Penjelasan Peneliti BRIN Soal Pulau Baru Muncul Usai Gempa Maluku, Bukan Fenomena Pertama di Indonesia
Prfmnews.id Jenis Media: Nasional
PRFMNEWS – Peneliti dari Pusat Riset Geoteknologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Yulianto menjelaskan penyebab munculnya pulau baru di Desa Teinaman, Kecamatan Tanimbar Utara, setelah gempa berkekuatan magnitudo 7,5 mengguncang Maluku.
Pulau baru di Tanimbar Utara ini muncul di permukaan air laut yang berupa tumpukan material usai guncangan gempa besar Magnitudo 7,5 terjadi di Maluku pada Selasa, 10 Januari 2023 dini hari.
Selain penyebab, peneliti BRIN ini juga mengungkap bahwa fenomena kemunculan pulau baru di Tanimbar Utara usai terjadinya gempa Maluku bukanlah yang pertama di Indonesia.
Baca Juga: Pulau Baru Muncul di Tanimbar Usai Gempa M 7,5 Peneliti BRIN Ungkap Penyebabnya
Kemunculan pulau baru usai gempa pernah terjadi di IndonesiaEko Yulianto menyatakan fenomena pulau baru yang muncul setelah gempa juga pernah terjadi di beberapa wilayah lain Indonesia.
Eko memastikan fenomena kemunculan pulau baru usai gempa thrust (sesar naik) yang mengguncang Maluku adalah hal yang wajar terjadi akibat patahan gempa bumi.
Secara umum, ujarnya, hampir semua pulau di Indonesia juga muncul akibat dua fenomena utama, yaitu pengangkatan tektonik dan pertumbuhan gunung api (vulkanik).
Baca Juga: Pulau Baru Muncul di Kepulauan Tanimbar Usai Gempa M7,5 di Maluku
Pulau baru muncul usai gempa terjadi berulang kali selama jutaaan tahunProses ini terjadi berulang kali selama jutaan tahun. Setiap gempa besar dangkal dengan mekanisme gerak sesar naik terjadi, maka akan mengangkat dasar laut sedikit demi sedikit hingga menyembul ke atas dan terbentuklah pulau baru.
Ia mengatakan pengangkatan dan penurunan daratan oleh mekanisme siklus gempa disebabkan oleh dua fase utama, yakni inter-seismic dan coseismic.
Fase inter-seismic merupakan fase awal gempa bumi dan fase coseismic adalah fase ketika gempa tektonik terjadi.
“Inter-seismic adalah fase di antara 2 gempa, ketika lempeng samudra menunjam di bawah lempeng benua dan menyeretnya turun pelan-pelan dengan kecepatan tidak lebih dari tumbuhnya kuku jari kita,” terang Eko, dikutip prfmnews.id dari keterangan tertulis di akun Twitter-nya.
Baca Juga: Hunian Tetap untuk Korban Gempa Cianjur Ditargetkan Rampung Sebelum Lebaran Idulfitri
Salah satu contoh kasus usai gempa bumi di AcehEko mencontohkan, fenomena serupa terjadi saat gempa tsunami Aceh Magnitudo 9,3 pada 26 Desember 2004. Bagian utara Pulau Simeulue terangkat sekitar 3 meter memunculkan pulau baru, sedangkan bagian selatannya turun.
“Saat gempa Nias Maret 2005, bagian selatan Simeulue terangkat naik dan bagian utaranya turun. Pengangkatan setinggi 3 meter ini mengakibatkan banyak sumur masyarakat airnya menghilang tiba-tiba,” lanjutnya.
Sebaliknya, pantai-pantai di Aceh tiba-tiba turun sehingga banyak daratan tenggelam perlahan dan berubah jadi laut yang mengakibatkan pohon-pohon ikut tenggelam.
“Saat energi terkumpul melampaui plastisitas kerak bumi, kerak patah dan terangkat (nyembul) energi lepas sebagai gempa. Inilah fase co-seismic. Pantai-pantai, pulau-pulau Simeulue dkk terangkat tiba-tiba dan pantai-pantai Sumatra tenggelam tiba-tiba juga,” jelasnya.
Baca Juga: Informasi Gempa Hari ini, Gempa Magnitudo 4,9 Guncang Pangandaran Pagi ini
Kemungkinan tentang Laut DangkalSementara terkait fenomena di Tanimbar Utara setelah gempa sesar naik Magnitudo 7,5, Eko menyebut ada kemungkinan di tempat kemunculan pulau baru itu sebelumnya memang sudah berupa laut dangkal.
“Sehingga ketika semalam gempa menyentaknya, dasar laut dangkal ini bisa menyembul ke atas permukaan laut menjadi pulau baru,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa siklus serupa belum akan berhenti sampai kiamat, yang artinya akan ada pulau baru muncul dan ada yang akan tenggelam saat gempa besar dangkal terjadi.***
Sentimen: positif (48.5%)