Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UNPAD, UNHAN
Kab/Kota: bandung, Jati, Tiongkok
Tokoh Terkait
Ketua MPR Bakal Luncurkan Buku 'PPHN Tanpa Amandemen' di Februari 2023
Detik.com Jenis Media: News
Ketua MPR Bambang Soesatyo bakal meluncurkan (soft launching) buku terbaru berjudul 'PPHN Tanpa Amendemen', pada Februari 2023 mendatang. Adapun sub judul pada buku tersebut yakni 'Pemikiran Analitik Dasar Hukum Pokok-Pokok Haluan Negara dalam Menghadapi Industri 5.0 dan Indonesia Emas 2045'.
Buku ke-30 tersebut nantinya diterbitkan pasca Sidang Terbuka Promosi Doktor di Bidang Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung rencananya bakal digelar pada, Sabtu 28 Januari 2023 mendatang. Hal tersebut diungkapkan olehnya di Jakarta, hari ini.
"Mengingat buku ini diangkat dari disertasi saya untuk Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (FH-UNPAD) Bandung, maka Buku tersebut akan diterbitkan dan diedarkan setelah mendapat masukan dan perbaikan dalam sidang promosi serta mendapat persetujuan para Guru Besar penguji yang dipimpin oleh Rektor UNPAD. Dalam penelitian untuk disertasi, saya menggunakan tiga kerangka pemikiran, yakni Grand Theory menggunakan Teori Negara Kesejahteraan, (Welfare State), Middle Theory menggunakan Teori Pembangunan, dan Applied Theory menggunakan Teori Hukum Transformatif yang diperkenalkan Prof Ramli," kata Bamsoet dalam keterangan, Senin (23/1/2023).
Bamsoet menjelaskan penelitian juga menggunakan perbandingan hukum atas penerapan pembangunan nasional yang dilakukan di lima Negara, meliputi Rusia, Jepang, Korea Selatan, Irlandia, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Adapun materi buku ini merupakan saripati dari disertasi yang telah berhasil dipertahankan dalam Sidang Tertutup Doktoralnya beberapa waktu lalu dan akan dipertahankan kembali dalam Sidang Promosi Doktoral (dengan penyempurnaan).
Ia menambahkan diskursus dihidupkan kembali Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) model GBHN dengan nomenklatur PPHN yang melatarbelakangi penelitian untuk disertasi. Urgensi keberadaan PPHN berangkat dari kebutuhan hadirnya prinsip-prinsip yang bersifat direktif. PPHN akan menjabarkan prinsip-prinsip normatif dalam konstitusi yang menjadi dasar politik negara, sebagai panduan atau pedoman bagi penyelenggaraan pembangunan nasional.
"Presiden Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri sendiri, dalam orasi ilmiahnya di Sidang Senat Terbuka Penetapan Gelar Profesor Kehormatan di Universitas Pertahanan Republik Indonesia (11/6/21), menegaskan perlunya Indonesia kembali memiliki 'haluan negara'," jelasnya.
Menurutnya, pengalaman Megawati memimpin Indonesia mulai dari 2001-2004 membuat dirinya merasakan sendiri ketiadaan haluan negara membuat roda pembangunan berjalan tidak berkelanjutan dan berkesinambungan.
"Ingat bahwa MPR tidak lagi memiliki kewenangan dalam menetapkan GBHN. Fungsi GBHN telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 - 2025," katanya.
Sayangnya, implementasi pengganti GBHN itu masih menyisakan beragam persoalan. kecenderungan eksekutif sentris, model sistem perencanaan pembangunan nasional itu memungkinkan RPJPN dilaksanakan tanpa konsistensi pada setiap periode pemerintahan.
Sebab implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) didasarkan pada visi dan misi presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilihan umum. Masing-masing mengedepankan visi dan misi yang berbeda dalam setiap periode pemerintahan.
"Buku ini, sebagaimana diurai secara ilmiah dalam disertasi, menawarkan solusi. Utamanya, menghadirkan PPHN tanpa perlu amandemen UUD NRI Tahun 1945. Pijakan atau bentuk hukum PPHN tanpa amandemen UUD NRI 1945 seperti apa, itulah yang akan ditawarkan melalui temuan baru hasil penelitian Bamsoet," ungkap Bamsoet.
Ia menjelaskan para pendiri bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan telah menyiapkan haluan negara sebagai road map pembangunan masa depan bangsa. Ia mencontohkan era Presiden Soekarno terdapat beberapa Ketetapan MPRS sebagai landasan perencanaan pembangunan.
Era Presiden Soeharto, GBHN diproyeksikan sebagai perencanaan pembangunan 25 tahunan. Untuk merealisasikan GBHN ditetapkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang terwujud dalam APBN. GBHN dan turunannya dijadikan sebagai pengejawantahan dari UUD 1945.
Sementara era reformasi, berdasarkan amandemen ketiga dan keempat konstitusi, MPR tidak lagi berwenang menetapkan GBHN. Perencanaan pembangunan digantikan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang ditetapkan undang-undang, dan diturunkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah, dan Pendek.
"Akibatnya presiden terpilih pasca Reformasi memiliki paradigma pembangunannya masing-masing. Presiden Abdurrahman Wahid yang kemudian dilanjutkan Presiden Megawati Soekarnoputri menghasilkan peraturan perundangan yang menjadi konsep clean and good government. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghasilkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), serta Presiden Joko Widodo dengan Nawacita. Masing-masing paradigma tidak memiliki keterkaitan, sehingga tidak salah jika terkesan pembangunan yang dilakukan antar periode pemerintahan tidak selaras dan tidak berkesinambungan," lanjutnya.
Menurutnya, dengan menghadirkan kembali haluan negara yang kini diberi nomenklatur PPHN bisa menjamin keselarasan dan kesinambungan pembangunan antara pusat dengan daerah. Serta antara satu periode pemerintahan ke periode penggantinya, baik di tingkat pusat hingga daerah bakal terjadi kesinambungan pembangunan.
Sekaligus memastikan pembangunan tidak hanya dijalankan berdasarkan pada pelaksanaan dengan memanfaatkan uang rakyat melalui APBN, melainkan terlebih dahulu didasarkan pada perencanaan yang matang. Ia mencontohkan rencana pembangunan ibu kota baru Indonesia (IKN) di Kalimantan Timur. Sehingga pelaksanaannya tidak akan mangkrak di tengah jalan.
PPHN merupakan dokumen hukum bagi penyelenggara pembangunan nasional yang berbasis kedaulatan rakyat. Adapun hal itu berarti rakyat melalui wakil-wakilnya dalam lembaga MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD, berhak merancang dan menetapkannya.
"Kehadiran PPHN membuat pembangunan nasional kembali menemukan roh dan jati dirinya sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan konstitusi. Sekaligus mengingatkan pada gagasan pentingnya perencanaan pembangunan nasional sebagaimana dikemukakan oleh pendiri bangsa pada tahun 1947 (75 tahun yang lalu) yang terlihat dalam tujuh bahan-bahan pokok indoktrinasi, tujuannya adalah mewujudkan Indonesia yang maju, sejahtera, dan makmur," tutup Bamsoet.
(prf/ega)Sentimen: netral (64%)