Sentimen
Positif (100%)
6 Jan 2023 : 12.35
Informasi Tambahan

Hewan: Gajah

Kasus: Kemacetan

Partai Terkait

Angkutan Umum Mestinya Jadi Sasaran Utama Subsidi Kendaraan Listrik

Merahputih.com Merahputih.com Jenis Media: News

6 Jan 2023 : 12.35
Angkutan Umum Mestinya Jadi Sasaran Utama Subsidi Kendaraan Listrik

MerahPutih.com - Pemerintah tengah mendorong penggunaan kendaraan listrik untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak (BBM) hingga mengurangi jumlah polusi. Sayangnya, jumlah masyarakat yang beralih ke kendaraan listrik masih rendah.

Guna mendorong agar masyarakat dapat beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil seperti bensin, ke daya listrik iming-iming menggiurkan diobral pemerintah. Setidaknya ada 4 hal yang ditawarkan pemerintah.

1. Subsidi

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pernah mengungkapkan bahwa pemerintah akan memberikan insentif ke masyarakat yang akan membeli mobil listrik dan motor listrik. Insentif yang diberikan yaitu subsidi hingga Rp 80 juta untuk pembelian mobil listrik dan Rp 8 juta untuk pembelian motor listrik.

2. Penghapusan Pajak Kendaraan Listrik

Agar industri kendaraan listrik di Indonesia terus menggeliat, pemerintah memberi "karpet merah" yaitu meniadakan pajak kendaraan listrik. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pernah mengatakan, penerapan kebijakan penghapusan pajak kendaraan listrik diperlukan agar produsen tidak kabur ke Thailand. Mengingat, negeri Gajah Putih tersebut merupakan kompetitor utama Indonesia.

3. Bebas Ganjil Genap

Keistimewaan yang menggiurkan bagi pengendara kendaraan listrik yaitu wacana bebas kebijakan ganjil genap. Seperti diketahui, tujuan awal adanya ganjil genap untuk menekan volume kendaraan bermotor khususnya mobil.

4. Tarif parkir murah

Jika beberapa pusat perbelanjaan di Jakarta menerapkan tarif parkir tinggi, saat ini pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membahas kemungkinan insentif kendaraan listrik berupa tarif murah.

Tuai Kritik

Kebijakan ini menuai pro dan kontra, utamanya terkait besaran yang dianggap sangat besar untuk sebuah program yang menyasar kendaraan pribadi.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menegaskan, pihaknya menolak keras rencana Pemerintah menggelontorkan subsidi bagi pembelian kendaraan listrik. Menurutnya, rencana tersebut melukai rasa keadilan masyarakat.

“Pengguna motor dan mobil listrik itu kan relatif masyarakat kelas menengah dan atas. Mereka tidak membutuhkan subsidi. Yang butuh subsidi adalah masyarakat yang tidak mampu untuk membeli komoditas pupuk, listrik, BBM, dan lainnya. Ini kan paradoks. Pasalnya, subsidi untuk masyarakat menengah dan atas jor-joran, sementara subsidi untuk masyarakat yang tidak mampu malah ditahan-tahan,” ujar Mulyanto dalam keterangan persnya.

Anggota Komisi VII DPR Ratna Juwita Sari menilai, kebijakan ini bisa hanya membuang-buang anggaran bila tidak didukung kemampuan finansial dan infrastruktur.

"Terkait usulan pemerintah soal rencana subsidi mobil listrik kalau menurut saya hal tersebut terlalu dini," kata Ratna Juwita di Jakarta.

Baca Juga:

Lesgislator PKS Sebut Subsidi Kendaraan Listrik Lukai Rasa Keadilan Masyarakat

Begitupun dengan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Bachtiar Najamudin yang meminta pemerintah tidak gegabah memberikan subsidi kendaraan listrik agar tidak membebani APBN di tengah ancaman resesi ekonomi global dan meningkatnya potensi bencana alam nasional saat ini.

"Pada prinsipnya kami sangat mendukung upaya transisi energi dan pengurangan emisi karbon yang dilakukan oleh pemerintah pada kendaraan bermotor. Karena di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70 persen," kata Sultan dalam keterangannya

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mendukung rencana pemberian insentif kendaraan listrik. Namun, dia menyatakan kebijakan ini semestinya diprioritaskan ke program konversi sepeda motor berbasis BBM ke listrik – terutama yang berusia di atas 6 tahun.

“Untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik, program konversi harus jor-joran,” kata dia.

Menurut Fabby, program konversi sepeda motor sangat penting karena kendaraan ini tak hanya digunakan untuk mobilitas pribadi, tapi juga mencari nafkah. Misalnya oleh para kurir barang maupun ojek online.

Karena itulah, dia memperkirakan pemberian subsidi akan mengurangi dampak lingkungan dari pengiriman barang maupun ojek online. Subsidi juga mampu mengurangi beban ekonomi masyarakat menengah ke bawah.

Berbeda dengan pembelian unit baru, proses konversi sepeda motor listrik juga tak menambah terlalu banyak perangkat ataupun menambah jumlah sepeda motor di masyarakat. Warga dapat mempertahankan body sepeda motornya, tapi dengan mesin baru yang dilengkapi baterai.

Pelaksanaan kebijakan subsidi konversi sepeda motor juga diprediksi lebih diminati masyarakat. Sebab, menurut survei IESR di sejumlah bengkel (tidak dipublikasi), proses konversi sepeda motor listrik menelan biaya Rp 15-23 juta. Dengan adanya subsidi dari pemerintah, biaya ini dapat ditekan menjadi Rp 10-18 juta.

Sementara survei yang sama juga mendata minat masyarakat melakukan konversi ada di angka Rp 5-8 juta per unit.

Peneliti IESR Faris Adnan mengatakan pemerintah bisa bekerja sama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran baterai. Harapannya, perusahaan ini turut menyediakan unit baterai perdana – yang bisa ditukarkan apabila dayanya habis.

Dia menaksir skema ini dapat memangkas ongkos konversi sekitar Rp 6 juta per unit, sehingga total biaya yang harus ditanggung masyarakat hanya sekitar Rp 4-12 juta per unit.

Selain konversi motor, subsidi bagi bus listrik juga perlu didukung agar mempercepat proses transisi transportasi publik yang rendah emisi. Angka kemacetan di kota-kota besar juga bisa berkurang.

Terkait subsidi pembelian mobil listrik, Fabby mengemukakan program ini belum diperlukan. Ketimbang mengeluarkan duit negara untuk subsidi mobil. Pemerintah bisa memprioritaskan program pemerataan akses energi yang berkualitas, telekomunikasi, hingga infrastruktur. Duit juga dapat dialokasikan untuk membangun lebih banyak stasiun pengisian ulang baterai yang sangat penting untuk memperkuat pasar kendaraan listrik.

Program ini juga dianggap tidak tepat sasaran karena hanya menyentuh masyarakat kalangan ekonomi menengah ke atas. Harga mobil listrik saat ini rata-rata di atas Rp 800 juta. Sementara, porsi penjualan mobil seharga Rp 500 jutaan atau lebih hanya 1% dari total pangsa pasar di Indonesia.

Dampak pada Lingkungan

Ekonom energi dan transportasi dari Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) Alloysius Joko Purwanto menilai pemerintah juga harus memikirkan dampak lingkungan dari upaya menggenjot pasar kendaraan listrik. Misalnya, peningkatan penggunaan baterai karena pertumbuhan pasar kendaraan listrik akan menaikkan permintaan nikel domestik. Sementara, penambangan nikel di sejumlah wilayah di Indonesia masih terbelit persoalan lingkungan.

Dampak lainnya adalah konsumsi energi yang lebih besar untuk membuat kendaraan listrik. Besarnya konsumsi energi berasal dari kebutuhan untuk pembuatan bahan kendaraan yang lebih ringan.

“Beberapa studi menunjukkan jejak karbon fabrikasi kendaraan listrik sebanding dengan kendaraan konvensional. Beberapa studi lainnya juga menunjukkan bahwa itu (jejak karbon fabrikasi kendaraan listrik) malah lebih besar,” kata Joko. (*)

Baca Juga:

Pimpinan DPD Minta Pemerintah tidak Gegabah Beri Subsidi Kendaraan Listrik

Sentimen: positif (100%)