Saat Luhut Kesal Kasus Montara tak Tuntas Sebelum Era Jokowi
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menegaskan, meskipun pemimpin negara Indonesia berganti, kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor tetap harus ditindaklanjuti sampai tuntas.
Luhut mengaku kesal lantaran kasus itu tak kunjung usai sejak tahun 2009 silam. Ia menegaskan bahwa kasus tumpahan minyak Montara ini seharusnya sudah selesai sebelum zaman Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Janganlah kita pura-pura melupakan. Terus terang saya kesal ini. Karena harusnya selesai sebelum zaman presiden Jokowi. Tapi sudahlah kita jangan cari yang lalu," ujar Luhut dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (24/11/2022).
Lantas, bagaimana nasib Laut Timor yang tercemar akibat dari insiden tersebut?
Luhut menegaskan bahwa pemerintah akan melanjutkan gugatan kepada PTT Exploration and Production (PTTEP), meskipun ada pergantian kepemimpinan kepala negara nantinya. Sebagaimana diketahui, masa jabatan Presiden Jokowi kurang dari dua tahun lagi.
"Karena kalau pergantian pemerintah mendatang ya nggak apa-apa kita terusin, kita buat. Karena kita melindungi lingkungan dan melindungi rakyat kita. Itu tugas pemerintah siapapun presidennya. Jadi nggak boleh main main," tegas Luhut.
Untuk diketahui, kasus ini bermula dari meledaknya anjungan minyak Montara milik PTTEP di lepas landas kontinen Australia. Peristiwa itu menyebabkan terjadinya tumpahan minyak dan mencemari perairan Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 21 Agustus 2009 yang lalu.
Tumpahan minyak dengan volume lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor selama 74 hari. Tumpahan minyak itu juga berdampak hingga ke pesisir Indonesia.
Luas tumpahan diperkirakan mencapai kurang lebih 92 ribu meter persegi. Sebanyak 13 kabupaten di NTT terkena dampak dari kasus Montara itu.
Namun, dampak yang ditimbulkan dari kasus tumpahan minyak tersebut sampai saat ini masih dirasakan oleh masyarakat, terutama di Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Kupang yang tercemar akibat tumpahan tersebut.
Gugatan perdata
Pemerintah Indonesia berencana mengajukan gugatan perdata terkait kasus tersebut. Rencananya gugatan perdata akan dilayangkan pada Semester I-2023.
Adapun gugatan ini melihat dari hasil keputusan pengadilan Federal Australia yang memenangkan gugatan class action dari 15 ribu petani rumput laut dan nelayan di NTT.
"Tahun depan kita ajukan gugatan perdata akibat tumpahan minyak dulu, kita ajukan ke pengadilan di Jakarta," ujar Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong dalam kesempatan yang sama.
Awalnya, lanjut dia, gugatan perdata diajukan tak lama saat insiden tumpahan minyak. Namun, pengajuan gugatan tak dilanjutkan karena atas dasar menghormati pihak 15 ribu petani yang sedang melakukan proses class action, sekaligus menunggu hasil dari proses class action tersebut.
Setelah, keputusan dari pengadilan federal Australia menyatakan kemenangan untuk Indonesia, pemerintah bergegas untuk menyiapkan materi sebagai pengajuan gugatan perdata lanjutannya.
Alue menyebutkan, terdapat dua petitum yang akan dituangkan dalam gugatan perdata. Pertama, tentang kerusakan perairan laut dan kerugian akibat kerusakan ekosistem seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang, estimasi kerugian sebesar Rp 23 triliun. Kedua, biaya pemulihan kerusakan lingkungan dengan estimasi kerugian Rp 4,4 triliun.
"Gugatan ini jadi bukti tambahan yang kuat secara legal, mereka mengakui perbuatan mereka karena merusak lingkungan," kata Aloe.
[-]
-
WNI Doyan Berobat ke Malaysia, Luhut Mau Bikin RS Global(miq/miq)
Sentimen: negatif (99.6%)