Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Pertamina
Kab/Kota: Tangerang
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Wisnu Wardana
Pierre Togar Sitanggang
Weibinanto Halimdjati
Juniver Girsang
Terdakwa Ekspor CPO Sebut Tuntutan Jaksa Tak Sesuai Fakta Persidangan
Jawapos.com Jenis Media: Nasional
JawaPos.com – Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (Wilmar Group) Master Parulian Tumanggor menyesalkan dituntut 12 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan, oleh jaksa penuntut umum (JPU). Master Parulian menyebut, kelangkaan minyak goreng disebabkan adanya kebijakan kontrol harga (price control), dalam hal ini Harga Eceran Tertinggi (HET).
Pernyataan itu disampaikan Master Parulian dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng tahun 2021-2022.
“Jika jernih dan melepas egoisme, bapak-bapak penuntut umum kejaksaan bisa melihat fakta penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik, itulah yang menyebabkan kelangkaan,” kata Master saat menjalani persidangan secara daring di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (27/12).
Dia menjelaskan, kelangkaan minyak goreng disebabkan hadirnya kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Sawit. Sebelum hadirnya kebijakan itu minyak goreng tidak mengalami kelangkaan, tetapi harganya yang tinggi.
Namun, setelah terbit aturan HET, semua produk minyak goreng hilang di pasaran. Bahkan, setelah kebijakan HET dicabut, minyak goreng kembali ramai di pasaran.
“Demikian juga setelah kebijakan HET dicabut, seketika itu produk minyak goreng kembali ada di pasaran,” ucap Master.
Menurut Master, tidak ada lembaga negara yang bisa mengontrol distribusi minyak goreng laiknya Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti Pertamina. Hal itu sempat disampaikan Rizal Mallarangeng saat bersaksi di persidangan beberapa waktu lalu.
“Negara tidak mampu mengontrol minyak goreng dari hulu, tidak ada perusahaan milik negara yang memproduksi dan memastikan distribusi minyak goreng seperti Pertamina, seperti yang disampaikan saksi Rizal Mallarangeng,” ungkap Master.
Dalam kesempatan yang sama, tim kuasa hukum Master Parulian, Juniver Girsang menyesalkan tuduhan JPU terhadap para terdakwa, termasuk kliennya. Sebab, jaksa menyebut lima orang terdakwa kasus ini dituntut menyebabkan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng.
“Penuntut umum dengan nafsu berlebihan, menuntut terdakwa Master Parulian Tumanggor, yang begitu banyak dikatakan sebagai komplotan mafia migor,” ucap Juniver.
Juniver lantas menyinggung terkait bukti yang tidak disita penyidik Kejaksaan Agung dalam kasus ini. Sebab dituduhkan adanya pemberian uang dalam karton minyak goreng.
“Sebuah perkara yang diawali dari rumah saksi Indrasari Wisnu Wardana di Tangerang Selatan, yang diduga menerima uang yang ditempatkan dalam lima kantong minyak goreng kemasan merek Sania, kelima kantong minyak goreng tersebut tidak pernah disita penyidik Kejagung, karena isinya memang minyak goreng,” cetus Juniver.
Sebelumnya, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor dituntut hukuman 12 tahun penjara oleh JPU pada Kejaksaan Agung. Master dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 12 tahun, dikurangi masa tahanan, dengan perintah terdkawa tetap ditahan di rumah tahanan,” ucap jaksa saat membacakan surat tuntutan, Kamis (22/12).
Sementara itu, Mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana dituntut hukuman pidana selama 7 tahun penjara. Jaksa juga menuntut Indrasari dengan hukuman denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Jaksa meyakini, tindakan Indra Sari dilakukan bersama-sama dengan terdakwa lainnya, yakni tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Kemudian, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Sementara itu, dalam kasus yang sama Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dituntut dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Sementara tiga terdakwa lainnya yakni, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan. Togar juga dituntut untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 4,5 triliun paling lama dibayarkan satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Stanley juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 860 miliar.
Mantan Dirjen Daglu Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana telah melakukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah. Tindakan Wisnu memberikan persetujuan ekspor (PE) telah memperkaya orang lain maupun korporasi.
Perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya. Akibatnya, timbul kerugian sekitar Rp 18,3 triliun. Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp 12.312053.298.925.
Mereka dituntut melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Editor : Mohamad Nur Asikin
Reporter : Muhammad Ridwan
Sentimen: negatif (100%)