Sentimen
Negatif (80%)
24 Des 2022 : 12.44
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Event: Hari Ibu

Kab/Kota: bandung, Yogyakarta, Tegal

Hari Ibu, Anies Baswedan Ingat Kembali Kisah Perjuangan Sang Nenek Ikut Kongres Perempuan

24 Des 2022 : 12.44 Views 2

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Hari Ibu, Anies Baswedan Ingat Kembali Kisah Perjuangan Sang Nenek Ikut Kongres Perempuan

FAJAR.CO.ID -- Mantan Menteri Pendidikan dan eks Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, turut memperingati Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember 2022, hari ini.

Melalui unggahannya di twitter, Anies Baswedan mengaku mengingat kembali perjuangan nenek kandungnya yang turut andil dalam pergerakan di masa pra-kemerdekaan.

"Setiap Hari Ibu diperingati, maka selalu juga teringat pada Nenek. Barkah namanya. Lahir dan besar di Tegal, Jawa Tengah, seorang pegiat pergerakan perempuan sejak pra-kemerdekaan. Beliau adalah salah satu peserta Kongres Perempuan di Jogja," tulis Anies di akun twitternya, @aniesbaswedan.

"22 Desember, Hari Ibu di Indonesia, bukan hanya untuk mengingat “ibu” yang melahirkan dan membesarkan kita, tapi juga mengingat pergerakan kaum perempuan menuju kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Selamat Hari Ibu," tambahnya.

Untuk diketahui, tonggak sejarah kebangkitan perempuan Indonesia yang berhasil menyatukan seluruh perkumpulan kaum perempuan ke dalam “Perikatan Perempuan Indonesia”, maka saat pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung tahun 1938 ditetapkan tanggal pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia pertama itu sebagai Hari Ibu.

Dalam perjalanan waktu kemudian Presiden Soekarno ketika itu mengesahkannya melalui Dekrit Presiden Nomor 316 tahun 1959 sehingga setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari Ibu sampai saat ini.

Tentang Barkah yang mengikuti kongres pertama tersebut, penuh dengan perjuangan. Pihak Belanda ketika itu melarang orang-orang daerah untuk mengikuti kongres tersebut, termasuk Barkah dan kawan-kawannya sesama pegiat pergerakan perempuan yang dari Tegal. Karena Barkah merupakan berasal dari Tegal.

Saat tiba di Stasiun Tegal, petugas menghalau mereka agar tidak ikut naik kereta. Padahal tiket sudah siap di tangan. Namun para perempuan tangguh ini pantang surut langkah. Mereka kemudian melawan dan berdebat dengan para petugas kompeni tersebut. Walau akhirnya tidak berhasil juga. Pihak Belanda tetap melarang.

Barkah dan kawan-kawan melakukan aksi berani, mempertaruhkan nyawa, agar bisa ikut naik kereta berangkat ke Yogya.

Yang mereka lakukan kemudian adalah menuju ke depan lokomotif kereta yang sudah siap berjalan. Lalu semuanya berbaring di atas rel kereta dengan memaparkan badan secara berjejer.

“Di bawah terik matahari, depan moncong lokomotif mereka pasang badan, mereka tawarkan nyawa: berangkatkan kami atau matikan kami. Itulah harga mati yg senyatanya,” tulis Anies di akun Instagram-nya beberapa waktu lalu.

Tak ayal, stasiun kemudian gempar dan Belanda pun akhirnya gentar. Mereka kemudian diizinkan naik kereta. “Berangkatlah mereka ke Jogja. Berkongres & ikut membangun pondasi perjuangan perempuan & perjuangan kemerdekaan,” sambung Anies dalam unggahannya.

Kisah heroik sang nenek tersebut diceritakan kepada Anies. Karena mereka memang tinggal satu rumah di Yogya sejak anak sulung Rasyid Baswedan dan Aliyah tersebut masih bayi. Apalagi Barkah juga terus aktif di berbagai organisasi dan sering mengajaknya.

“Sejak masa kecil, nenek sering ajak ikut hadir berbagai pertemuan organisasi perempuan. Selama bersama di Jogja itu pula, berderet kisah perjuangan & hikmah hidup yg diceritakannya, termasuk kisahnya ttg keberangkatan ke Kongres Perempuan itu,” jelas Anies.

“Meski di masa tuanya hrs duduk di kursi roda, Nenek ttp baca koran tiap hari, mengikuti perkembangan & tetap ajak diskusi siapapun yg berkunjung hingga menjelang wafat di usia 93 tahun. Badannya memang tlh menua tp pikiran & semangatnya sll muda,” tulis Anies lagi.

Karena itu bagi Anies, Hari Ibu bukan hanya untuk mengingat “ibu” yang melahirkan & membesarkan kita, tapi juga mengingat pergerakan kaum perempuan menuju memerdekaan dan kemajuan bangsa.

Barkah sendiri memang sejak awal menunjukkan kepedulian terhadap terhadap kemajuan kaum perempuan jauh sebelum menjadi istri AR Baswedan pada tahun 1950. Selain terlibat dalam berbagai organisasi perempuan, dia juga merupakan tokoh yang memperjuangkan emansipasi perempuan di kalangan keturunan Arab melalui organisasi Persatuan Arab Indonesia (PAI) Istri.

PAI Istri merupakan sayap PAI, yang didirikan AR Baswedan pada tahun 1934 – dan dibubarkan pada masa pendudukan Jepang- untuk mengobarkan semangat kebangsaan di kalangan warga Arab.

Peran Barkah ini dibahas secara lengkap dalam buku Mendobrak Kultur Patriarki: Emansipasi Perempuan Keturunan Arab Dalam Persatuan Arab Indonesia karya Maisarah.

Setelah merdeka, selain terus mendampingi sang suami di berbagai ranah perjuangan, Barkah juga terus menunjukkan kepeduliannya kepada kaum perempuan. Seperti ditulis Muhammad Husnil dalam Ketika Anies Baswedan Memimpin: Menggerakkan, Menginspirasi, Barkah ditunjuk sebagai Ketua Umum Wanita Islam periode awal, organisasi yang dibentuk pada tahun 1960-an untuk menandingi Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Barkah juga diangkat sebagai lembaga penasihat kemerdekaan Yogyakarta. Meski tidak setiap hari berkantor, dia kerap menerima pengaduan atau mendengarkan permasalahan ihwal pernikahan dan perceraian dari masyarakat.

Barkah yang lahir pada 11 Januari 1911 ini meninggal dunia pada Oktober 2003. Dia makamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta, tempat yang sama dengan makam sang suami AR Baswedan yang wafat 17 tahun sebelumnya, 18 Maret 1986. (bs-sam/fajar)

Sentimen: negatif (80%)