Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Institusi: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Pengamat: Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Lebih Relevan di Era Medsos
Infosurabaya.id Jenis Media: News
Partai Golkar menjadi inisiator pertemuan sejumlah elite partai politik untuk menyampaikan sikap bersama terkait penolakan wacana berlakunya lagi sistem pemilu proporsional tertutup.
Sebanyak delapan parpol yang punya wakil di parlemen (DPR RI) berkomitmen mendukung sistem pemilu proporsional terbuka. Sementara PDI Perjuangan mendukung sistem proporsional tertutup.
“Ini ada kepentingan bersama terkait dengan kedaulatan rakyat dan ini bukan hanya dirasakan Partai Golkar, tapi oleh seluruh partai peserta pemilu,” ucap Airlangga Hartarto Ketua Umum Partai Golkar, Minggu (8/1/2023), di Jakarta.
Menurut Ray Rangkuti Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, argumen untuk kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup tidak cenderung terjebak ke masa lalu.
Berbeda dengan argumen pendukung proporsional terbuka yang cenderung berkembang dan berdimensi masa depan.
“Saya kira parpol yang mendukung mempertahankan argumen proporsional terbuka jauh lebih banyak, bisa tiga kali lipat dari parpol yang mendukung kembali ke proporsional tertutup,” ujarnya di Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Direktur Lingkar Madani itu mengungkapkan, ada tiga garis besar argumen yang mendukung sistem proporsional tertutup, yaitu peserta pemilu adalah parpol, konsolidasi parpol, dan pemilu berbiaya rendah.
Sedangkan, argumen pendukung sistem proporsional terbuka terus berkembang.
“Kalau itu berdimensi masa lalu, sudah kita alami. Justru terbuka itu adalah titik balik dari yang lalu,” ucapnya.
Ray menjelaskan argumen penguat sistem proporsional terbuka yang berhubungan dengan masa depan adalah perkembangan media sosial.
“Kita hidup di era teknologi, di mana media sosial menjadi perangkat yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Politik juga bisa diatur media sosial. Sudah banyak keputusan-keputusan politik berdasarkan suara masyarakat lewat media sosial. Artinya, dominasi atau peran media sosial di masa mendatang untuk menentukan wajah-wajah politik jauh lebih kuat dibandingkan dengan peran partai politik,” paparnya.
Maka dari itu, dia berpendapat tidak relevan lagi mendorong penguatan partai politik di masa depan.
“Kalau di era seperti sekarang kita masih berpikir penguatan partai jelas tidak masuk akal. Itu di era 1960an, 1970an, relevan karena kita belum menemukan media sosial, di mana orang dalam menyalurkan aspirasi, mengadvokasi kebijakan itu tidak lain kecuali melalui partai,” tegasnya.
Sementara itu, Firman Manan Direktur Eksekutif Indonesian Politics Research & Consulting (IPRC) mengatakan, penolakan sistem proporsional tertutup harus dibarengi dengan mengatasi kelemahan sistem pemilu proporsional terbuka.
“Delapan parpol menolak sistem tertutup. Seharusnya bukan hanya menolak, tapi apa yang bisa dilakukan untuk perbaikan atas berbagai kritik-kritik terkait kelemahan sistem proposional terbuka,” katanya.
Kritik terkait sistem proporsional terbuka antara lain politik uang dan juga kurangnya kedekatan parpol dengan masyarakat.
“Apa yang akan dan sedang dilakukan parpol kalau di Pemilu 2024 masih tetap proporsional terbuka, maka parpol sedang melakukan langkah antisipatif. Sehingga, para kader yang akan mencalonkan diri di Pileg tidak melakukan praktik politik uang,” imbuhnya.
Dosen Ilmu Politik di Universitas Padjajaran itu menambahkan, proporsional terbuka menjauhkan partai dengan publik, karena cenderung lebih dekat dengan kandidat.
“Yang penting itu apa yang selama ini sudah dilakukan parpol dan apa yang akan dilakukan ke depan supaya Party ID bisa meningkat, dan kedekatan warga dan partai akan semakin baik,” lanjutnya.
Dia menyebut, Party ID terkait erat dengan kinerja partai. Sedangkan level kepercayaan publik kepada partai relatif rendah.
“Kuncinya, apa yang sedang dan akan dilakukan parpol untuk mengembalikan kepercayaan publik. Kemudian, bagaimana parpol mendekatkan diri pada rakyat. Kalau itu dilakukan, itu lebih ideal,” tutup Firman.(rid/faz)
Sentimen: netral (99.2%)