Sentimen
Negatif (66%)
23 Okt 2004 : 17.57
Informasi Tambahan

Institusi: Dewan Pers

Kab/Kota: Blora

Tokoh Terkait
Ade Wahyudin

Ade Wahyudin

AJI dan LBH Minta Pemerintah Setop Cara-cara Kotor Susupkan Intel ke Institusi Pers

Rilis.id Rilis.id Jenis Media: Nasional

23 Okt 2004 : 17.57
AJI dan LBH Minta Pemerintah Setop Cara-cara Kotor Susupkan Intel ke Institusi Pers

RILISID, Jakarta — Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito dan Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin, mengkritisi adanya intel yang sengaja menyusup ke institusi pers.

Kritikan ini disampaikan Sasmito dan Ade, menyangkut kabar adanya intel bernama Iptu Umbaran Wibowo, yang ternyata sempat 14 tahun menyusup menjadi wartawan televisi. 

Menurut Sasmito, apa yang dilakukan pemerintah, khususnya kepolisian ini merupakan cara-cara kotor yang tidak memperhatikan kepentingan umum. 

"Penyusupan anggota Polri ke dalam institusi pers juga menyalahi aturan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Pers," kata Sasmito, dalam siaran persnya, Kamis (15/12/2022).

Sasmito mengatakan, Pasal 6 Undang-Undang Pers menyebutkan, pers nasional memiliki peranan untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

"Oleh sebab itu, kepolisian jelas telah menempuh cara-cara kotor dan tidak memperhatikan kepentingan umum dan mengabaikan hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang tepat, akurat dan benar," ucap Sasmito.

Ia mengatakan, penyusupan ini juga bertentangan dengan Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berbunyi "Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap."

"Dalam kasus ini, Iptu Umbaran dan Polri jelas telah menyalahgunakan profesi wartawan untuk mengambil keuntungan atas informasi yang diperoleh saat bertugas menjadi wartawan," katanya.

Ke depan, ia mengajak semua organisasi pers serta media untuk dapat berperan aktif menelusuri latar belakang wartawan masing-masing.

Senada disampaikan Ade Wahyudin. Dia menyebut, penyusupan intel ini akan berdampak pada kredibilitas organisasi maupun media yang bersangkutan dalam mengemban tugasnya sebagai wadah pers. Karena, kata dia, ini akan berdampak dan berpotensi menimbulkan intervensi aktor-aktor negara.

"Lolosnya anggota kepolisian sebagai wartawan yang tersertifikasi dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi pers dan kerja-kerja pers secara umum," ungkap Ade.

Berdasarkan hal-hal tersebut, AJI Indonesia dan LBH Pers mendesak:

1. Mendesak pemerintah khususnya Polri untuk menghentikan cara-cara kotor seperti menyusupkan anggota intelijen ke institusi media yang dapat mengganggu kinerja pers dan menimbulkan ketidakpercayaan publik.

2. Mendesak Dewan Pers untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas dan memberikan sanksi kepada Iptu Umbaran yang telah melanggar Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers juga perlu memperbaiki mekanisme Uji Kompetensi Wartawan agar peristiwa serupa tidak terulang pada masa mendatang.

3. Mendorong Dewan Pers untuk memastikan aparat keamanan lain seperti TNI dan badan intelijen lainnya tidak melakukan cara-cara kotor seperti yang dilakukan Polri.

4. Mendorong organisasi pers untuk lebih aktif menelusuri latar belakang anggota dan melakukan verifikasi yang lebih komprehensif, kredibel terhadap anggotanya untuk mencegah penyusupan pihak-pihak yang dapat merugikan pers Indonesia.

5. Mendorong perusahaan media untuk melakukan seleksi yang lebih ketat dengan memperhatikan latar belakang wartawan.

Diketahui sebelumnya, seorang mantan kontributor televisi dilantik menjadi Kapolsek Kradenan, Blora, Jawa Tengah pada Senin, 12 Desember 2022.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah membenarkan bahwa Iptu Umbaran Wibowo pernah menjadi kontributor pada salah satu stasiun televisi nasional di wilayah hukumnya.

Pada saat yang bersamaan, Umbaran sedang bertugas sebagai intelijen di wilayah Blora.

AJI menilai praktik tersebut merupakan tindak memata-matai yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pers Indonesia. (*) 

Sentimen: negatif (66.7%)