Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Bogor, Morowali, Pekalongan, Banjarmasin
Tokoh Terkait
Lato-Lato Jadi Polemik, KPAI: Jangan Berimbas pada Perampasan Hak Anak
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Permainan lato-lato menjadi tren saat ini. Namun, praktisi pendidikan memiliki perbedaan pendapat terkait tren permainan tersebut. Bahkan, sejumlah Dinas Pendidikan di berbagai daerah mengeluarkan surat edaran yang melarang peserta didik membawa dan memainkan lato-lato di lingkungan satuan pendidikan.
Berdasarkan catatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), surat edaran tersebut di antaranya dikeluarkan Dinas Pendidikan Pesisir Barat (Lampung), Kabupaten Bogor, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat (Jawa Barat), Kota Pekalongan (Jawa Tengah), Kota Banjarmasin (Kalimantan Selatan), dan Kota Siantar (Sumatra Utara).
Terdapat beberapa alasan pemda maupun sekolah melarang siswanya memainkan lato-lato. Misalnya surat edaran dari Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin yang melarang siswa membawa lato-lato, mulai dari jenjang TK, SD, hingga SMP.
Surat edaran tersebut ditujukan kepada pembina pengawas sekolah dan orangtua peserta didik.
Alasannya, pembelajaran harus berlangsung kondusif tanpa gangguan kebisingan dari suara lato-lato ketika dimainkan. Selain itu, ada yang beranggapan bahwa lato-lato bukan alat pendukung proses pembelajaran di sekolah.
Baca Juga: Usut Kasus Bentrok di Morowali Utara Sulawesi Tengah, Polisi Segera Periksa 46 Karyawan GNI
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti mengatakan, FSGI pada dasarnya mendukung terbitnya larangan bermain lato-lato melalui SE tersebut.
Ia menilai, larangan bermain lato-lato bukan berarti mencegah anak-anak untuk bisa bermain di sekolah.
”Surat edaran dari Dinas-Dinas Pendidikan tersebut tidak sama sekali melarang anak bermain. Pemda memahami bahwa bermain adalah hak anak sebagai mana dijamin dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Namun yang dilarang adalah membawa mainan lato-lato dan memain kannya di lingkungan sekolah. Ini dua hal yang berbeda. Anak boleh main lato-lato, tapi tidak di lingkungan satuan pendidikan,” kata Retno dalam keterangan pers pada Senin, 16 Januari 2023.
Ia menambahkan, lato-lato ketika dimainkan bersama-sama tanpa pengawasan dari orang dewasa bisa saja menimbulkan perselisihan dan memicu terjadinya kekerasan antarsesama anak.
Baca Juga: 6 Fakta Menarik Nepal, Negara Seribu Kuil hingga Yeti sang Makhluk Mitologi
Selain itu, jika lato-lato dimainkan terus-menerus, berpotensi bolanya pecah atau terlempar dan melukai anak lain di sekitarnya.
Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo mengatakan, Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada prinsipnya mewajibkan satuan pendidikan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan minat, bakat, potensi, dan kemampuan peserta didik untuk tercapainya tujuan pendidikan.
Namun, ia menilai, memfasilitasi peserta didik harus tetap selaras dengan tujuan pembelajaran dan kurikulum.
”Lato-lato bukanlah alat pembelajaran dalam kurikulum Pendidikan Nasional,” kata Heru yang juga Kepala SMPN di Jakarta.
Hak bermainAnggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono mengatakan, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
”KPAI memandang bermain lato-lato adalah bagian dari bentuk memenuhi hak anak, terutama pada hak tumbuh kembang dengan memanfaatkan waktu luang untuk bermain,” kata Aris.
Baca Juga: Liga 2 dan 3 Distop, Klub Datangi Menpora Zainudin Amali
Maka, pada konteks larang-melarang, kata Aris, jangan sampai berimbas pada perampasan hak anak untuk bermain.
Larangan itu dinilainya bisa berdampak pada masa depan anak, terutama dalam memberikan ruang pengembangan potensi minat dan bakat anak serta mengasah kreativitas dan kecerdasan pada anak.
Bermain lato-lato, katanya, jika dikelola dengan aturan yang baik, dapat dimanfaatkan untuk sarana mengasah motorik, keterampilan, ketangkasan, serta seni anak.
”Pada prinsipnya, satuan pendidikan wajib memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan minat, bakat, potensi, dan kemampuan peserta didik,” kata Aris.***
Sentimen: negatif (80%)