Sentimen
Positif (100%)
5 Feb 2023 : 13.07
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Semarang, Blitar, Cirebon, Yogyakarta, Sleman

Kasus: Teroris

Cerita Ipda Nur Ali Bangun Yayasan-Rawat Anak Napiter di Yogyakarta

5 Feb 2023 : 13.07 Views 2

Detik.com Detik.com Jenis Media: News

Cerita Ipda Nur Ali Bangun Yayasan-Rawat Anak Napiter di Yogyakarta

Jakarta -

Kebaikan seorang Perwira Unit (Panit) 4 PJR Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diusulkan oleh pembaca detikcom dan masyarakat dalam Hoegeng Awards 2023. Dia adalah Ipda Nur Ali Suwandi, yang diusulkan melalui formulir digital http://dtk.id/hoegengawards2023.

Pengusul Nur Ali yaitu Ahmad Chusairi, warga Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang mengenal Ipda Nur Ali dari pondok pesantren (ponpes) yang sama pada tahun 1989 di Pesantren Barul Ulum, Jombang Jawa Timur. Ahmad mengatakan bahwa Ipda Nur Ali membangun sejumlah masjid, saluran air warga, hingga membangun yayasan untuk membantu menyekolahkan anak-anak yatim.

"Pengabdiannya ke masyarakat pelosok sangat luar biasa, sudah bangun beberapa masjid, bikin saluran air bersih untuk warga, dan memperhatikan lansia-lansia di pelosok, dan juga menyekolahkan anak-anak yatim. Semua itu dilakukan di luar tugas kerja beliau di kepolisian" kata Ahmad dalam usulannya melalui formulir digital yang diterima detikcom, Jumat (3/2/2023).

-

-

detikcom kemudian menghubungi Ahmad Chusairi untuk menggali lebih dalam soal sosok Ipda Nur Ali dan apa saja kebaikan yang telah dilakukannya. Dia bercerita awalnya Ipda Nur Ali diberi pesan oleh gurunya di pesantren bahwa harus menjadi seorang yang bermanfaat.

"Pak Ali itu kan berangkat dari pesantren. Pesan kiai itu kalau jadi polisi, nggak usah lihat pangkat, yang penting kamu bisa bermanfaat untuk masyarakat. Begitu penempatan di Polda DIY, dia kayaknya sama teman-teman Propam itu kayak bikin istilahnya grup gitu, yang mempelopori Pak Ali. Terus dapat hibah tanah di Sleman, terus dibangun masjid. Itu juga ada kamar-kamar untuk warga sekitar ngaji itu," ujarnya.

Selain membangun masjid di daerah pelosok Yogyakarta, Ipda Nur Ali juga disebut membangun saluran air di wilayah yang kesulitan mengakses air bersih. Selain itu, dia juga memiliki yayasan di rumahnya yang digunakan untuk membantu anak-anak yang membutuhkan.

"Awalnya dulu bingung terkait dananya, uangnya. Kalau nggak salah kurang lebih 7 tahun yang lalu, saya pas ke Yogya awal-awal dia merintis itu, dia sempat ngomong aku mbok yo dikenalke bos-bos ben iso ngewangi perjuanganku (aku ya tolong dikenalkan dengan bos-bos untuk membantu perjuanganku). Saya bilang coba sampean berjuang terus intinya jangan lelah dan ikhlas. Pasti yang namanya donatur itu nanti dengan sendirinya akan mengenal. Ternyata begitu, sekarang mulai sedikit banyak ada donatur dari luar selain dari timnya Pak Ali itu. Pak Ali awalnya iuran gajinya sama Provost-provost itu," terangnya.

Ahmad mengatakan bahwa Ipda Nur Ali juga menyisihkan dana pribadinya untuk kegiatan tersebut. Atas kebaikannya itu, Ipda Nur Ali juga disebut sempat mendapatkan penghargaan berupa sekolah gratis dari mantan Kapolri Jenderal (purn) Tito Karnavian.

"Pak Tito pas Kapolri kalau nggak salah sempat datang ke yayasan, Pak Ali kalau nggak salah sempat dapat sekolah gratis gitu loh," jelasnya.

Hingga kini, Ahmad dan Ipda Nur Ali masih beberapa kali bertegur sapa melalui pesan WhatsApp. Dia juga kerap melihat segala aktivitas Ipda Nur Ali melalui status WhatsApp-nya.

Jalankan Pesan Gurunya untuk Bermanfaat kepada Masyarakat

Dihubungi terpisah, Ipda Nur Ali menjelaskan awalnya dia bersedia membangun masjid-masjid dan yayasan yang merawat anak-anak yatim dan napi teroris (napiter). Dia diberi pesan oleh gurunya di ponpes saat itu, untuk selalu bermanfaat bagi masyarakat.

"Saya ini kan dulu di pesantren, tapi saya ini santri yang tidak pandai mengaji alias saya ini ilmunya pas-pasan. Namun, di saat saya udah tamat sekolahnya, saya kan laporan sama kiai saya mau daftar polisi. Terus kiai itu memberikan amanah, ya udah kalau daftar polisi saya doakan. Kiai ada amanah buat saya, yang penting besok kalau kamu udah jadi polisi harus hubul waton minal iman atau jadilah polisi yang selalu mencintai bangsa ini. Kedua, kalau jadi polisi, jadikan setiap langkahmu itu ada manfaatnya untuk masyarakat," kata Ipda Nur Ali.

Saat ini, telah ada 14 masjid yang dibangunnya. Satu masjid berada di Jawa Timur, dan yang lainnya berada di kawasan pelosok Yogyakarta.

"Saat ini masjid yang kita bangun baru 14, dan bulan-bulan ini yang kita bangun jembatan, kegiatan pembuatan sekolahan TK gratis, tambal jalan, yang mana di jalan-jalan raya kecil yang berlubang itu kita tambal. Terus yang lain kita mengasuh anak-anak yatim piatu, dan juga merawat anak-anak dan istri teroris gitu," tuturnya.

Ipda Nur Ali Suwandi (Foto: dok. istimewa)

Apabila anak-anak napi teroris (napiter) tersebut telah tertanam paham yang bertentangan dengan negara, maka dirinya akan melakukan deradikalisasi. Dia berpengalaman melakukan itu karena pernah bertugas untuk membina para teroris.

"Iya memang saya dulu pernah ditugaskan untuk membina para teroris atau mantan teroris. Jadi di saat membina itu alhamdulillah ada 12 anak-anak teroris yang tinggal di rumah saya. Ada juga istri teroris yang suaminya masih di tahanan," ungkapnya.

Harapannya dengan merawat anak-anak napiter tersebut, lanjutnya, dia bisa menyelamatkan anak bangsa. Agar para anak-anak tersebut tidak tumbuh menjadi orang dengan paham yang bertentangan dengan negara.

"Kenapa kok saya merawat mereka? harapan kita adalah menyelamatkan anak bangsa. Karena bagaimanapun anak ini tidak tahu, dan anak ini adalah aset penjaga bangsa ini. Kita selamatkan supaya tidak seperti orang tuanya, jangan sampai jadi korban seperti orang tuanya menjadi radikal dan keras memusuhi bangsa ini. Jadi kita rawat supaya anak-anak ini bisa seperti anak yang lain," bebernya.

Ipda Nur Ali menamai yayasannya dengan nama Yayasan Singgah Bumi Damai, yang terletak di kawasan Kotagede, Kota Yogyakarta, DIY. Menurutnya saat ini, anak-anak napiter tersebut sudah bisa berbaur dengan anak-anak lainnya.

"Pertama kali mereka keras dulu kan karena dia harus menyesuaikan menjadi umum. Karena dia dari keras, yang mana yayasan saya kan nasional dari manapun masuk. Anak-anaknya dulu di rumah tidak mau berteman dengan yang lain, sekarang sudah bisa menyatu dengan yang lain. Ternyata anak-anak ini semakin nyaman tinggal di yayasan daripada tinggal di rumahnya sendiri. Karena di rumahnya sendiri ada aturan kan keluarganya kamu nggak boleh berteman sama ini sama ini. Tapi kalau di yayasan saya kan umum, bisa berteman dengan ini, bertemu dengan ini, siapapun bisa," ungkapnya.

Ipda Nur Ali sendiri mulai membangun masjid dan yayasan itu sejak tahun 2008. Selain dari donatur dan gajinya sebagai polisi, dia bersama istrinya juga memiliki usaha batik untuk menunjang aktivitasnya.

"Tentunya yang paling utama kita harus cari dana sendiri. Kalau kita mengandalkan donatur nggak mampu, karena donatur itu kan kadang-kadang 1-3 bulan baru dapat. Orang ngasih itu kan nggak nentu setiap hari, jadi kita harus bertahan. Selain jadi polisi, saya cari tambahan-tambahan gitu. Kalau nggak punya usaha ya kita nggak bisa apa-apa. Saya sama istri jualan batik, itupun juga memberi lapangan pekerjaan untuk masyarakat. Akhirnya alhamdulillah dapat rezeki dari itu, masyarakat bisa di rumah saya, dan hasilnya juga bisa dinikmati bareng-bareng," imbuhnya.

Ada 12 anak napiter yang dirawat di yayasan tersebut. Mereka tak hanya berasal dari Yogyakarta, melainkan ada yang dari Cirebon, Jawa Barat, dan Semarang, Jawa Tengah.

"Kita terbuka secara umum, jadi intinya yayasan saya itu tidak hanya anak yatim piatu saya, tetapi ada fakir miskin, anak-anak terlantar, anak-anak yang bermasalah dengan orang tuanya seperti korban KDRT, juga anak-anak napiter itu. Kita modal pertama adalah memang benar-benar merawat mereka. Karena kita sudah punya misi untuk menyelamatkan anak-anak," jelasnya.

Ipda Nur Ali Suwandi Foto: dok. istimewa

Terbaru, Ipda Nur Ali mengatakan sedang gencar membangun akses warga melalui jembatan. Hal itu dilakukan karena banyak warga yang harus menempuh perjalanan memutar jauh karena tak ada akses menyeberang sungai.

"Ini jembatan kecil-kecilan karena saya independen, yang penting anak mau sekolah, ke masjid, Puskesmas, gereja, kan harus nyeberang kali. Sedangkan kali itu kali besar, di saat banjir sangat bahaya sekali," pungkasnya.

(rdh/fjp)

Sentimen: positif (100%)