Sentimen
Netral (76%)
3 Jan 2023 : 19.23

Fahri Bachmid: Perppu Cipta Kerja Kebijakan yang Destruktif Atas Supremasi Konstitusi

4 Jan 2023 : 02.23 Views 2

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: News

Fahri Bachmid: Perppu Cipta Kerja Kebijakan yang Destruktif Atas Supremasi Konstitusi

Dia menjelaskan, secara terminologi, ketentuan norma Pasal 22 UUD 1945 mengandung pengertian bahwa kegentingan yang memaksa menjadi syarat kondisional yang harus terpenuhi, sebelum presiden mempergunakan kewenangan menetapkan Perppu. Jika ditinjau dari aspek ini, seharusnya pengawasan yang dilakukan DPR atas penerbitan Perppu, diorientasikan pada apakah telah terpenuhi keadaan kegentingan yang memaksa ataukah tidak. Sehingga sangat tepat jika DPR menilai substansi atau materi muatan dari Perppu tersebut,

"Seandainya dalam Sidang Paripurna DPR, presiden tidak bisa membuktikan serta menunjukkan adanya keadaan kegentingan yang memaksa maka tentunya menurut ketentuan norma Pasal 22 ayat (3) UUD 1945 Perppu tersebut harus dicabut," tegas dia.

Setidaknya ada tiga alasan mengapa Perppu harus dicabut. Pertama, kata dia, apabila dalam pembahasan Paripurna DPR diketahui bahwa Perppu tersebut bertentangan dengan hakikat Perppu yaitu tidak memenuhi Syarat “keadaan kegentingan yang memaksa”, maka presiden sebenarnya dinyatakan tidak berwenang menetapkan Perppu

"Kedua perintah pencaburan ini untuk menghindari tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau kemungkinan adanya tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan dengan instrumen hukum Perppu itu dan ketiga Perppu yang dibuat secara sepihak oleh presiden, dengan konstruksi tersebut, diharapkan agar DPR dapat memainkan peran-peran signifikan secara konstitusional dalam fungsi "Checks and balances" dalam rangka mendinamisir pemerintahan yang terbatas," terang dia.

Sebelumnya dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang amarnya menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”; serta Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan.

Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen. Hal itu adalah mandat konstitusional yang dikirimkan oleh MK kepada Presiden dan DPR untuk melakukan perbaikan atas UU a quo.

"Reasoning secara konstitusional atas putusan ini tentunya sangat gamblang, sebagaimana telah dirumuskan dalam putusan MK itu, bahwa proses pembahasan UU Cipta Kerja melanggar prinsip-prinsip fundamental sebagai sebuah negara demokrasi konstitusional, MK menegaskan bahwa oleh karena itu, selain menggunakan aturan legal formal berupa peraturan perundang-undangan, partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna sehingga tercipta/terwujud partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh," terang Fahri.

 

Sentimen: netral (76.2%)