Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
BUMN: Garuda Indonesia
Institusi: Universitas Indonesia, Universitas Trisakti
Kab/Kota: Kartini, Sydney
Kasus: HAM
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Profil Yenny Wahid dan Perjalanan Kariernya yang Sempat Menjadi Wartawan
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT – Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, M.P.A atau akrab disapa Yenny Wahid adalah seorang politikus Indonesia sekaligus aktivis Nahdlatul Ulama.
Yenny Wahid merupakan anak kedua dari pasangan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Sinta Nuriyah. Ia mempunyai seorang kakak yang bernama Alisa Wahid, dan dua orang adik bernama Anita Wahid dan Inayah Wahid.
Putri Presiden Republik Indonesia ke-4 itu menikah dengan Dhorir Farisi pada 15 Oktober 2009. Ia dikaruniai tiga anak bernama Malica Aurora Madhura (2010), Amira (2012), dan Raisa Isabella Hasna (2014).
Aktivis yang lahir pada 29 Oktober 1974 itu terlahir dari lingkungan keluarga Nahdlatul Ulama. Hal itu menjadikan pola pikirnya tidak jauh berbeda dengan mendiang saag Ayah. Diketahui, Gus Dur selalu mengedepankan Islam yang moderat, menghargai toleransi, dan membawa kedamaian.
Baca Juga: Didukung Maju Bersama Ganjar Pranowo di Pilpres 2024, Yenny Wahid: di Mana pun Berada, Saya Komitmen
Meskipun dari keluarga pesantren, ibu dari tiga anak itu justru berbeda dengan kebanyakan anak-anak kiai lainnya. Ia justru disekolahkan di sekolah umum.
Menurut riwayat pendidikan Yenny Wahid, diketahui ia merupakan lulusan dari SMA Negeri 28 Jakarta. Setelah lulus SMA pada tahun 1992, ia melanjutkan studinya di Universitas Indonesia jurusan Psikologi.
Kemudian, Yenny memutuskan keluar dari Universitas Indonesia atas saran dari ayahnya, ia meneruskan pendidikannya di Universitas Trisakti Jurusan Visual.
Aktivis kelahiran Jombang, Jawa Timur itu sempat menjadi wartawan sebagai koresponden koran terbitan The Sydney Morning Herald dan The Age pada tahun 1997 dan 1999.
Baca Juga: Profil Joko Anwar, Sutradara yang Jatuh Cinta pada Film Horor Sejak Kecil
Ketika menjadi wartawan, ia terlibat dalam peliputan atmosfer Jakarta yang mencekam menjelang Reformasi 1998. Saat itu, ia pernah ditodong senjata oleh oknum anggota ABRI yang sedang mengamankan jalan lingkar Trisakti.
Selain itu, sebelumnya ia pernah melakukan tugas wartawan saat referendum Timor Timur. Ketika melakukan tugasnya, ia pernah mendapat perlakuan kasar dari oknum milisi hingga mengharuskan ia kembali ke Jakarta.
Akan tetapi, seminggu kemudian ia kembali ke sana dan liputannya mengenai Timor Timur pascareferendum mendapatkan anugerah Walkley Award.
Ketika sang ayah menjabat sebagai Presiden pada tahun 1999, ia memutuskan untuk berhenti sebagai wartawan. Karena kondisi fisik ayahnya yang terbatas, ia selalu mengikuti kemana pun ayahnya pergi dan selalu berusaha mendampinginya.
Baca Juga: Termasuk Lesti Kejora, Yenny Wahid Ingatkan Bahaya Tinggal dalam Lingkungan KDRT Bagi Anak
Lalu, setelah ayahnya tidak menjabat Presiden pada 2001, ia meneruskan pendidikannya untuk mengejar gelar S2 di Universitas Harvard, Boston dalam jurusan Administrasi Publik.
Setelah kembali dari Amerika Serikat pada tahun 2004, ia menjabat sebagai direktur The Wahid Institute, yang saat itu baru berdiri, hingga saat ini. Organisasi tersebut didirikan bersama sang ayah dan beberapa tokoh lainnya.
Dalam pemerintahan Presiden ke-6 yakni Susilo Bambang Yudhoyono, Yenny sempat mengabdi sebagai staf khusus di bidang Komunikasi Politik. Namun, tak berselang lama, Yenny akhirnya mengundurkan diri dan ia hanya menjabat selama satu tahun.
Alasan ia mengundurkan diri dari jabatan tersebut adalah ia tidak ingin adanya perbedaan kepentingan dengan jabatannya di Partai Kebangkitan Bangsa. Diketahui, saat itu Yenny menjabat sebagai sekjen Partai Kebangkitan Bangsa periode 2005-2010, namun pada 2008 ia berhenti dari jabatan tersebut.
Sejak ditinggalkan sang ayah pada 30 Desember 2009, berat beban di pundak aktivis perempuan tak kenal lelah ini bertambah. Ia terus menyebarkan pemikiran-pemikiran ayahnya tentang toleransi, demokrasi, dan pluralisme.
Di tahun 2009 juga, ia pernah dinobatkan sebagai salah satu penerima penghargaan Young Global Leader dari World Economic Forum bersanding dengan sejumlah tokoh seperti Mark Zuckenberg dan Tiger Woods, dan ia juga merupakan anggota dari Global Council on Faith.
Setelah itu, Yenny mendirikan partai politik sendiri dengan nama Partai Kedaulatan Bangsa. Namun karena tidak lolos verifikasi badan hukum partai politik oleh Kementerian Hukum dan HAM, ia bersatu dengan Partai Indonesia Baru (PIB).
PIB merupakan partai yang dipimpin oleh Kartini Sjahrir, partai itu akhirnya melebur dengan partai Yenny Wahid hingga namanya menjadi Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB) dan dibentuk pada tahun 2012. Dalam partai tersebut, Yenny ditunjuk sebagai ketua umum.
Pada Agustus 2020, Yenny ditunjuk sebagai Komisaris Independen Garuda Indonesia. Namun, ia mengundurkan diri dari jabatan tersebut pada Agustus 2021. Alasan ia mundur dari jabatan tersebut lantaran ingin membantu meringankan beban perusahaan. (Rifki Ahmad Ferdiansyah)***
Sentimen: negatif (57.1%)