Sentimen
Negatif (98%)
25 Des 2022 : 04.25
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru

Hewan: Domba

Tokoh Terkait

PDIP Sebut Jokowi dan Istana Memang Harus Respons Fitnah Tak Berdasar

25 Des 2022 : 04.25 Views 3

Jawapos.com Jawapos.com Jenis Media: Nasional

PDIP Sebut Jokowi dan Istana Memang Harus Respons Fitnah Tak Berdasar

JawaPos.com–Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus menyesalkan taktik politik berbasis fitnah dan adu domba yang kerap dilakukan oleh PKS dan Demokrat.

”Mereka ini sedikit-sedikit melempar fitnah tanpa dasar dan tanpa bukti yang sering kali menyebabkan kegaduhan politik,” ujar Deddy melalui keterangan tertulisnya kepada media, Sabtu (24/12).

Menurut Deddy, fitnah-fitnah dan provokasi tersebut telah dilakukan berulang kali oleh para elite Demokrat dan PKS. Mulai dari soal (potensi) kasus hukum Anies Baswedan, jegal-menjegal bakal calon presiden dan cawapres, tawar-menawar kursi kabinet, intervensi KPU, dan banyak lagi.

Menurut Deddy, kedua pihak itu dengan mudah melontarkan provokasi dan tangan mereka dengan sembrono menunjuk ke istana hingga Presiden Jokowi.  ”Ini tidak sehat, asumsi dibangun atas fitnah dan tidak memikirkan dampaknya bagi kualitas demokrasi dan pemilu,” ungkap Deddy.

Lebih jauh anggota Komisi 6 DPR itu mengatakan, taktik murahan itu sepertinya menjadi pakem bagi kedua partai politik tersebut untuk mendapatkan simpati publik.

”Dari dulu Demokrat itu suka main drama politik. Sementara PKS suka menuduh sembarangan tanpa bukti yang logis dan valid. Jadi sepertinya tuding-menuding dan bermain drama murahan memang sudah menjadi genetika politik dari kedua partai itu,” ujar Deddy.

”Saya tidak melihat ada bukti yang valid bahwa istana maupun Presiden melakukan intervensi apapun yang dapat digugat baik secara hukum maupun etika,” kata Deddy Yevri Sitorus, anggota DPR dari Dapil Kalimantan Utara tersebut.

Sebagai contoh, Deddy menjelaskan Insinuasi bahwa Presiden Jokowi memihak bakal calon presiden manapun dengan penggunaan kekuasaan harus dibuktikan secara hukum dan etika demokrasi. Sejauh ini, Jokowi maupun istana tidak pernah menyebut mendukung nama bakal calon mana pun. Juga tidak pernah menunjukkan preferensi tunggal yang bisa dikatakan memihak atau meng-endorse calon.

”Bahwa presiden beberapa kali menyampaikan gimmick atau metafora politik, itu hal yang wajar, menghibur dan harusnya dianggap sebagai intermezo dalam demokrasi. Hampir semua pemimpin di negara demokrasi melakukan hal serupa dan tidak ada regulasi atau konstitusi yang dilanggar. Hal itu masih lebih elegan dibanding dengan Anies Baswedan yang kemana-mana dipromosikan sebagai calon presiden oleh partai-partai politik pendukungnya,” ujar Deddy Yevri Sitorus, pria asal Sumatera Utara ini.

”Yang harus diawasi adalah apakah ada penggunaan elemen kekuasaan, anggaran, fasilitas negara yang dipakai untuk meng-endorse salah satu bakal calon,” lanjut dia.

Deddy menilai, seharusnya Demokrat dan PKS lebih elegan dalam berpolitik, fokus dalam memperbaiki partai mereka, dan mempromosikan calon mereka.

”Tudingan-tudingan yang disampaikan kedua partai itu merupakan racun bagi demokrasi. Sebab politik adalah masalah persepsi dan persepsi bagi masyarakat awam cenderung dianggap realita. Janganlah bermain fitnah dan insinuasi, itu dosa dari sisi agama dan politik kotor yang merusak peradaban politik,” ungkap Deddy.

Menurut Deddy, istana dan Jokowi memang harus merespons tudingan dan fitnah tidak berdasar yang dilontarkan di ruang publik. Sebab jika tidak, publik akan menganggap semua itu benar belaka.

”Sebaiknya Demokrat dan PKS memperbaiki cara berpolitik agar lebih elegan dan positif. Ini era medsos di mana semua orang bisa mengawasi dan melaporkan segala sesuatu yang terjadi hingga ke daerah pelosok. Kecurangan dan intervensi pemilu seperti yang terjadi pada masa pemilu 2004 dan 2009 apalagi zaman Orde Baru hampir tidak punya ruang sama sekali,” ucap Deddy.

Editor : Latu Ratri Mubyarsah

Sentimen: negatif (98.5%)