Sentimen
Positif (99%)
30 Jan 2023 : 09.53
Informasi Tambahan

Kab/Kota: bandung, Semarang, Surabaya, Jabodetabek, Ambon, Banda Aceh, Banjarmasin, Serang, Pekanbaru

Kasus: PHK

Tokoh Terkait

Tolak Perppu dan RUU Omnibus Law, Buruh Bakal Adakan Aksi Besar-besaran Awal Februari Ini, Termasuk di Bandung

30 Jan 2023 : 09.53 Views 2

Prfmnews.id Prfmnews.id Jenis Media: Nasional

Tolak Perppu dan RUU Omnibus Law, Buruh Bakal Adakan Aksi Besar-besaran Awal Februari Ini, Termasuk di Bandung

PRFMNEWS - Partai Buruh bersama Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) bakal menggelar aksi besar-besaran pada awal Februari 2023 ini.

Aksi besar-besaran buruh ini bakal berlangsung pada Senin 6 Februari 2023.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan, untuk wilayah Jabodetabek, aksi buruh dipusatkan di DPR RI dengan jumlah massa mendekati 10 ribu buruh.

Baca Juga: Jangan Sembarang Klik Link Undangan Digital di HP Anda, Rekening Bisa Dikuras Komplotan Pembobol M-Bangking

Adapun isu yang akan disampaikan dalam aksi ini yaitu menolak isi Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Selain di Jakarta, aksi juga serempak akan dilakukan di berbagai kota industri, antara lain di Serang Banten, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Banjarmasin, Banda Aceh, Medan, Bengkulu, Batam, Pekanbaru, Ternate, Ambon, Kupang, dan beberapa kota industri lain.

Setidaknya ada 9 point yang dipermasalahkan dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Meliputi, upah minimum, outsourcing, pesangon, karyawan kontrak, PHK, pengaturan cuti, jam kerja, tenaga kerja asing, dan sanksi pidana.

“Intinya, kami meminta upah minimum naiknya harus sesuai dengan inflansi dan pertumbuhan ekonomi. Kami juga meminta tidak ada perubahan formula dalam Perppu. Kalaulah ada perusahaan yang tidak mampu membayar upah minimum, cukup diatur dalam penjelasan pasal, bagi perusahaan yang tidak mampu membayar upah minimum dengan mensyaratkan laporan keuangan dan diaudit akuntan publik boleh mengajukan penangguhan. Selain itu, kami meminta upah minimum sektoral harus tetap ada,” papar Said Iqbal.

Baca Juga: Kereta Panoramic Digandeng di KA Argo Wilis dan Argo Parahyangan, Ini Harga Tiket dan Jadwal Perjalanannya

Hal lain yang dipermasalahkan yakni Partai Buruh menolak negara menjadi agen outsourcing. Di mana dalam Perppu disebutkan bahwa pemerintah akan menentukan jenis pekerjaan apa saja yang bisa di outsourcing.

Menurut Said Iqbal, ketentuan ini mengesankan bahwa Pemerintah sebagai agen outsourcing. Buruh menolak hal ini dan meminta dikembalikan ke UU 13/2003, di mana outsourcing dibatasi jenis pekerjaan apa saja yang boleh di outsourcing.

“Terkait dengan pesangon, kami meminta uang penggantian hak 15 persen tidak dihilangkan, pesangon bisa di atas satu kali aturan,” kata Said Iqbal.

Terhadap karyawan kontak, periode kontrak dan masa kontrak harus dibatasi. Begitu pun dengan pengaturan cuti untuk perempuan yang haid dan melahirkan, harus tertuang dengan tegas bahwa upahnya dibayar.

Baca Juga: Waspada! Penipuan Lewat Twitter KAI Palsu, Kenali Ciri-ciri Akun Resmi KAI yang Asli

“Tentang petani, Partai Buruh meminta ketentuan mengenai bank tanah dihapus dari Perppu Cipta Kerja. Karena hal itu hanya menguntungkan korporasi. Kami meminta land reform diwujudkan, distribusi tanah untuk petani,” jelas Said Iqbal.

Said Iqbal juga meminta agar UU Nomor 19 tahun 2013 terkait dengan perlindungan petani yang melarang impor pada saat panen raya dikembalikan. Begitu pun dengan sanksi bagi importir yang tetap mengimpor bisa dipidana 6 bulan dan denda Rp2 miliar yang dihapus dalam Perppu harus dikembalikan.

RUU KESEHATAN

Terkait dengan RUU Kesehatan, Partai Buruh menyoroti revisi beberapa pasal di UU BPJS. Antara lain tentang Dewan Pengawas dari unsur buruh dikurangi menjadi satu.

“Yang membayar BPJS itu buruh. Kok wakil kami dikurangi. Kok malah unsur buruh dan pengusaha yang dikurangi. Harusnya yang dikurangi gaji DPR itu,” kata Said Iqbal.

Hal lain yang disoroti buruh, jelas Said Iqbal, adalah terkait dengan kewenangan BPJS yang semula di bawah Presiden menjadi di bawah Menteri Kesehatan. Menurutnya, pengelola jaminan sosial di seluruh dunia mayoritas di bawah Presiden, bukan Kementerian.

Baca Juga: 11 Martabak Legendaris di Bandung Ini Rasanya Sangat Spesial dan Dijamin Bikin Kamu Ketagihan

"Badan penyelenggara jaminan sosial adalah lembaga yang mengumpulkan uang dari rakyat dengan jumlah yang terus membesar, sehingga harus di bawah Presiden," ucapnya.

Dinyatakan Said Iqbal, buruh juga memberikan dukungan terhadap organisasi tenaga kesehatan seperti IDI. Surat izin praktik dokter tidak boleh dikeluarkan sembarangan, karena pelayanan kesehatan mempertaruhkan hidup dan mati pasien.

“Secara bersamaan dengan penolakan terhadap RUU Kesehatan, Partai Buruh mendesak RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan. Hal ini sebagaimana yang diminta presiden,” katanya.

Menurut Said Iqbal, RUU yang terkait dengan kepentingan bisnis terkesan cepat sekali disahkan.

Baca Juga: Hati-Hati, 203 Aplikasi Android dan iOS Ini Bisa Kuras Rekening, Cek Ponselmu Sekarang!

Tapi RUU PPRT yang bersifat perlindungan tak kunjung disahkan. Sedangkan RUU PPRT sudah 19 tahun, tetapi tak kunjung disahkan.

“Jangan-jangan ada kepentingan industri farmasi, rumah sakit swasta besar, dan membuka ruang komersialisasi kesehatan dalam RUU Kesehatan sehingga pembahasannya terkesan cepat,” tandas Said Iqbal.***

Sentimen: positif (99.8%)