Sentimen
Negatif (66%)
11 Feb 2023 : 04.50
Informasi Tambahan

Event: Hari Pers Nasional

Kab/Kota: Serdang, Solo

Jokowi Curhat Soal Belanja Iklan Media Diambil Platform Digital: Ini Sedih Loh

11 Feb 2023 : 04.50 Views 3

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Jokowi Curhat Soal Belanja Iklan Media Diambil Platform Digital: Ini Sedih Loh

PIKIRAN RAKYAT - Presiden Jokowi mengaku sedih melihat belanja iklan telah diambil oleh media digital, terutama dari platform asing, bahkan mencapai 60 persen. Dia pun merancang Perpres, karena menilai industri media konvensional menghadapi tantangan cukup berat.

"Saya mendengar banyak mengenai ini, bahwa sekitar 60 persen belanja iklan telah diambil oleh media digital, terutama platform-platform asing. Ini sedih loh kita," katanya pada acara puncak peringatan Hari Pers Nasional 2023 di Deli Serdang, Sumatra Utara, Kamis, 9 Februari 2023.

Menurut Jokowi, dengan dikuasainya belanja daring oleh platform asing, sumber daya keuangan media konvensional menjadi berkurang. Apalagi, sebagian media konvensional juga sudah mengembangkan diri ke media digital, namun masih didominasi platform asing.

"Dominasi platform asing dalam mengambil belanja iklan ini telah menyulitkan media dalam negeri kita," ucapnya.

Baca Juga: Jokowi: Dunia Pers Sedang dalam Kondisi Tidak Baik-baik Saja

Oleh karena itu, Jokowi membuat rancangan peraturan presiden (perpres) tentang keberlanjutan industri media (media sustainability) dapat rampung dalam waktu sebulan. Dia mengatakan, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate telah mengajukan izin prakarsa mengenai rancangan perpres tentang kerja sama perusahaan platform digital dengan perusahaan pers untuk mendukung jurnalisme berkualitas.

"Ada usulan lain, rancangan perpres tentang tanggung jawab perusahaan platform digital untuk mendukung jurnalisme yang berkualitas. Saran saya, kemudian dalam satu bulan ini harus selesai mengenai perpres ini," tuturnya.

"Jangan lebih dari satu bulan. Saya akan ikut nanti dalam beberapa bahasan mengenai ini," ujar Jokowi menambahkan.

Sejarah Pers Indonesia

Sejarah pers di Indonesia bermula dari produk cetak yakni koran. Belanda yang membawanya ke Batavia, karena Eropa telah ramai dengan adanya surat kabar.

Di tahun 1743, Gustaaf Willem Baron van Imhoff diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Kemudian, Gustaaf mengizinkan penerbitan surat kabar untuk pertama kalinya di Batavia, yaitu Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen, atau Berita dan Penalaran Politik Batavia (1744).

Baca Juga: Jhonny Plate Mangkir di Panggilan Kejagung, Dampingi Jokowi di Hari Pers Nasional

Pada mulanya, Belanda menganggap jika pers cuma ladang cuan yang menyampaikan kabar tentang pemerintah.

Semakin lama, Belanda merasa jika masyarakat mereka sangat membutuhkan informasi, dan pers dapat menjadi sarana untuk menyuarakan kabar mengenai pemerintah atau kelompok tertentu. Apalagi, Belanda menganggap jika dokumentasi adalah segalanya.

Maka dari itu, “lalu lintas” pers makin ramai sekitar tahun 1900-an. Banyak surat kabar dan majalah baru yang bermunculan. Mereka menyampaikan kabar dari berbagai peristiwa penting di Hindia Belanda.

Hingga hadirnya surat kabar pertama milik orang Indonesia yaitu Tirto Adhi Soerjo, bernama Medan Prijaji (1910). Adanya Medan Prijaji menjadi permulaan pers untuk menyuarakan kebebasan berpendapat.

Medan Prijaji ini menjadi sarana aspirasi masyarakat untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bahkan, para tokoh pergerakan Indonesia pun ikut penerbitan surat kabar, seperti Tjokroaminoto, Ki Hajar Dewantara, sampai Bapak Bangsa kita, Soekarno.

Dengan hadirnya banyak surat kabar milik orang Indonesia membuat semangat para penulis berita. Pada 1924, duo serangkai Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara bikin wadah persatuan pers nasional bernama Indische Journalisten Bond. Asosiasi tersebut menjadi tempat perkumpulan wartawan pertama di Indonesia.

Lalu, Mohammad Yamin, W.R. Supratman, dan kawan-kawan bikin Persatoean Djoernalis Indonesia (PERDI) pada tahun 1933 di Solo. Visi PERDI, menjadi wadah untuk pikiran masyarakat yang memajukan perjuangan dan persatuan bangsa, tanpa harus takut dikekang oleh penjajah.

Baca Juga: Januar P Ruswita Terpilih Sebagai Ketua Umum Serikat Perusahaan Pers Periode 2023-2027

Kelahiran Hari Pers Nasional

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, keadaan pers Indonesia jadi melesat. Sebelumnya, masyarakat malas membaca koran yang isinya itu-itu saja dan hanya mengabarkan kepentingan kolonial Belanda dan Jepang.

Kemudian setelah kemerdekaan, koran menjadi rebutan masyarakat. Mereka tak mau ketinggalan kabar terbaru tentang Indonesia yang baru saja merdeka.

Pulau-pulau besar di Indonesia mulai memiliki surat kabar sendiri, kayak Jawa Shinbun, Borneo Shimbun, Sumatra Shinbun, sampai Sulawesi Shinbun. Penerbit media massa semakin bermunculan, dan para pencari berita semakin banyak beredar di lapangan.

Para wartawan dari seluruh Indonesia berinisiatif untuk berkumpul di Kota Solo. Mereka berjumpa di Balai Pertemuan Sono Suko (sekarang Gedung Monumen Pers) pada 9-10 Februari 1946. Yang menghadiri tak hanya wartawan, tetapi juga para pemimpin surat kabar dan majalah.

Gedung Monumen Pers di Solo, yang dahulunya adalah balai Sono Suko, tempat disepakatinya Hari Pers Nasional.

Pada saat itu, mereka membahas tentang semangat revolusi dan langkah tegas untuk pindah dari Belanda. Mereka juga membicarakan mengenai solusi dari segala kesulitan di dunia pers, dan mempersatukan kekuatan sebagai pemberi informasi.

Para wartawan ingin punya satu wadah dengan satu tujuan, menghilangkan sisa-sisa penjajah, menegaskan kedaulatan rakyat.

Kemudian, pertemuan tersebut menyepakati dibentuknya organisasi wartawan Indonesia bernama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Semua sepakat menjadikan Mr. Soemanang Soerjowinoto sebagai ketua PWI.

Pada 8 Juni 1946, Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) berdiri menyusul PWI sebagai organisasi penerbit pers di Indonesia.

Hingga era kepemimpinan Suharto, para wartawan generasi 45 masih terus aktif untuk mengorbankan semangat kebangsaan lewat tulisan mereka. Soeharto menyadari akan peran pers Indonesia dan sejarah perjuangannya sejak kolonial Belanda.

Jadi, pada 23 Januari 1985, Soeharto memutuskan untuk menetapkan tanggal 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional melalui Keputusan Presiden RI No. 5 tahun 1985.***

Sentimen: negatif (66.3%)