Sentimen
Negatif (88%)
25 Des 2022 : 20.22
Informasi Tambahan

Institusi: UGM, Maarif Institute

Kab/Kota: Yogyakarta

Soal Larangan Ekspor Bauksit, Pengamat Energi UGM Bilang Jokowi Lebih Berani dari SBY

26 Des 2022 : 03.22 Views 3

Koran-Jakarta.com Koran-Jakarta.com Jenis Media: Nasional

Soal Larangan Ekspor Bauksit, Pengamat Energi UGM Bilang Jokowi Lebih Berani dari SBY

YOGYAKARTA - Kendati larangan ekspor biji nikel telah menuai gugatan dari World Trade Organization (WTO), Presiden Joko Widodo (Jokowi) rupanya pantang mundur, malah melanjutkan larangan ekspor pada bijih bauksit, yang berlaku pada Juni 2023.

Menurut pengamat ekonomi energi UGM, Fahmi Radhi, sebenarnya UU No. 4/2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara sudah mengamanahkan untuk melarang ekspor hasil tambang dan mineral tanpa dihilirisasi di dalam negeri paling lambat pada 2014. Namun, adanya penentangan dahsyat dari perusahaan tambang, utamanya dari Freeport yang disertai acaman diadukan ke WTO, Pemerintahan Presiden SBY mengundur berlakunya larangan ekspor tersebut. Baru sekarang Presiden Jokowi berani melarang ekspor bijih nikel dan bauksit

"Tujuan Jokowi melarang ekspor bauksit adalah meningkatkan nilai tambah, lapangan kerja baru, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di luar ketiga tujuan ini, perlarangan ekspor tersebut sesungguhnya untuk mengoptimalkan hasil kekayaan alam sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sesuai amanah pasal 33 UUD 1945," kata Fahmi Radhi dalam rilis pers yang diterima redaksi hari ini.

Baca Juga :

Maarif Institute: Penghargaan Perdamaian Internasional Hasan bin Ali 2022 dari ADFP Teguhkan Kepemimpinan Jokowi Inklusif

Jangka pendek, larangan ekspor bauksit itu akan menurunkan pendapatan ekspor hingga mencapai sebesar Rp. 21 triliun per tahun. Namun, jangka panjang, menurut Fahmi, seiring dengan meningkatnya nilai tambah, ekspor hasil hilirisasi dan produk turunan bauiksit, akan meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp 62 triliun per tahun.

Namun harus diakui, tidak mudah untuk memperoleh tambahan pendapatan sebesar itu melalui larangan ekspor bauksit. Masih ada berbagai tantangan dan penentangan. Salah satu tantangan itu adalah kapasitas smelter masih sangat terbatas untuk hilirisasi seluruh hasil bijih bauksit. Namun, larangan ekspor bauksit akan memaksa pengusaha bauksit untuk membangun smelter, baik dilakukan oleh setiap perusahaan, maupun oleh kosorsium perusahaan dan joint venture dengan investor smelter.

"Untuk itu, pemerintah harus memberikan fiscal incentive berupa: tax holiday, tax allowances, dan bebas pajak impor untuk peralatan smelter," jelas Fahmi.

Sedangkan, penentangan dari WTO harus dilawan meskipun menurut Fahmi Radhi, ujung-ujungnya akan kalah. Namun, proses persidangan gugatan WTO sampai keputusan final butuh waktu sekitar 4 tahun. Selama 4 tahun larangan ekspor bauksit harus tetap dilakukan hingga menghasilkan ecosystem industry bauksit dari biji bauksit dan produk hilirisasi hingga produk turunan, berupa: alumunia sebagai bahan baku industri mesin dan semiconductor.

"Produk turunan itu akan memberikan nilai tambah lebih besar ketimbang ekspor bijih bauksit. Maka perlu maju tak gentar meningkatkan pendapatan negara," pungkas Fahmi.

Baca Juga :

Presiden: Perbaiki Tata Kelola Persepakbolaan Indonesia


Redaktur : Eko S

Penulis : Eko S

Sentimen: negatif (88.9%)