Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Malang
Tokoh Terkait
Dibuang dari Kopassus karena Cacat, Prajurit Ini Malah Bersinar Jadi Intelijen Soeharto
Oposisicerdas.com Jenis Media: News
Nama prajurit Kopassus Kolonel (Inf) Agus Hernoto mungkin masih asing di telinga. Namun di medan pertempuran Agus selalu meninggalkan kisah heroik. Seperti saat menumpas pemberontakan PRRI/Permesta hingga Operasi Banteng I untuk merebut Irian Barat, yang sekarang bernama Papua.
Dalam operasi Banteng I tersebut, Agus harus kehilangan kaki kirinya karena diamputasi akibat tertembak tentara Belanda. Karena keberaniannya itu, Presiden Soekarno memberikan penghargaan berupa kenaikan pangkat luar biasa kepada Agus Hernoto di Istana Merdeka, Jakarta pada 19 Februari 1963. Pangkat pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 1 Agustus 1930 ini pun naik dua tingkat dari Letnan Dua (Letda) menjadi Kapten.
Agus juga mendapatkan pernghargaan Satyalancana Satya Dharma yang disematkan langsung Wakil Menteri Pertama Bidang Pertahanan/Keamanan Jenderal TNI A.H Nasution. Sebelumnya, pada 1958 Agus juga menerima penghargaan Satyalancana Saptamarga karena menumpas PRRI/Permesta.
Meski berkaki satu, Agus dapat menjalankan tugas dengan baik di Kopassus. Namun harapan Agus mengabdi di kesatuannya tidak berlangsung lama, Komandannya Kolonel Moeng Parhadimoeljo mengeluarkan kebijakan baru di mana semua anggota yang invalid atau cacat akan dikeluarkan dari Korps Baret Merah tersebut.
Kebijakan itu pun langsung menimpa Agus, perwira operasi dalam Batalion I yang dipimpin Leonardus Benyamin (LB) Moerdani. Moeng Parhadimoeljo memutuskan untuk memindahkan Agus Hernoto ke Staf Umum Angkatan Darat III Bagian Organisasi. Agus dikeluarkan dari Kopassus karena invalid atau cacat.
”Dia (Agus Hernoto) hanya sebulan bertugas di Denma,” dikutip dalam buku biografi berjudul "Kolonel Inf. Agus Hernoto: Legenda Pasukan Komando dari Kopassus Sampai Operasi Khusus” Kamis (12/1/2023).
Mendengar Agus akan dikeluarkan dari Kopassus karena cacat, Benny Moerdani lalu emosi. Dia memprotes kebijakan tersebut yang dinilai tidak adil. Benny menilai, anak buahnya itu korban pertempuran, kehilangan satu kaki akibat melaksanakan perintah operasi. Meskipun invalid, Agus masih bisa menjalankan tugas selaku perwira dengan cakap.
Protes keras Benny Moerdani membela anak buahnya Agus Hernoto ini berujung pada berakhirnya karier kedua prajurit terbaik Korps Baret Merah itu di Kopassus.
Menteri/Pangad Letjen TNI Achmad Yani meminta Benny untuk menghadap Panglima Kostrad Mayjen TNI Soeharto. Pada 6 Januari 1965 Benny menyerahkan jabatannya sebagai Danyon I Kopassus. Setelah keluar dari Kopassus, Agus bergabung dengan Resimen Tjakrabirawa, pasukan pengawal Presiden Soekarno.
Namun selama bergabung dengan Tjakra Birawa, Agus merasa tidak nyaman. Benny Moerdani kemudian mengajaknya bergabung ke Kostrad. Keduanya kemudian melanjutkan karier militernya di dunia intelijen di bawah Wakil Asisten Intelijen Kostrad Letkol Ali Moertopo.
Dari sinilah karier keduanya melejit, Benny Moerdani saat iti menjadi tokoh militer dan intelijen. Begitu juga dengan Agus Hernoto yang kemudian menjadi kunci keberhasilan operasi khusus (Opsus) baik di dalam maupun di luar negeri di era pemerintahan Presiden Soeharto.
Foto: Kolonel (purn) Agus Hernoto dan Soehato/Tangkapan layar media sosial
Sentimen: negatif (99.1%)