Sentimen
Negatif (80%)
28 Des 2022 : 14.25
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Kab/Kota: Semarang

Partai Terkait

Meninjau Kasus Hengkangnya Kader NasDem Akibat Deklarasi Anies 2024 dari Sudut Pandang Teori Manajamen Konflik Organisasi

28 Des 2022 : 14.25 Views 2

Jitunews.com Jitunews.com Jenis Media: Nasional

Meninjau Kasus Hengkangnya Kader NasDem Akibat Deklarasi Anies 2024 dari Sudut Pandang Teori Manajamen Konflik Organisasi

NasDem menjadi partai pertama yang mendeklarasikan secara resmi kepada publik sosok capres yang diusungnya

Aroma kontestasi panggung perpolitikan bahkan sudah mulai tercium jauh sebelum pesta elektoral dilaksanakan. Puncak tertinggi dari praktik demokrasi di Indonesia ini menjadi agenda lima tahunan yang sarat akan euforia dan juga hiruk pikuk persuasi demi kantongi simpati. Momen pemilihan kepala negara jelas akan menyita perhatian seluruh masyarakat tanpa peduli kaya, miskin, ras, suku, dan agamanya. Maklum saja, tiap-tiap warga negara tentu mengharapkan sosok pemimpin baru yang membawa harapan menuju kesejahteraan dan kemakmuran,juga meneruskan perjuangan untuk mencapai target yang masih belum tercapai pada periode pemerintahan sebelumnya.

Sejak awal tahun 2022 hingga menuju pertengahan tahun, begitu banyak tokoh politik dari berbagai partai yang mulai terbuka memperlihatkan tendensinya terhadap sosok yang akan diusung untuk maju Pilpres 2024. Muncul nama-nama beken yang berasal dari kepala daerah, tokoh politik bahkan nama menteri pun masuk ke dalam bursa bakal calon presiden. Hal itu semakin membuat masyarakat riuh dan turut tenggelam dalam diskusi bahkan perdebatan terkait nama-nama yang nantinya diusung oleh masing-masing partai politik dan koalisinya.

NasDem Parpol Pertama yang Deklarasikan Nama Calon Presiden 2024

Jokowi Beri Sinyal Reshuffle, Dikaitkan dengan NasDem yang Deklarasikan Anies Baswedan

NasDem menjadi partai pertama yang mendeklarasikan secara resmi kepada publik siapa sosok calon presiden yang akan diusungnya untuk Pilpres dua tahun mendatang. Partai besutan Surya Paloh ini dengan berani dan yakin menyatakan mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sebagai calon presiden tahun 2024. Pengusungan calon presiden oleh tiap-tiap partai politik tentu bukan perkara yang dilakukan secara impulsif, namun telah melalui proses panjang, seperti rapat koordinasi partai dari mulai tingkat ranting, daerah hingga ke pusat.

Deklarasi yang juga dihadiri oleh Anies Baswedan pada tanggal 3 Oktober 2022 ini menuai ragam tanggapan dari publik. Banyak masyarakat yang mendukung, namun tak dapat dipungkiri bahwa banyak juga yang menyayangkan keputusan partai yang dihuni oleh tiga menteri Kabinet Indonesia Maju ini. Sosok Anies Baswedan jelas-jelas berada pada kubu yang berlawanan dari partai NasDem saat Pilkada DKI Jakarta di tahun 2017 silam, namun kembali lagi dunia politik sangatlah dinamis, perubahan bisa saja terjadi dalam sekejap mata. Publik juga menilai partai NasDem telah meninggalkan rekan koalisinya pada Pilpres tahun 2019 lalu yakni PDIP dengan mengusung Anies, dimana santer terdengar Ganjar Pranowo dan Puan Maharani menjadi dua sosok terkuat dalam bursa bakal calon presiden dari partai berlambang kepala banteng itu.

Proses Panjang Pengusungan Anies 2024 dan Konflik Internal yang Muncul

Selayaknya organisasi pada umumnya, partai politik diduduki oleh banyak anggota yang disatukan olehvisi dan misi yang sejalan. Regulasi internal partai menjadi acuan bagi tiap-tiap anggotanya dalam bertindak dan mengambil keputusan. Deklarasi pengusungan Anies 2024nampak membawa polemik di dalam internal partai NasDem. Hal ini terjawab dengan hengkangnya beberapa kader partai NasDem di berbagai daerah setelah deklarasi dilaksanakan. Dilansir dari beberapa media online nasional, masing-masing anggota yang memilih pamit lantaran merasa sudah tak sejalan. Mereka ialah Ketua Departemen Bidang UMKM DPP Partai NasDem, Niluh Djelantik; Ketua DPW Gerakan Restorasi Pedagang dan UMKM Partai NasDem Sulawesi Utara, Fredriek Lumalente; Wakil Ketua Bidang Hubungan Eksekutif DPW NasDem Bali, Panji Astika, lalu disusul satu kader NasDem di kepengurusan DPD Kota Semarang dan satu kader yakni sekretaris DPC NasDem Banyumanik. Itu beberapa nama yang secara terang-terangan diungkap kepada publik.

Proses panjang tentu telah dilalui sebelum mengerucut pada satu nama. Alurnya dimulai dari usulan nama-nama dari tiap-tiap DPC (Dewan Pimpinan Cabang), lalu naik ke DPD (Dewan Pimpinan Daerah), hingga ke tingkat DPW (Dewan Pimpinan Wilayah). Pada akhirnya sampailah pada Rakernas (rapat kerja nasional) Partai NasDem di Jakarta. Tiga puluh empat (34) DPW diminta untuk menyampaikan usulan nama bakal calon presiden, dan hasilnya Anies Baswedan mendapatkan suara terbanyak, unggul di atas Ganjar Pranowo, Erick Thohir dan Jenderal Andika Perkasa (dikutip dari Viva.co.id).

Mundurnya beberapa punggawa partai NasDem ini dapat dikatakan output dari munculnya konflik internal di dalam partai. Sebagai organisasi besar yang memiliki anggota dari Sabang sampai Merauke, tentu penulis melihat bahwa partai NasDem mungkin telah melakukan tahap-tahapan dalam manajemen konflik di dalam internal organisasinya. Namun, mengapa sampai terjadi hengkangnya kader-kader NasDem akibat deklarasi suatu keputusan yang telah dikonsolidasikan sebelumnya, bahkan mulai dari tingkat DPC hingga Rakernas di pusat ?

Mengkaji Konflik Internal Partai Nasdem dalam sudut pandang Teori Manajemen Konflik

Kali ini pembahasan akan masuk ke bagian yang lebih teoretis. Dimana konflik dalam organisasi dikatakan hal lumrah yang terkadang bisa berdampak positif untuk organisasi, tak terkecuali partai politik. Namun, hal itu tidak serta merta mematahkan fakta bahwa konflik juga dapat membahayakan organisasi. Berita tentang hengkangnya kader-kader NasDem karena deklarasi Anies 2024 dapat diidentifikasi sebagai sebuah konflik yang mengakibatkan kerugian organisasi. Munculnya perbedaan pendapat dan juga arah pandang yang berlawanan dalam sebuah partai, dimana hal itu gagal untuk diakomodasi lalu tak kunjung menemui konsensus menjadi indikasi bahwa konflik telah terjadi.

Kehilangan sumber daya manusia yang potensial tentu menjadi hal yang dihindari oleh organisasi manapun. Meski demikian, beberapa petinggi jajaran partai NasDem menyatakan bahwa mundurnya beberapa kader itu tak berdampak apapun bagi partai. Partai mempersilakan kadernya untuk mundur apabila memang itu sudah menjadi keputusannya, lantaran memang setiap kader diminta untuk tegak lurus dengan keputusan yang telah dirilis oleh pusat, jika tidak bersedia maka kader dibebaskan untuk memilih jalannya. Kebebasan yang diberikan ini pada akhirnya menjadi bentuk langkah yang diambil partai bagi para kadernya sebab gagal menghasilkan win-win solution. Meskipun begitu, langkah ini bisa dikatakan sebagai solusi yang tepat agar stabilitas partai tetap terjaga dengan memastikan seluruh kadernya kompak se-iya-se-kata.

Dikutip dari buku yang bertajuk 'Organizational Communication: Approaches and Processes 7th Edition' karya Katherine Miller (2014:165), tawar-menawar atau negosiasi menjadi salah satu strategi dalam menangani konflik organisasi. Terdapat tiga karakteristik negosiasi, pertama negosiasi sering menjadi aktivitas formal dimana pihak yang bersengketa menyelesaikan konflik terkait ketidaksepakatan dalam kebijakan. Kedua, negosiasi sering kali melibatkan individu-individu yang berperan sebagai perwakilan pihak-pihak yang bersengketa. Ketiga, negosiasi adalah strategi yang sering digunakan untuk menyelesaikan konflik antar kelompok atau antar organisasi.

Beberapa literatur yang secara komprehensif menjelaskan perihal manajemen konflik dalam organisasi menunjukkan bahwa negosiasi merupakan tahapan yang paling sering dilalukan oleh organisasi ketika menghadapi konflik. Tetapi negosiasi tak melulu akan berujung pada kata sepakat, contohnya kasus mundurnya kader NasDem ini. Kebijakan atau keputusan yang tidak memeroleh kesepakatan secara mutlak dari seluruh kader, pada akhirnya berdampak pada mundurnya anggota organisasi. Iklim positif dalam sebuah organisasi harus tetap dirawat agar soliditas senantiasa terjaga. Konflik menjadi hal yang paling berpotensi terjadi dalam sebuah kelompok, namun konflik yang dikelola dengan strategis tentu akan menghasilkan output yang bijak, bahkan tak jarang bisa berdampak positif bagi organisasi ke depannya. Artinya kemunculan konflik dapat dianalisis sebab dan jangkauannya, sehingga memungkinkan untuk diadaptasi sebagai tindakan preventif di masa mendatang.

Penulis: Rahma Maulinda Dwinari

Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret

Ketua Wantim NasDem Mengundurkan Diri dari Partai, Pengamat: Efek Capreskan Anies Baswedan  

Sentimen: negatif (80%)