Sentimen
Positif (100%)
2 Feb 2023 : 12.32
Informasi Tambahan

Kasus: PHK

RUU Kesehatan Harus Dikaji dengan Hati-hati

2 Feb 2023 : 12.32 Views 5

Detik.com Detik.com Jenis Media: Metropolitan

RUU Kesehatan Harus Dikaji dengan Hati-hati

Jakarta -

Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan masih menuai polemik, termasuk dari kalangan anggota dewan. Anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati bahkan menilai RUU Kesehatan tersebut perlu dikaji secara hati-hati dan dipikirkan dengan matang.

Kurniasih mengatakan hadirnya omnibus RUU Kesehatan memberikan dampak bukan hanya untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, melainkan juga bagi variabel kesehatan lainnya seperti bidan, perawat, dan sebagainya.

"Jadi pembahasan ini benar-benar harus dikaji secara hati-hati, apakah perlu menggunakan omnibus untuk melakukan satu perbaikan dalam UU sistem kesehatan kita? Saya rasa RUU Kesehatan Omnibus Law ini tidak perlu, harusnya hanya sampai Peraturan Pemerintah (PP)," ungkap Kurniasih dalam keterangan tertulis, Kamis (2/2/2023).

-

-

Kurniasih menjelaskan dalam amanah UUD 1945, negara perlu memberikan layanan kesehatan terbaik, dan setiap rakyat Indonesia berhak hidup sehat. Namun, lanjutnya, hal tersebut tidak harus diwujudkan melalui RUU Omnibus.

Lebih lanjut, ia pun merinci BPJS Ketenagakerjaan tidak terkait secara langsung dengan sistem kesehatan karena iurannya dibayarkan oleh peserta atau pekerja. Dengan demikian, menurutnya, tidak ada urgensi untuk diatur sedemikian rupa dan berdampak pada RUU Kesehatan ini.

"BPJS Ketenagakerjaan ini bidangnya ketenagakerjaan, bukan bidang kesehatan. Lalu yang jadi pertanyaan banyak pihak, kenapa harus ikut-ikutan diubah dan dimasukan ke dalam RUU Kesehatan Omnibus," jelasnya.

"Jangan sampai nantinya lembaga BPJS ini arahnya ke komersialisasi, kemudian jangan sampai geraknya dibatasi karena BPJS ini langsung melayani kepada masyarakat," sambung Kurniasih.

Undang-undang Harus Berbasis Kajian

Kurniasih menjelaskan dalam BPJS Ketenagakerjaan, terdapat manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibutuhkan pekerja jika terjadi PHK. Ada pula Jaminan Pensiun (JP) yang dibutuhkan pekerja ketika pensiun.

Terkait hal ini, Kurniasih khawatir birokrasi akan menjadi panjang dan pelayanan menurun ketika nantinya RUU Kesehatan disahkan. Pasalnya, BPJS Ketenagakerjaan perlu melapor ke kementerian, lalu presiden. Hal ini akan membuat peserta/pekerja perlu menjalani proses yang lama untuk mendapat JHT.

Sama hanya dengan BPJS Kesehatan, yang mengharuskan pelayanan cepat. Dalam hal ini, jika RUU disahkan, BPJS Kesehatan harus melapor ke kementerian, lalu ke presiden saat ingin membayarkan klaim dari rumah sakit A. Menurutnya, proses ini akan memperpanjang birokrasi.

Kurniasih menjelaskan kondisi ini justru tak memunculkan semangat debirokratisasi, melainkan sentralisasi. Menurutnya, birokrasi dipastikan akan menjadi semakin panjang, pelayanan menurun, dan akibatnya merugikan masyarakat.

"Jangan membuat layanan BPJS buruk dengan adanya RUU Kesehatan yang tidak berbasis kepada kajian. Saya sangat menyayangkan kalau pembahasan RUU Kesehatan dibahas secara terburu-buru oleh Badan Legislatif (Baleg)," tegasnya.

Kurniasih menilai setiap Undang-undang pada dasarnya perlu berbasis kajian yang mendalam, terlebih soal sistem kesehatan karena menyangkut nyawa manusia dan menyangkut pelayanan kesehatan rakyat.

"Kita mengimbau kepada DPR juga kepada pemerintah hati-hati dalam membahas RUU Kesehatan Omnibus ini," imbuhnya.

Kementerian Menjadi Super Power

Senada dengan Kurniasih, Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago menyoroti soal poin kewenangan BPJS yang awalnya bertanggung jawab langsung kepada presiden, namun dalam RUU Kesehatan, lembaga BPJS menjadi di bawah kementerian. Menurutnya, kebijakan ini membuat kementerian menjadi super power.

Irma menyebut BPJS Ketenagakerjaan tidak berkaitan dengan Kementerian Kesehatan sehingga pemerintah tak perlu mengatur BPJS Ketenagakerjaan di dalam RUU Kesehatan kecuali jika ada kewenangan kolegium.

"Contohnya, kita masih sulit mendapat dokter spesialis, kemudian kawan-kawan kita yang sudah lulus mau praktek sulit, itu oke lah direformasi dan diatur kementerian. Tapi kalau BPJS Ketenagakerjaan apa urusannya dengan bidang kesehatan?," paparnya.

Selain itu, Irma pun menanyakan pihak yang akan mengontrol jika nantinya lembaga BPJS di bawah kementerian. Pasalnya, kementerian tidak boleh mengumpulkan dan mengelola iuran rakyat, sedangkan BPJS adalah uang rakyat. Hal ini akan berdampak terhadap sistem audit.

"BPJS itu kan mengelola uang rakyat yang keuntungannya untuk kesejahteraan peserta, nah kalau RUU Kesehatan ini disahkan, nanti yang mengelola uang rakyat itu kementerian. Kementerian gak boleh mengelola uang rakyat, kementerian hanya mengelola APBN. Menurut saya, BPJS itu gak usah dimasukin ke RUU Kesehatan. Biarkan BPJS menjadi lembaga independen saja yang bertanggung jawab langsung kepada presiden," tutupnya.

(ncm/ega)

Sentimen: positif (100%)