Sentimen
Negatif (100%)
15 Feb 2023 : 13.37
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Pati

Kasus: Tipikor, pembunuhan, pencurian, korupsi, penembakan, pelecehan seksual

Tokoh Terkait
Brigadir Yosua Hutabarat

Brigadir Yosua Hutabarat

Mengenal Hukuman Mati yang Menjadi Vonis Ferdy Sambo

15 Feb 2023 : 13.37 Views 2

Indozone.id Indozone.id Jenis Media: News

Mengenal Hukuman Mati yang Menjadi Vonis Ferdy Sambo

INDOZONE.ID - Terhadap kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy Sambo, Mantan Kepala Divisi Propam Polri, akhirnya dijatuhi hukuman mati dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2). 

Pidana mati itu sendiri disebutkan dalam Pasal 10 KUHP sebagai vonis pidana pokok yang dijatuhkan oleh hakim. Untuk mengetahui lebih dalam tentang hukuman mati di Indonesia, simak ulasan berikut! 

Baca Juga: Divonis Mati, Ferdy Sambo Bakal Beberkan Borok Pati Polri?

Sejarah Singkat Hukuman Mati di Indonesia Ilustrasi hukum (freepik.com)

Hukuman mati di Indonesia, pada dasarnya, telah ada sejak zaman kolonial Belanda. Namun, setelah reformasi 1998, Indonesia mulai menangguhkan kebijakan hukuman mati dan tidak mengadakan eksekusi selama beberapa tahun. 

Hingga pada tahun 2013, Pemerintah Indonesia melanjutkan eksekusi hukuman mati untuk kasus narkotika. Sejak saat itu, eksekusi mati dilakukan beberapa kali. 

Dasar Hukum Hukuman Mati di Indonesia Ilustrasi hukum (freepik.com)

Dilansir dari Kompas yang menyadur Jurnal Syiar Hukum (2007), hukuman mati di Indonesia diatur dalam KUHP, diantaranya:

Pasal 104: makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden Pasal 111 ayat (2): melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang Pasal 124 ayat (3): pengkhianatan memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh di waktu perang, serta menghasut dan memudahkan terjadinya huru-hara atau pemberontakan di kalangan angkatan perang Pasal 340: pembunuhan berencana Pasal 365 ayat (4): pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati Pasal 444: pembajakan di laut yang menyebabkan kematian Pasal 149 K ayat (2) dan Pasal 149 O ayat (2): kejahatan penerbangan dan saranan penerbangan.

Selain dalam pasal-pasal tersebut, diatur pula dalam peraturan perundang-undangan lainnya, seperti UU Narkotika, UU Terorisme, dan UU Tindak Pidana Korupsi.

Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati Ilustrasi eksekusi mati (freepik.com)

Tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia itu sendiri diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010. Namun, sebelum itu, berdasarkan UU Nomor 02/Pnps/1964, tiga kali 24 jam sebelum eksekusi, jaksa wajib memberitahukan terpidana tentang rencana hukuman mati.

Sebelum eksekusi, Kapolda membentuk regu tembak yang terdiri dari 1 Bintara, 12 Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira. Semua regu tembak berasal dari Korps Brigade Mobil atau Brimob.

Berikut tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia:

Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati. Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan. Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati. Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan. Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 meter sampai 10 meter dan kembali ke daerah persiapan. Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada jaksa eksekutor dengan ucapan, "Lapor, pelaksanaan pidana mati siap." Jaksa eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati. Setelah pemeriksaan selesai, jaksa eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan, "Laksanakan." Kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan, "Laksanakan." Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu Penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang dengan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 butir peluru, disaksikan oleh jaksa eksekutor. Jaksa eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh jaksa. Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit dengan didampingi seorang rohaniawan. Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak. Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana. Komandan Regu 2 melaporkan kepada jaksa eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati. Jaksa eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera melaksanakan penembakan terhadap terpidana. Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu Penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana. Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana. Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata. Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak. Setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata. Setelah penembakan, Komandan Pelaksana, jaksa eksekutor, dan dokter memeriksa kondisi terpidana. Apabila dokter mengatakan terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, maka jaksa memerintahkan Komandan Pelaksana untuk melakukan penembakan pengakhir. Pelaksanaan hukuman mati dinyatakan selesai saat dokter tidak lagi menemukan tanda-tanda kehidupan pada terpidana. Kemudian, Komandan Pelaksana pun melaporkan hasil penembakan kepada jaksa eksekutor dengan mengucapkan, "Pelaksanaan pidana mati selesai".Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo Terdakwa Ferdy Sambo (ANTARA)

Vonis mati Ferdy Sambo dapat diputuskan karena dirinya melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, yang mana merupakan pasal terkait pembunuhan berencana. 

Selain divonis hukuman mati, dirinya juga terbukti melakukan obstruction of justice atau perbuatan menghalangi penyidikan pembunuhan Brigadir J.

Hal tersebut membuatnya terbukti melanggar Pasal 340 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 49 jo Pasal 33 UU ITE jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain penyebutan pelanggaran tersebut, hakim juga menyatakan dalih adanya pelecehan seksual terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi, tidak memiliki bukti yang valid.

Motif dalam pembunuhan berencana terhadap Yosua pun tidak wajib untuk dibuktikan. Hal ini karena motif bukan bagian dari delik pembunuhan berencana. 

Meski demikian, seluruh vonis tersebut masih memiliki celah hukum atau Ferdy Sambo bisa jadi lolos hukuman mati, mengingat adanya KUHP baru yang rencananya akan diberlakukan pada tahun 2026 mendatang, di mana disebutkan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun. 

Baca Juga: Terungkap! Hakim Sebut Ferdy Sambo 2 Kali Lepas Tembakan ke Tubuh Yosua

Itulah ulasan lengkap mengenai aturan hukuman mati di Indonesia yang dapat kamu ketahui.

Artikel Menarik Lainnya:

Sentimen: negatif (100%)