahan meskipun melewati jalan terjal, beresiko sebagai bentuk pertaubatan.
“Adalah adil jika pidana yang ditentukan sebagaimana dalam amar putusan,” terang hakim Alimin soal putusan 1 tahun 6 bulan kepada Bharada Richard Eliezer ini. (ikror/pojoksatu)
Sentimen: negatif (88.9%)