Sentimen
Positif (99%)
1 Feb 2023 : 00.03
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Event: Pilkada Serentak

Institusi: UIN, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Kab/Kota: Sidoarjo

HEADLINE: Jelang Peringatan 1 Abad Nahdlatul Ulama, Tetap Netral di Tahun Politik?

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: News

1 Feb 2023 : 00.03
HEADLINE: Jelang Peringatan 1 Abad Nahdlatul Ulama, Tetap Netral di Tahun Politik?

Liputan6.com, Jakarta Nahdlatul Ulama akan memasuki usia 1 Abad dan puncak peringatannya akan digelar di GOR Delta Sidoarjo pada 7 Februari 2023. Bukan hanya sekedar perayaan, organisasi yang didirikan oleh KH Hasyim Asy'ari pada 31 Januari 1926 itu tentu akan menjadi salah satu sorotan di tahun politik di Pemilu 2024.

Sebagai sebuah organisasi besar, NU memiliki kekuatan menggerakan massa, yang tentu saja berdampak pada suara bagi para calon yang mendekatinya.

Lihat saja, terpilihnya Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden yang menjabat sebagai Rais Aam PBNU, bisa jadi sebagai gambaran besar bahwa ada keterwakilan NU. Bahkan, hingga hari ini, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, juga tak mau melepas label NU di partainya.

Di luar itu ada nama-nama yang digadang-gadang jadi tokoh di Pemilu 2024, mendekati NU. Sebut saja Menteri BUMN Erick Thohir yang kini menjabat sebagai Ketua Panitia Pengarah (Steering Committee) Peringatan satu abad NU, bahkan sudah menyandang Anggota Kehormatan Banser Ansor NU, diprediksi bisa mendapat dukungan dari para Nahdliyin.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia yang juga akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno memandang wajar jika banyak tokoh mendekati NU, karena organisasi tersebut memang paling berpengaruh bukan hanya soal politik elektoral, tapi juga soal politik kebangsaan.

"Dari segi politik kebangsaan, narasi keagamaan NU itu kan Islam yang moderat, yang tidak menentangkan antara Islam dan Pancasila, tidak mempertentangkan Islam dan demokrasi. Dengan kata lain bahwa paham yang disampaikan, paham yang diamalkan dalam tradisi keagamaan NU adalah Islam moderat. Menghargai pluralisme, toleransi diantara berbagai suku bangsa berbeda-beda, dan itu yang membuat tarikan nafas politiknya selalu memiliki kesamaan narasi besar," jelas dia kepada Liputan6.com, Selasa (31/1/2023).

Dari sisi politik elektoral, NU memang dikenal paling banyak didekati para calon atau kandidat baik itu di tingkatan Pileg, Pilkada, maupun Pilpres. Basisnya pun tersebar di seluruh wilayah Indonesia bahkan sampai ke pelosok.

"Jadi wajar jika banyak partai dan calon berlomba-lomba mendekati NU, menjadi bagian dari NU, atau merasa dekat dengan NU. Itu menjadi penting, padahal NU tidak berpolitik tapi kesan dekat dengan NU menjadi penting," ungkap Adi.

Dia menegaskan, pada prinsipnya NU sebenarnya netral dalam urusan politik elektoral, bahkan secara organisasi pun sama.

Di era kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf pun, NU mencoba menjadi rumah besar bagi semua pihak.

"NU kan mengayomi juga rekan yang di PDIP, mengayomi juga yang ada di Golkar, mengayomi juga yang ada di PPP, di NasDem, Demokrat, jadi begitu. Selama ini kan seakan-akan NU menjadi kendaraan politiknya PKB, karena memang melihat sejarahnya, PKB memang lahir dari rahimnya NU, tapi ada upaya dari Gus Yahya untuk menetralisir supaya NU tidak hanya partisan partai politik tertentu," kata Adi.

Meski demikian, dia menyebut NU akan selalu mendukung calon, dalam hal calon presiden yang tak bertentangan dengan visi dan misi organisasinya.

"Yang dinilai punya tarikan nafas politik kebangsaan yang sama. Kalau ada capres yang dinilai agak ekstrem, dekat dengan kelompok-kelompok radikal, pasti tidak didukung oleh NU karena NU tidak begitu mazhab politiknya. NU itu, ya moderat," jelas Adi.

"Jadi apapun aliran politiknya, apapun agama dan sukunya, apapun partainya, selama menjunjung toleransi dan pluralisme pasti akan didukung oleh NU. Jadi, dukung itu bukan orang tapi pada nilainya," sambungnya.

Senada, Direktur Eksekutif Indonesia Political Power, Ikhwan Arif memandang, semakin besar NU. tantangan sosial dan politik juga berbanding lurus. Karena NU memiliki basis massa yang kuat, sehingga tidak heran akan ada pihak yang berusaha mendekati.

"Memang banyak politisi atau partai politik yang dekat dengan NU karena suatu hal yang lumrah ketika ada kader-kader NU sendiri yang merupakan sumber daya utama NU terjun ke dalam politik praktis. Jadi ada benang merah yang memisahkan antara NU dan keterlibatan politisi dalam upaya mengasosiasikan diri dengan NU," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (31/1/2023).

"Apalagi di tahun politik suatu hal yang wajar terjadi meskipun NU secara terang-terangan netral dan tidak terlibat dalam politik praktis, justru politisi sendiri yang akan mendekatkan diri, palagi politisi itu sendiri bagian dari organ NU," sambungnya.

Arif menegaskan, selama ini NU selalu menunjukkan netralitasnya dalam menghadapi konstelasi pemilu, akan tetapi sulit dihindari ketika darah NU sendiri mengalir di beberapa organisasi politik atau partai politik.

"Sejauh ini kita hanya bisa melihat netralitasnya NU secara kelembagaan meskipun darah NU itu sendiri tersebar luas di beberapa partai politik atau organisasi sosial politik yang mempunyai pengaruh besar dalam konstelasi Pemilu 2024," jelas dia.

Menurutnya, NU harus bisa menempatkan diri dalam menghadapi pemilu di 2024 karena begitu besarnya organisasi NU secara kuantitas bisa saja di mobilisasi secara tersembunyi oleh politisi untuk mendulang suara di kantong-kantong pemilih NU.

"Inilah yang merupakan faktor utama NU selalu menjadi incaran organisasi politik seperti partai politik dalam merebut suara NU namun perolehan suara akan tersebar luas dalam porsi masing-masing kekuatan NU di berbagai daerah. Apabila darah NU-nya kuat akan berdampak besar dalam perolehan suara sebaliknya apabila darah NU nya lemah akan berpengaruh juga dalam perolehan suara," tegas Arif.

 

 

Kembali ke Jalur

Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago memandang, saat ini adalah tahun keemasan bagi NU, sehingga wajar jika ada tarik menarik kepentingan untuk mendapatkan efek elektoral.

"NU mempunyai bargaining yang kuat dan luar biasa. Punya kesejarahan yang panjang," jelas dia kepada Liputan6.com, Selasa (31/1/2023).

Meski tak bisa lepas dari politik, kata Pangi, NU harus menunjukan entitasnya sebagai organisasi sosial ketimbang menjadi kendaraan politik elektoral dan kepentingan pragmatisme.

"Saya pikir NU bisa netral. Bisa saja, dalam arti tidak menjadi secara kepengurusan dan lembaga, NU tidak memutuskan mendukung siapapun, bagus sebetulnya," kata dia.

Namun, jika ada kader-kader NU yang secara pribadi mendukung, itu susah juga. Karena itu, diharapkan NU yang rawan dijadikan komoditas politik bisa menolak tawaran dan tidak mau terjebak ke agenda politik pragmatis dan transaksional

"Baiknya NU kembali lagi ke trayek rute lama yakni dengan memperkuat kembali khitah NU 1926. Jadi walaupun NU punya sejarah sebagai organisasi Islam yang Punya DNA Politik namun sesuai dengan anjuran Ketua PBNU Gus Yahya agar NU tidak lagi terlibat agenda politik pragmatis. Apalagi katanya Gus Yahya enggak mau lagi turun ke gelanggang politik pragmatis dan transaksional," pungkasnya.

 

Nahdlatul Ulama atau NU akan genap berusia 100 tahun. Peringatan puncak Hari lahir (Harlah) 1 Abad NU akan digelar di lapangan Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur pada 16 Rajab 1444 H atau 7 Februari 2023.

Sentimen: positif (99.9%)