Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Sapi
Kab/Kota: Beijing, Tiongkok, Kashmir
Tokoh Terkait
Centris minta Negara-Negara di Dunia Peduli Orang Tibet Dapatkan Kedaulatan Senin, 13/02/2023, 16:33 WIB
Wartaekonomi.co.id Jenis Media: News
Meski telah memproklamasikan kemerdekaannya lebih dari satu abad yang lalu, pemerintah Tibet hingga saat ini masih berada didalam kekuasaan negara Cina.
Isi Proklamasi Tibet pada 13 Februari 1913 yang dibacakan langsung oleh Dalai Lama di Majelis Nasional, antara lain memutuskan semua hubungan dengan Tiongkok, mengumumkan bahwa hubungan ‘pendeta dan pelindungnya’ yang bersejarah antara Tibet dan Tiongkok, secara resmi telah berakhir.
Dalai lama menegaskan bahwa status Tibet sebagai negara merdeka, bukan bagian atau menjadi bagian dari China.
Akan tetapi pada kenyataannya,Tibet masih diduduki secara ilegal oleh Cina yang menganggap Tibet adalah negara bawahannya. Sementara Dalai Lama ke-14 yang tak lain pemimpin agama dan politik Tibet, saat ini tengah mengasingkan diri di negara India, tempat dia menjalankan pemerintahan sementara.
Melihat hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) mendesak negara-negara dunia khusunya Indonesia untuk ikut berperan aktif dalam upaya orang-orang Tibet mendapatkan kedaulatan dan kemerdekaan negaranya.
Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan, negara-negara dunia terutama Indonesia yang pernah mengalami masa-masa penjajahan, seharusnya berdiri paling depan dalam mengupayakan kemerdekaan bagi Tibet.
“Sebagai negara yang dulunya berdarah-darah, hidup-mati memperjuangkan kemerdekaan di zaman penjajahan, Indonesia sepatutnya mendukung kemerdekaan Tibet,” kata AB Solissa kepada wartawan, Senin (13/2/2023).
Apalagi, lanjut AB Solissa, keinginan China menguasai Tibet sama dengan tujuan negara-negara kolonial dimasa penjajahan, yakni merampas dan menguasai sumber daya alam negara-negara yang mereka kuasai.
Tibet sendiri dikenal sebagai atap dunia, dimana sungai-sungai yang berada di negara ini merupakan jalur kehidupan lebih dari satu miliar orang di Asia. Selain itu, Tibet kaya akan flora dan fauna, serta memiliki cadangan logam mulia seperti emas, perak, tembaga, serta litium.
“Dari sejumlah informasi yang kami terima, China ‘gila-gila-an’ melakukan industrialisasi dan sejumlah infrastruktur di Tibet, salah satunya membendung sungai-sungainya secara maksimal,” tutur AB Solissa.
Akibat bendungan tersebut, tentunya di akan menyebabkan krisis air bagi orang-orang Tibet serta mereka yang tinggal di dataran di bawahnya.
“Bahkan, sabana atau padang rumput dengan ribuan, bahkan jutaan hewan peliharaan orang-orang Tibet, saat ini tidak lagi hening karena berisiknya mesin-mesin penambang China yang memborbardir wilayah tersebut,” ungkap AB Solissa.
CENTRIS memperoleh informasi jika China dengan brutal berburu dan dengan sengaja memotong yak, hewan sejenis sapi peliharaan orang-orang Tibet memberi pasokan susu, mentega dan keju untuk masyarakat sekitar.
Selain daging, hal ini dilakukan China agar para orang-orang Tibet yang mengembala hewan pergi dari sabana tersebut, sehingga Beijing dapat lebih leluasa mengeksplore sumber dayabalam disana, dengan cara di tambang.
“Kemerdekaan bagi Tibet juga teramat penting untuk mengembalikan sekaligus memulihkan ekosistem dataran tinggi Tibet, sekaligus mencegah kemungkinan agresi atau perang antara China dengan negara-negara sekitar seperti India,” jelas AB Solissa.
Kemungkinan perang yang akan dilakukan China ini, diungkap juga oleh Kepala pemerintahan eksil Tibet, Lobsang Sangay, yang menyebut Cina sejak lama ingin menggunakan Tibet sebagai batu loncatan menuju India, Bhutan dan Kashmir.
“Pemimpin Cina seperti Mao Zedong mengatakan Tibet adalah telapak tangan, sementara lima jarinya adalah Ladar, Nepal, Sikkim, Bhutan dan Arunachal Pradesh,” kata Lobsang Sangay kepada media beberapa waktu lalu.
“Xi Jinping sendiri yang bilang bahwa stabilitas dan keamanan Cina bergantung pada stabilitas dan keamanan Tibet. Jadi bagi Cina, Tibet sangat penting.” Lanjut Lobsang Sangay.
Tidak dapat dipungkiri, Tibet saat ini berperan sebagai wilayah penyangga antara China dan India sehingga siapapun yang menguasai Tibet, tentunya akan memiliki banyak keunggulan dan India saat ini berada pada posisi yang tidak menguntungkan secara strategis.
Apalagi hubungan antara China dan India serta China dengan negara-negara yang berbatasan dengan Tiongkok lainnya tidak begitu hangat, setelah China memaksakan kebijakan satu China pada dunia.
“Gerak maju China menuju perbatasan India melalui Tibet, dapat mengarah pada perang sengit antar kedua megara yang akan sangat merugikan perdamaian global,” pungkas AB Solissa.
Baca Juga: Kenapa Perusahaan Perlu Meningkatkan Motivasi Pegawai?
Sentimen: positif (98.5%)