Sentimen
Negatif (99%)
7 Jan 2023 : 19.42
Informasi Tambahan

Kasus: covid-19

Tokoh Terkait

Gerbang Tani Kritik Keras Kebijakan Pemerintah Soal Impor Pangan

8 Jan 2023 : 02.42 Views 3

Radarbangsa.com Radarbangsa.com Jenis Media: News

Gerbang Tani Kritik Keras Kebijakan Pemerintah Soal Impor Pangan

RADARBANGSA.COM - Ketua Umum Gerbang Tani, Idham Arsyad mengkritisi kebijakan Pemerintah soal rencana impor beras 500 ribu ton denga alasan untuk menjaga cadangan nasional serta rencana untuk mengimpor gula putih kristal hampir 1 juta ton tahun depan, serta impor pangan komoditi lainnya. Menurutnya, kebijakan ini memberikan gambaran kepada rakyat Indonesia bahwa sebenarnya selama kekuasaan pemerintahan Jokowi, kemandirian dan kedaulatan pangan tidaklah menjadi prioritas.

“Meskipun kedaulatan pangan tercantum dalam program kerja pemerintahan, akan tetapi dalam praktiknya semakin menjauhkan kita untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan pangan,” kata Idham Arsyad dalam rilisnya, Jumat, 6 Januari 2023.

Menurut Idham, kejadian besar dunia belakangan ini harusnya menjadi pelajaran penting. Seperti Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan gangguan terhadap pangan secara global, baik dari sisi produksi dan ketersediaan pangan secara global dan terutama sekali dari sisi distribusi yang mengalami hambatan sehingga krisis pangan global menjadi ancaman bagi negara-negara di dunia.

“Begitu juga krisis politik akibat perang Rusia dan Ukraina mengakibatkan pupuk jadi persoalan global yang memicu harga pangan seca global meningkat. Lalu dampak dari perubahan iklim juga sangat berpengaruh terhadap produksi pangan global dan termasuk Indonesia,” ungkapnya.

Idham menuturkan bahwa bagi negara-negara yang mengandalkan impor, kejadian besar tersebut seharusnya menyadarkan para pemimpin kebijakan negara bahwa ketergantungan terhadap impor sangat berbahaya dan berdampak serius terhadap stabilitas ekonomi politik.

“Cara pandang terhadap pangan hanya ditempatkan sebagai produk yang harus tetap ada di pasar untuk menjaga agar produk tidak langka. Dengan cara pandang seperti itu, lahan pertanian kita semakin menyusut, industri ekstraktif terus menggila dan ketersediaan pangan kita diselesaikan dengan impor,” tuturnya.

Idham juga menyampaikan bahwa evaluasi terhadap kegagalan Pemerintahan Jokowi dalam mengelola pangan dapat terlihat dari indikasi berikut: Kehadiran UU Cipta Kerja menunjukkan bahwa rezim pemerintahan Jokowi adalah rezim yang mengandalkan impor sebagai tumpuan dari ketahanan pangan. Sebab UU Cipta Kerja menjadikan impor pangan menjadi prioritas ketersediaan pangan nasional. Padahal dalam UU Pangan, impor adalah pilihan terakhir jika produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak cukup. Sehingga tidak mengherankan jika impor selalu menjadi kebijakan untuk menjaga ketersediaan pangan.

“Indonesia sebagai negara agraris tidak mampu melakukan pemetaan, konsolidasi lahan dan peta produksi secara nasional. Pemerintah selalu gagap jika berkaitan dengan berapa jumlah produksi pangan nasional, di antara pemangku kepentingan selalu berbeda cara hitungnya dan tidak ada kepastian data yang jelas sehingga berdampak pada pengambilan keputusan yang salah.

Sementara itu, lanjut Idham, Food Estate sampai saat ini terbengkalai dan tidak jelas bagaimana program food estate memenuhi kebutuhan pangan nasional, program-program skala nasional hanya menghabiskan anggaran negara, dan tidak berkontribusi secara nyata terhadap ketersediaan pangan apalagi kedaulatan pangan.

Begitu juga dengan pupuk bersubsidi bermasalah menyebabkan petani kesulitan menanam. Setiap tahun masalah pakan ternak dan kedelai terus muncul dengan persoalan sama, naik harga karena beban kenaikan harga impor bahan baku.

“BUMN Pangan gagal membangun transformasi ekosistem pangan sebagaimana yang dicita-citakan saat dilakukan penggabungan. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan dalam mengantisipasi gejolak harga pangan, kelangkaan minyak goreng, kelangkaan pupuk. Tidak ada road map nasional sehingga ketahanan pangan dan kedaulatan pangan nasional jelas arah kebijakannya,” tegasnya.

Sentimen: negatif (99.6%)