Perpu Cipta Kerja Kudeta Konstitusi
Akurat.co Jenis Media: News
AKURAT.CO, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI mengecam penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja oleh Presiden Jokowi.
YLBHI menilai Perpu Cipta Kerja sebagai bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau kudeta terhadap konstitusi, dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Jokowi.
"Ini semakin menunjukkan bahwa Presiden tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis melalui partisipasi bermakna (meaningful participation) sebagaimana diperintahkan MK," kata Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis yang diterima Akuratco di Jakarta, Jumat, 30 Desember 2022.
baca juga:Presiden Jokowi, sebut Isnur, justru menunjukkan bahwa kekuasaan ada di tangannya sendiri, tidak memerlukan pembahasan di DPR, tidak perlu mendengarkan dan memberikan kesempatan publik berpartisipasi. Hal ini jelas, menurut dia, bagian dari pengkhianatan konstitusi dan melawan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis.
"Penerbitan Perpu ini jelas tidak memenuhi syarat diterbitkannya Perpu yakni adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum, dan proses pembuatan tidak bisa dengan proses pembentukan undang undang seperti biasa.
Presiden Jokowi, kata Isnur menambahkan, seharusnya mengeluarkan Perpu pembatalan UU Cipta Kerja sesaat setelah disahkan DPR karena penolakan yang massif dari seluruh elemen masyarakat. Tetapi saat itu, Presiden Jokowi justru meminta masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja melakukan judicial review.
Dan setelah MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional, Presiden Jokowi kini mengakalinya dengan menerbitkan Perpu.
"Perintah MK jelas bahwa Pemerintah harus memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan menerbitkan Perpu," imbuh Isnur.
Dampak perang Ukraina-Rusia dan ancaman inflasi dan stagflasi yang membayangi Indonesia, lebih lanjut dikatakan Isnur, adalah alasan yang mengada-ada dan tidak masuk akal untuk menerbitkan Perpu Cipta Kerja. Alasan kekosongan hukum juga alasan yang tidak berdasar dan justru menunjukkan inkonsistensi di mana pemerintah selalu mengklaim UU Cipta Kerja masih berlaku walau MK sudah menyatakan inkonstitusional.
"MK dalam putusannya juga melarang Pemerintah membentuk peraturan-peraturan turunan pelaksana dari UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Tetapi dalam perjalanannya, Pemerintah terus membentuk peraturan turunan tersebut.
Penerbitan Perpu UU Cipta Kerja menunjukkan konsistensi ugal-ugalan dalam pembuatan kebijakan demi memfasilitasi kehendak investor dan pemodal," demikian kata Muhammad Isnur.[]
Sentimen: negatif (100%)