Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Kambing
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
Pierre Togar Sitanggang
Denny Kailimang Minta tiada Kriminalisasi di Perkara Minyak Goreng
Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional
SEJUMLAH hal menarik terungkap dalam kelanjutan perkara dugaan korupsi minyak goreng yang proses hukumnya tengah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Hal ini karena terdakwa merasa menjadi kambing hitam atau dikorbankan dalam masalah kelangkaan minyak goreng yang terjadi beberapa waktu lalu.
"Saya dituduh sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kelangkaan minyak goreng. Saya ialah satu dari tiga orang yang terpilih untuk dijadikan tersangka," kata General Manager (GM) bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang, kepada wartawan, Rabu (28/12).
Togar menegaskan, sebenarnya minyak goreng tidak langka di pasaran. Hanya, ekosistem dalam penyaluran dan pengawasan distribusinya belum siap, tetapi tetap dipaksakan oleh pemerintah. "Saya tidak menyiapkan dokumen persetujuan ekspor (PE), tanda tangan (dokumen PE) yang dimaksud bukan saya. Saya tidak pernah melihat dokumen-dokumen yang diajukan Grup Musim Mas dalam pengajuan permohonan PE," tambah Togar.
Pierre Togar Sitanggang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) kurungan penjara 11 tahun ditambah pidana denda sebanyak Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Terdakwa juga dikenakan pidana tambahan dengan tuntutan membayar uang pengganti senilai Rp4,54 triliun. Bila uang pengganti itu tidak dibayarkan paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, harta benda milik terdakwa akan disita dan dilelang oleh Jaksa.
Terkait tuntutan itu, ia merasa menjadi kambing hitam dalam kasus minyak goreng tersebut. Diharapkan dengan memperhatikan seluruh fakta persidangan, majelis hakim dapat memberikan keadilan. "Saya berkeyakinan dan memohon majelis hakim untuk memutuskan tidak bersalah, karena putusan itu adalah keadilan dan kebenaran bagi saya dan bagi persidangan ini," ujar dia.
Penasihat hukum Togar, Denny Kailimang, turut mengatakan bahwa tidak ada pelanggaran yang terjadi dalam kasus ini. Dalihnya, persetujuan ekspor (PE) jelas melalui sistem dan tidak ada tanda tangan terdakwa. "Tidak ada satupun yang dilewatkan dalam prosesnya, apa yang dimanipulasi? Enggak ada. Terdakwa hanya memonitor melalui sistem yang ada di pemerintah karena dalam sebulan lebih, tujuh kali berganti peraturannya. Itu harus dimonitor, kalau ada kekurangan bisa dilengkapi kekurangannya," ungkapnya usai persidangan.
Lalu juga Menteri Perdagangan (Mendag) Muhamad Lutfi menyatakan akan bertanggung jawab atas kebijakan yang diterbitkan. Artinya, jika ada masalah administrasi, itu bisa diselesaikan dengan sanksi kepada perusahaan, tidak tindak pidana perorangan. "Tidak ada tindak pidana. Paling kalau ada pelanggaran ialah pelanggaran administrasi yang masuknya tindak pidana umum, itu juga kalau ada penimbunan, tetapi satupun tidak ada," ucap Denny.
Adapun sidang putusan akan dilaksanakan pada 4 Januari 2023, ia berharap majelis hakim dapat memperhatikan semua pembelaan yang dilakukan dan fakta-fakta persidangan. Utamanya fakta penghitungan kerugian perekonomian negara yang tidak ada dasar hukum. "Klien kami sudah cukup menderita, kemudian perusahaan akan takut hanya karena kebijakan yang dikriminalisasi. Janganlah kebijakan dikriminalisasi kecuali ada sogok-menyogoknya, ini kan tidak. Karenanya, kami mengharapkan tuntutannya dilepas," tutupnya.
Sebelumnya, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (Wilmar Group) Master Parulian Tumanggor dalam nota pembelaan menepis tuntutan yang menyebut telah menyebabkan kelangkaan migor di dalam negeri. Padahal kelangkaan migor disebabkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET). "Jika jernih dan melepas egoisme, bapak-bapak penuntut umum kejaksaan bisa melihat fakta penyebab kelangkaan minyak goreng ialah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik. Itulah yang menyebabkan kelangkaan," kata dia secara daring, Selasa (27/12).
Sebelum ada HET, migor masih ada di pasaran meski harganya cukup tinggi karena mengikuti harga fluktuatif dunia. Akan tetapi setelah terbit kebijakan HET, semua produk migor hilang di pasaran. "Demikian juga setelah kebijakan HET dicabut, seketika itu produk minyak goreng kembali ada di pasaran," imbuhnya. (RO/OL-14)
Sentimen: negatif (100%)