Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: Baznas
Tokoh Terkait
Keheranan Lihat Kengototan PDIP Soal Reshuffle Menteri Nasdem, PKS: Ada Maksud Apa? Sabtu, 31/12/2022, 14:10 WIB
Wartaekonomi.co.id Jenis Media: News
Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Kholid mempertanyakan kengototan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reshuffle pada menteri partai Nasdem.
Dia menilai, hal yang diperlihatkan PDIP tidak etis dalam kehidupan bernegara. Pasalnya, kewenangan reshuffle sepenuhnya menjadi keputusan Jokowi sebagai presiden, bukan kewenangan partai politik tertentu.
"Ada maksud apa jika PDIP ngotot reshuffle kabinet? Dalam tata kehidupan bernegara, tidak etis seperti itu," kata Kholid saat dihubungi Warta Ekonomi, Sabtu (31/12/22).
Baca Juga: Fraksi PKS : Sistem Proporsional Terbuka Lebih Representatif dan Demokratis
"Reshuffle itu wewenang dan hak prerogatif presiden, bukan hak dan kewenangan partai koalisi," tambahnya.
Dia menegaskan, Jokowi sebagai Presiden bukan hanya petugas partai. Oleh sebab itu, Kholid meminta para pihak untuk menunjukkan sikap yang matang dan bijaksana dalam berpolitik.
"Presiden itu kepala negara dan kepala pemerintahan, bukan pertugas partai. Jadi mari tunjukkan sikap yang matang dan bijaksana dalam politik," tegasnya.
Dalam hal ini, Kholid menegaskan bahwa seyogyanya reshuffle dilatarbelakangi oleh semangat perbaikan kinerja. Oleh sebab itu, mesti terlepas dari kepentingan politik bagi-bagi kekuasaan.
"Pandangan PKS, reshuffle kabinet itu dilatarbelakangi oleh semangat perbaikan kinerja pemerintahan, bukan semata-mata sebagai akomodasi politik atau bagi-bagi kekuasaan semata," tegasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengaku tak menampik bahwa selain karena kinerja, reshuffle juga berkaitan dengan perbedaan prinsip politik. Pasalnya, menteri yang diisukan akan direshuffle berasal dari Partai Nasdem yang di mana partai tersebut telah mendeklarasikan Bakal Calon Presiden 2024, Anies Baswedan.
Hasto menilai, deklarasi tersebut nyata menjadi antitesa bagi kepemerintahan Jokowi. Berdasarkan landasan konstitusional, Hasto menyebut sudah selayaknya muncul kesadaran politik untuk Partai Nasdem menarik diri dari pemerintahan.
"Sudah seharusnya ketika mencalonkan seseorang yang berbeda dan menjadi antitesa kepada presiden yang sedang menjabat, muncul kesadaran politik untuk menarik diri. Jadi mendukung presiden itu bukan untuk mendapatkan enaknya," tegas Hasto dalam konferensi persnya yang diikuti secara virtual, Jumat (30/12/22).
Baca Juga: Baznas Klarifikasi Soal Bantuan Ganjar ke Kader PDIP, Ahmad Khozinudin Sodorkan Hal yang Luput dari Sorotan Publik
Sentimen: positif (94.1%)