Harga Listrik Tenaga Angin Turun, Gimana Panas Bumi Cs?
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB) di RI kini telah turun, bahkan terendah sepanjang masa.
PT PLN (Persero) memperoleh penawaran tarif listrik PLTB terendah sepanjang masa, yakni 5,5 sen dolar per kilo Watt hour (kWh). Capaian ini berasal dari hasil pelelangan yang dimenangkan oleh konsorsium perusahaan listrik asal Perancis, Total Eren, dan anak usaha PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Adaro Power.
Total Eren bersama Adaro Power memenangkan tender pembangunan PLTB Tanah Laut, Kalimantan Selatan yang memiliki kapasitas sebesar 70 Mega Watt (MW). Penawaran tarif murah tersebut merupakan yang terendah sepanjang pembangunan PLTB di dalam negeri.
Lantas, bagaimana dengan harga listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT) lainnya? Apakah juga ikut turun seperti PLTB ini?
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menilai bahwa rendahnya tarif listrik PLTB ini menjadi bukti EBT menghasilkan energi yang bersih, namun juga bisa murah.
Selain itu, dirinya menilai nilai keekonomian yang dihasilkan akan menjadi perbandingan dan bersaing dengan energi fosil.
"Bagus dong, itu bukti bahwa EBT itu selain bersih, juga keekonomiannya semakin bersaing di energi fosil atau bahkan lebih murah," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (17/11/2022).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebutkan selain PLTB, harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) juga memang sudah mengalami penurunan sejak lima tahun terakhir.
"Harga listrik dari PLTS dan PLTB memang sudah turun dalam kurun waktu lima tahun terakhir. PLTB Sidrap ketika dikembangkan sekitar 10 sen/kWh. Sekarang PLTB terbaru hampir separuhnya. PLTS pun sama. Sekarang sudah di 5,6-5,8 sen US$/kWh," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (17/11/2022).
Fabby menyebutkan, murahnya tarif listrik PLTB yang ditawarkan ini dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama adalah dampak dari belanja modal atau capital expenditure (capex) yang telah turun sebesar 40% selama 10 tahun terakhir.
"Capex PLTB sudah turun 40% dalam 10 tahun terakhir. Saat ini capex di (US$) 900 sd 1.200/kW," ujarnya.
Faktor kedua, lanjut Fabby, adalah faktor besaran bunga dan biaya lain (cost of finance) untuk PLTB yang saat ini berada di bawah 7%. Hal ini menyebabkan harga listrik PLTB bisa di bawah 6 sen dolar per kWh.
"Ditambah dengan cost of finance di bawah 7%, harga listrik bisa di bawah 6 sen dolar/kWh. Jadi penurunan terjadi karena dua faktor tersebut," ungkapnya.
Namun demikian, turunnya harga listrik dari PLTB dan PLTS ini tidak diikuti oleh jenis EBT lainnya, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) maupun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Menurutnya, tarif listrik dari kedua jenis EBT tersebut masih mahal karena modal yang dikeluarkan juga masih relatif tinggi, belum turun seperti halnya PLTB dan PLTS.
"Harga ET (energi terbarukan) yang lain seperti panas bumi yang masih tinggi, karena harga capex tidak turun secepat PLTS dan PLTB. Risiko investasi juga masih tergolong tinggi," jelasnya.
Namun demikian, Fabby masih yakin bahwa tarif yang ditawarkan oleh pembangkit EBT lainnya masih ada harapan untuk turun jika terdapat mekanisme mitigasi risiko pendanaan yang kompetitif. Ditambah, lanjutnya, dengan adanya kerangka regulasi yang mendukung, dapat membuat harapan arif pembangkit EBT menjadi lebih murah lagi.
"Tapi saya yakin harga masih bisa turun kalau ada mekanisme mitigasi risiko dan pendanaan yang kompetitif, serta kerangka regulasi yang mendukung," pungkasnya.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah resmi menerbitkan aturan mengenai percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022.
[-]
-
RI Punya Harta Karun Top 2 Dunia, Tapi Baru Dimanfaatkan 9,8%(wia)
Sentimen: positif (98.5%)