Sentimen
Negatif (100%)
1 Feb 2023 : 03.51
Informasi Tambahan

Agama: Kristen

BUMN: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

Grup Musik: APRIL

Kab/Kota: Tangerang, Tanah Abang, Bogor, Jabodetabek, Bekasi, Karet, Jati, Tanjung Priok, Manggarai, Karawang, Bukit Duri, Cikarang, Senen, Jatinegara, Kalideres, Yogyakarta, Gambir, Palmerah

9 Stasiun Kereta Peninggalan Belanda Di Jabodetabek, Masih Beroperasi Hingga Saat Ini

1 Feb 2023 : 03.51 Views 2

Akurat.co Akurat.co Jenis Media: News

9 Stasiun Kereta Peninggalan Belanda Di Jabodetabek, Masih Beroperasi Hingga Saat Ini

AKURAT.CO  Salah satu infrastruktur yang dibangun pada masa penjajahan Belanda yaitu stasiun kereta peninggalan Belanda yang hingga saat ini masih aktif dan berfungsi sebagai perlintasan KRL.

Kereta sudah menjadi kendaraan yang berperan penting dari zaman dahulu hingga saat ini kita juga masih menikmatinya. Stasiun apa sajakah yang menjadi stasiun kereta peninggalan Belanda? Mari kita ulas dan ketahui sejarahnya.

Stasiun Kereta Peninggalan Belanda

Dilansir dari laman Heritage KAI, Selasa (31/1/2023), berikut ini daftar stasiun kereta peninggalan Belanda di Jabodetabek beserta penjelasannya.

baca juga: 1. Stasiun Jakarta Kota Stasiun kereta peninggalan Belanda, Jakarta Kota Tahun 1937 (Dok. Heritage KAI)

Stasiun Jakarta Kota menjadi salah satu bangunan yang mencolok kala melintasi kawasan Kota Tua. Bangunan klasik bernuansa Eropa ini merupakan bangunan stasiun kereta api yang sudah berdiri sejak zaman Hindia-Belanda.

Dahulu, Batavia memiliki dua stasiun kereta api. Pertama bertempat di lokasi Stasiun Jakarta Kota sekarang (dahulu bernama Batavia Zuid yang berarti Stasiun Batavia Selatan), dan satu lagi bernama Stasiun Batavia Noord atau Batavia Utara yang lokasinya persis di sebelah selatan gedung yansg kini dikenal sebagai gedung Museum Sejarah Jakarta atau Museum Fatahillah.

Arsitektur khas Eropa bisa langsung terlihat ketika mengunjungi Stasiun Kota. Menyusuri jejak sejarah di Stasiun Jakarta Kota, terdapat beberapa peninggalan era Belanda yang masih bisa disaksikan sampai sekarang. Tak hanya tampak kemegahan bangunan, gedung yang berdiri sejak era 1920-an itu seolah menyimpan banyak kisah tentang perkembangan Stasiun Jakarta Kota, dari masa ke masa. Meski sudah beberapa kali dilakukan pemolesan, namun nuansa ala tempo dulu masih begitu kental terlihat dari setiap sisi Stasiun Jakarta Kota.

Atap baja melengkung, hingga hiasan kaca patri pada beberapa sisi Stasiun Jakarta Kota, menambah kesan megah pada bangunan ini. Tembok dengan ubin berpola waffle dengan tone warna-warna alam, menambah kesan klasik pada bangunan bernuansa Eropa ini.

Stasiun Jakarta Kota atau dikenal juga dengan nama Stasiun Beos (Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij). merupakan stasiun kereta api terbesar yang ada di Indonesia. Stasiun Jakarta Kota juga merupakan stasiun type Terminus, yang artinya merupakan stasiun akhir dan tidak mempunyai kelanjutan jalur rel kereta api. Di Sebelah timur stasiun jakarta kota, terdapat Dipo Kereta yang digunakan untuk menyimpan dan melakukan perawatan kereta api jarak jauh misalnya Kereta api Bima, Kereta api Gayabaru Malam Selatan, kereta api Taksaka, dan lain sebagainya.

2. Stasiun Gambir Kesibukan di Stasiun Gambir sekitar tahun 1921 (Tropenmuseum)

Stasiun Gambir berlokasi di Kawasan Medan Merdeka dan Lapangan Monumen Nasional. Stasiun ini diresmikan pada tahun 1884. Sudah dibangun sejak masa pemerintahan Belanda, nyatanya Stasiun Gambir masih berfungsi hingga sekarang.  Gagasan pembangunan jalur kereta api di Batavia (Jakarta) mencuat tahun 1846. Kala itu, Gubernur Jenderal Hindia Belanda J. J. Rochussen mengusulkan pemerintah untuk membangun jalur kereta api dari Jakarta menuju ke Buitenzorg (Bogor). 

Tujuan pembangunan jalur tersebut guna kepentingan ekonomi serta politik dan komunikasi pemerintahan. Ditinjau dari segi ekonomi, keberadaan layanan kereta api sebagai pengangkutan komoditas, utamanya perkebunan dari pedalaman di Priangan ke pelabuhan di Jakarta. Sedang dari sudut politik, terdapat Gedung Algemeene Secretarie (saat ini Istana Bogor) di Bogor yang merupakan tempat kedudukan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan pusat administrasi pemerintahan. 

Stasiun Batavia Koningsplein dikenal pula dengan Stasiun Gambir. Terkait penamaan Gambir belum diketahui kapan pastinya, diduga sekitar tahun 1922. Saat itu masyarakat menyebut Koningsplein dengan Lapangan Gambir, konon kabarnya karena di lapangan tersebut tumbuh Pohon Gambir. Pohon yang getahnya dapat disadap sebagai bahan baku pembuat gambir, salah satu bumbu untuk menyirih. Stasiun Gambir yang baru dibuka untuk umum bersamaan dengan peresmian jalur pada Jumat, 6 Juni 1922. Presiden Soeharto meresmikannya, dengan ditandai dioperasikan Kereta Api Listrik (KRL). 

3. Stasiun Palmerah Stasiun Paal Merah sebelum direnovasi

Pembukaan jalur kereta api itu adalah pengembangan jalur kereta api atau trem uap dari Batavia menuju Tangerang dengan cabang dari Djembatan Doewa menuju Paal Merah. Jalur trem uap menuju Paal Merah melewati beberapa halte, yaitu halte Gang Chaulan, halte Djati Lama, halte Pekembangan, dan halte akhir Paal Merah. Dari titik koneksi utama sampai titik akhir di halte Paal Merah, jalur trem uap itu membentang sepanjang 8.49 kilometer. Dengan dibukanya jalur trem uap Paal Merah, arus transportasi dari tengah kota Batavia mulai terhubung menuju pinggiran kota di Kebayoran.

Untuk melayani kebutuhan transportasi di jalur Batavia – Kebayoran, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Besluit No. 4 tanggal 24 Januari 1891 yang memberikan konsesi untuk pembangunan dan pengoperasian trem uap di Residensi Batavia dengan ketentuan antara lain trem digunakan untuk pengangkutan orang dan barang, lebar spoor 1.067 mili meter, dan pemerintah memberi jaminan modal sebesar 15.000 gulden. Stasiun ini merupakan salah satu jalur kereta api yang beroperasi pada awal abad ke-20 dan masih bisa kita gunakan hingga saat ini.

4. Stasiun Jatinegara Tampak depan Stasiun Jatinegara tahun 1925 (KITLV)

Jatinegara merupakan daerah yang dulunya dikenal sebagai daerah Meester Cornelis. Meester Cornelis adalah seorang pemuka agama Kristen yang meninggal pada tahun 1661. Pada tahun 1887, perusahaan swasta Belanda memutuskan untuk membangun stasiun di Meester Cornelis. Setelah masa penguasaan Belanda di Indonesia berakhir, wilayah Meester Cornelis pun berganti nama menjadi Jatinegara karena di daerah tersebut terdapat banyak hutan jati dan mengacu kepada “negara sejati” yang dipopulerkan oleh Pangeran Jayakarta.

Pada tahun 1983 dilakukan rehabilitasi persinyalan di Stasiun Jatinegara. Sedang pekerjaan rehabilitasi jalur rel di Jatinegara dilaksanakan tahun 1987. Setahun kemudian, dilakukan pekerjaan peningkatan saluran Telkom di lintas Jatinegara-Bekasi.

5. Stasiun Pasar Senen Proses pembangunan Stasiun Pasar Senen sekitar Mei 1924 (Spoorwegstation op Java)) 

Stasiun yang berlokasi di wilayah Jakarta Pusat ini memiliki desain arsitektur bergaya Indische Empire khas Negeri Kincir Angin. Stasiun Pasar Senen diresmikan oleh perusahaan kereta api swasta Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOSM) bersamaan pembukaan lintas Batavia (Jakarta) - Bekasi tanggal 31 Maret 1887. Lintas Jakarta-Bekasi merupakan tahap pertama dari pembangunan Jakarta-Karawang. Lebih lanjut, BOS merampungkan proyek tahap kedua Bekasi-Cikarang (1890) dan Cikarang-Kedunggede (1891).

Bangunan Stasiun Pasar Senen bergaya indische empire dengan kanopi besi setengah lingkaran yang menaungi dua jalur rel di bawahnya. Bagian peron dilengkapi dengan terowongan bawah tanah guna penyebrangan ke peron lainnya. Terowongan bawah tanah ini menggunakan konstruksi beton bertulang yang dikerjakan oleh Dienst van Constructie SS (dinas konstruksi). Terowongan ini merupakan terowongan penyeberangan pertama di stasiun yang dibangun di Indonesia. Dengan begitu, tentu saja stasiun ini menjadi salah satu stasiun kereta peninggalan Belanda.

6. Stasiun Tanjung Priok Kemegahan Stasiun Tanjung Priok, tahun 1937 (KITLV)

Stasiun Tanjung Priok tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan Pelabuhan Tanjung Priok, salah satu pelabuhan terbesar di Indonesia. Stasiun kereta peninggalan Belanda yang berada di wilayah Jakarta Utara ini awalnya berfungsi untuk mengakomodir perdagangan dan wisatawan Eropa di Batavia. 

Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pintu gerbang kota Batavia serta Hindia Belanda menggantikan pelabuhan Sunda Kelapa yang tidak lagi memadai. Stasiun ini dibangun untuk mengakomodir perdagangan dan wisatawan Eropa di Batavia karena pada masa lalu wilayah Tanjung Priok yang terletak di bagian utara Jakarta sebagian besar adalah hutan dan rawa-rawa yang berbahaya sehingga dibutuhkan sarana transportasi yang aman untuk menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan kawasan pusat kota melalui Batavia Centrum (Stasiun Jakarta Kota).

Fungsinya pada masa itu tidak hanya untuk stasiun saja tetapi juga menyediakan penginapan bagi penumpang yang akan menunggu kedatangan kapal laut untuk melanjutkan perjalanan. Kamar-kamar penginapan tersebut terletak di sayap kiri bangunan yang khusus disediakan untuk penumpang Belanda dan orang Eropa, serta dilengkapi dengan ruang di bawah tanah yang diperkirakan berfungsi sebagai gudang logistik.

Sejak kemerdekaan Indonesia, perusahaan kereta api pemerintah Belanda diambil alih oleh pemerintah Indonesia yang pada saat itu bernama DKA (Djawatan Kereta Api). Stasiun Tanjung Priok sempat tidak dioperasikan selama sejak Juni 1999 ketika terjadi pergantian status PT KAI menjadi Persero dan baru dioperasikan kembali pada 13 April 2009.

Renovasi bangunan stasiun tersebut bukan hanya untuk keperluan transportasi namun juga bertujuan melestarikan bangunan stasiun sebagai cagar budaya dan yang dapat menjadi pusat studi dan tujuan wisata sejarah. Maka dalam pemugarannya keaslian bentuk bangunan stasiun ini dipertahankan, termasuk bentuk gedung pengatur perjalanan kereta api (PPKA) atau rumah sinyal serta menggali kembali ruang bawah tanah yang sudah sempat tergenang lumpur.

7. Stasiun Duri Peta Lokasi Stasiun Duri ditandai lingkaran berwarna merah, pabrik gas ditandai lingkaran berwarna biru, tahun 1925 (Colonialarchitecture.eu)

Halte tersebut diresmikan pada tahun 1899.  Halte kemudian dialihfungsikan menjadi sebuah stasiun sebagai bagian dari pembangunan jalur kereta api lintas Jakarta-Tangerang. Stasiun Duri awalnya adalah sebuah halte yang dibuka pada 2 Januari 1899 oleh perusahaan kereta api Negara, Staatssporwegen (SS). Keberadaan jalur kereta api lintas Jakarta-Duri ke Tangerang dan Anyer mempermudah transportasi penumpang dan pengangkutan barang. 

Barang impor dari luar negeri dibawa dari pelabuhan Batavia untuk selanjutnya didistribusikan ke Banten. Sebaliknya, hasil komoditas pedalaman Banten diangkut ke pelabuhan di Batavia. Penduduk Banten memiliki mata pencaharian rata-rata sebagai petani. Hasil perkebunan yang mempunyai arti penting yakni kelapa. Perkebunan orang Eropa terbatas pada karet (hevea) yang terdapat di Banten bagian Selatan.

Lintas Duri-Tangerang dilakukan rehabilitasi pada tahun 1984, selanjutnya dilakukan pekerjaan pemasangan bantalan beton. Pemasangan gardu induk pusat listrik Duri dimulai tahun 1985 di sebelah selatan Stasiun Kereta Api Duri. Pada tahun yang sama dilakukan juga peningkatan jalan Duri-Tanah Abang. Pemagaran Stasiun Kereta Api Duri dikerjakan tahun 1986 bersamaan pemasangan instalasi saluran atas di Stasiun Kereta Api Duri serta  peningkatan  rel  Duri-Jakarta  Kota. Saat ini Stasiun kereta peninggalan Belanda yang satu ini menjadi penguhung transit menuju Tangerang

8. Stasiun Manggarai Tampak depan Stasiun Manggarai tahun 1920-an (Media-kitlv.nl)

Wilayah Manggarai di Batavia (Jakarta) sudah dikenal sejak abad ke-17. Awalnya merupakan tempat tinggal dan pasar budak asal Manggarai, Flores. Wilayah yang masuk Gementee Meester Cornelis ini pun berkembang menjadi sebuah kampung. Kereta api yang melintasi wilayah ini awalnya dibangun oleh perusahaan swasta Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) dengan lintas Jakarta-Buitenzorg (Bogor). Sebagai tempat pemberhentian dibangun Stasiun Bukit Duri (kini depo KRL)

Stasiun Manggarai mempunyai nilai historis yang tinggi. Stasiun ini merupakan stasiun awal keberangkatan pemindahan ibukota sementara ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946. Segala persiapan rahasia untuk perjalanan Presiden dan Wakil Presiden pun dilaksanakan di stasiun ini. Saat ini stasiun kereta peninggalan Belanda ini menjadi stasiun dengan lalu lintas kereta api tersibuk di Indonesia, melayani perhentian KRL Commuter Line tujuan Jakarta Kota, Bogor, Tanah Abang, dan Bekasi. 

9. Stasiun Tangerang Rombongan pasukan Belanda di Stasiun Tangerang, tahun 1946 (NVBS)

Stasiun kereta peninggalan Belanda selanjutnya adalah stasiun Tangerang. Bersamaan pembukaan lintas Duri-Tangerang, SS juga meresmikan Stasiun Tangerang. Stasiun ini merupakan tempat pemberhentian akhir pada lintas Duri-Tangerang. Pada lintas Duri-Tangerang dibangun pula beberapa stasiun atau halte yakni Halte Duri, Halte Pesing, Stasiun Rawabuntu, Halte Kalideres, Stasiun Poris, Stasiun Batuceper dan Stasiun Tanahtinggi.

Semasa beroperasi, Stasiun Tangerang dimanfaatkan sebagai tempat naik-turun penumpang serta barang. Tahun 1935, tercatat setiap hari ada 12 kali operasional kereta api dari Duri ke Tangerang, begitu pula sebaliknya dengan jumlah perjalanan yang sama. Waktu tempuh yang dibutuhkan Duri-Tangerang sekitar 50 menit.

Barang yang diangkut sebagian besar berupa hasil-hasil pertanian. Tangerang merupakan salah satu daerah di karesidenan Batavia, terletak di bagian ujung barat laut Karesidenan Batavia. Tanah di daerah ini sebagian berupa tanah partikelir yang dikuasai oleh orang cina. Tanah-tanah partikelir banyak ditanami padi, kacang tanah, ketela, nila, kelapa, dan berbagai jenis sayuran.

Kerata api Duri-Tangerang tersedia dua rangkaian, yakni rangkaian khusus kelas 3 dan rangkaian campuran antara kelas 2 dan 3. Kelas 2 diperuntukan bagi orang Cina atau Timur Asing dan pengusaha pribumi sedangkan kelas 3 untuk orang pribumi.

Bagi para pengguna KRL, pastinya kamu semua sudah hafal dengan rute perlintasan kereta yang disebutkan di atas. Tak disangka, ternyata stasiun-stasiun yang sering kita lewati itu memiliki nilai sejarah yang tinggi ya.

Sentimen: negatif (100%)