Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: covid-19, Kemacetan, kebakaran
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Anggota Komisi V DPR Sebut Sistem Jalan Berbayar Di DKI Bebani Rakyat
Akurat.co Jenis Media: News
AKURAT.CO, Rencana penerapan Electronic Road Pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar di DKI Jakarta, mendapat sorotan tajam dari anggota Komisi V DPR RI Muhammad Fauzi. Ia meminta seluruh pihak terkait mengkaji secara matang aturan tersebut.
“Kebijakan ini apa sudah dipikir baik-baik. Kalau sistem ganjil genap yang berlaku sekarang, denda dikenakan saat masyarakat melanggar aturan. Tapi kalau ERP, melanggar atau tidak mereka harus berbayar,” papar politisi Partai Golkar itu di Jakarta, Jumat (13/12/2023).
Menurut Fauzi, memang tujuan sistem ERP untuk mengurangi kemacetan di jam sibuk dan krodit.
baca juga:Namun sebaiknya dipikirkan baik-baik jangan sampai membebani masyarakat yang saat ini ekonomi mereka belum pulih sejak pandemi Covid-19.
“Bicara kemacetan harus diselesaikan masalah secara efektif. Jangan malah memunculkan masalah baru. Karena ini membebani masyarakat. Padahal dalam pembangunan jalan, itu sudah ada partisipasi masyarakat dari pajak, mengapa harus dikenakan biaya lagi,” tandas Fauzi.
Soal kebijakan ERP ini berlaku hanya di jalan protokol, Fauzi mengatakan, masyarakat yang lewat di jalan protokol ibukota kemungkinan besar akan mencari atau menghindari jalur tersebut dan mencari jalan alternatif.
“Nah akibatnya jalan-jalan penyangga akan macet dan krodit. Ini justru akan menambah beban kawasan penyangga atau pinggiran di ibukota. Di kawasan elit lancar, tapi di pinggirannya tidak bergerak,” tambahnya.
Fauzi mengajukan beberapa opsi dan kebijakan lain untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Usulan ini didapatkan dari beberapa negara yang dikunjungi dan berhasil mengatasi kemacetan.
Pertama, setiap pemilik mobil harus memiliki garasi. Jadi pihak-pihak yang berkaitan dengan penjualan kendaraan harus mensyaratkan dan mensurvei rumah calon pembeli apakah mereka memiliki garasi atau tidak.
“Kebijakan ini kemungkinan akan mengurangi sekitar 20 persen kemacetan. Bayangkan sekarang ini di jalan-jalan kecil banyak mobil parkir di pinggir jalan. Dan motor di gang. Ini sudah pasti akan mengganggu warga terutama dalam aktivitas sehari-hari, dan hal-hal bersifat kedaruratan, seperti orang sakit, meninggal, kebakaran dan lainnya,” ujarnya.
Strategi kedua, kata Fauzi, batasi kepemilikan kendaraan. Kepemilikan yang dimaksud apabila ada keluarga yang mampu untuk memiliki lebih dari satu, maka harus dibatasi sesuai jumlah keluarga yang ada.
Satu anggota cukup satu mobil. Dan hal itu harus diikuti dengan dikenakan pajak progresif berganda.
Strategi ketiga, lanjutnya, batasi umur kendaraan yang dapat berlalu lintas di Ibukota. Ini juga sebagai solusi, jika pengusaha mobil dan motor khawatir produksinya tidak terjual, karena pembatasan kepemilikan.
“Misalnya batas umur kendaraan di Jakarta maksimal 20 tahun. Setelah itu harus keluar dari Ibukota. Dan ini akan berdampak pada peluang usaha perbengkelan di daerah-daerah,” tukasnya.
Usulan keempat, menurut Fauzi, bisa ambil contoh di Singapura. Di sana ada pajak khusus bertarif murah yang diberikan kepada pemilik kendaraan. Dengan catatan, kendaraan tersebut hanya bisa digunakan di luar jam kerja dan hari libur.
Jadi, jika kendaraan itu digunakan di hari kerja, maka pemilik akan dikenakan denda sangat tinggi.
“Nah cara ini lebih banyak dimanfaatkan oleh pegawai negeri sipil atau karyawan swasta dan pihak-pihak lainnya,” ujarnya.
Usulan kelima, hal ini juga harus diikuti dengan penyempurnaan alat dan kelengkapan transportasi sehingga masyarakat merasa nyaman dan aman saat menggunakannya.
Fauzi menambahkan, sebaiknya perusahaan pembiayaan dan otomotif jangan terlalu murah menetapkan uang muka (DP) untuk pembelian kendaraan dengan cara angsuran.
“Karena ini mendorong masyarakat kita menjadi konsumtif, dan mengejar prestise,” pungkasnya.
Kebijakan ERP saat ini masih fokus pada pembahasan regulasi.
Pemprov DKI tengah mematangkan berbagai aturan dan sudah masuk dalam program peraturan daerah tahun 2022 dan 2023.
“Kebijakan ERP ini sedang dibahas bersama DPRD dan jika selesai maka akan langsung diterapkan,” ungkap Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, Rabu, (11//1/2023).
Terakhir, Fauzi berharap agar para anggota DPRD DKI Jakarta dalam pembahasan ERP bersama pemerintah DKI dapat menghasilkan sesuatu yang dapat menyelesaikan masalah, tapi tidak membebankan masyarakat.
Sentimen: negatif (88.9%)