Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UGM
Kasus: covid-19
Tokoh Terkait
Jokowi Teken Perppu Cipta Kerja, Denny Indrayana: Sikap Presiden yang Tidak Hormati Konstitusi
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Founder dan Senior Partner dari INTEGRITY Law Firm, Denny Indrayana, menyoroti Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
Menurut dia, sekilas kebijakan Presiden tersebut seakan benar dan menjadi solusi atas keterdesakan dan kondisi ekonomi akibat perang Rusia-Ukraina, kesulitan ekonomi pasca pandemik COVID-19.
Namun jika ditelisik lebih dalam, penerbitan Perppu itu makin menunjukkan “cara berkonstitusi yang akrobatik”, tanpa mengindahkan prinsip-prinsip negara hukum.
"Mengapa demikian?, " tulis Denny Indrayana dalam siaran persnya, Sabtu (31/12/2022).
Dia menegaskan, Perppu 2/2022 memang harus dibaca isinya, dan sayangnya belum tersedia kepada publik. Jika saja isinya untuk mengisi kekosongan hukum hingga hadirnya UU Cipta Kerja yang sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya masih melihat ada manfaat dan pembenarnya. Namun dari pemberitaan, saya berpandangan Perppu tersebut nyata-nyata menabrak dan menegasikan eksistensi Putusan MK Nomor 190/2020," tegas dia.
Putusan MK, beber dia, menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitutional bersyarat, dan karenanya bertentangan dengan UUD 1945. Dengan menerbitkan Perppu Ciptaker, Presiden menunjukkan sikap tidak mau menghormati putusan MK, dan tetap memaksakan keberlakuan UU Ciptaker, tentu dengan modifikasi dan berbagai alasannya.
Dia menambahkan, salah satu alasan utama MK memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat adalah karena tidak adanya partisipasi publik yang bermakna dalam pembuatannya (meaningful participation).
"Melalui penerbitan Perppu Ciptaker, Presiden semakin tidak menghiraukan catatan penting dari MK tersebut. Tentu saja penerbitan perppu tidak memerlukan partisipasi publik, karena diterbitkan dalam kegentingan yang memaksa," bebernya.
Denny Indrayana menilai, ada perbedaan mendasar antara “terobosan hukum konstitusional”, dimana perpu diperlukan untuk mengatasi kegentingan negara yang memaksa, dengan “pelanggaran hukum konstitusi”.
"Ibarat bermain bola, terobosan hukum konstitusional adalah umpan terobosan ala Lionel Messi yang diperlukan untuk menciptakan gol, dan karenanya adalah solusi. Sedangkan pelanggaran hukum konstitusi, adalah pelanggaran aturan main, yang perlu diganjar dengan kartu kuning, bahkan kartu merah, bagi yang melakukan pelanggaran," urainya.
Menurutnya, melihat cara berkonstitusi Presiden Joko Widodo yang membuka ruang lebar pada pelemahan KPK, penerbitan UU Ciptaker dan UU IKN yang minim partisipasi publik, intervensi kepada independensi MK melalui persetujuan pergantian Hakim Konstitusi Aswanto yang melanggar prinsip Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman (independence of judiciary), membuka ruang berkembangnya presiden tiga periode ataupun penundaan pemilu.
"Maka soal Perppu Ciptaker yang menihilkan Putusan MK tersebut, bukan menjadi suatu hal yang aneh. Tetapi justru menunjukkan konsistensi sikap Presiden yang istiqomah tidak menghormati konstitusi. Sikap demikian seharusnya adalah pelanggaran serius aturan main bernegara (konstitusi), dengan konsekwensi kartu merah, alias impeachment sebagai presiden," tegasnya.
Secara hukum tata negara, urai Guru Besar Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada 2010—2018, pengujian Perppu 2/2022 itu secara politis di forum DPR dan secara yuridis di MK.
"Menjadi makin menarik, kalau Perppu 2/2022 ini, ataupun UU-nya jika disetujui DPR, lalu dibatalkan oleh MK karena misalnya tidak melaksanakan ataupun tidak menghormati putusan MK terkait UU Ciptaker. Namun, dengan telah diberhentikan secara akrobatik Hakim Aswanto, salah satunya konon membatalkan UU Ciptaker, apakah MK masih akan berani membatalkan Perppu 2/2022 tersebut?" bebernya.
"Apapun cara-cara menjalankan negara secara akrobatik terus-menerus ini akan sangat membahayakan negara hukum Indonesia. Apalagi jika, Perppu 2/2022 dibaca sebagai contoh, bahkan Presiden sekalipun tidak menghormati putusan MK. Kalau Presidennya saja sudah memberi tauladan tidak hormat kepada lembaga negara sekelas MK, lalu apakah rakyat biasa masih akan menghormatinya?," pungkas Denny Indrayana.
Sebelumnya, Jokowi teken Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Jumat (30/12/2022).
Perppu ini menggantikan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat kemarin, menegaskan, dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK. (eds)
Sentimen: negatif (99.9%)