Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Tokoh Terkait
Suhajar Diantoro
Panggil Bupati Kepulauan Meranti, Kemendagri Minta Muhammad Adil Jaga Etika Komunikasi
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Polemik tentang pernyataan Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil yang menyebut Kemenkeu berisi setan dan iblis, tampaknya memaksa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turun tangan.
Kemendagri bahkan disebut-sebut telah melakukan pemanggilan kepada Bupati Kepulauan Meranti akibat pernyataannya yang menimbulkan kegaduhan.
Muhammad Adil bahkan dikabarkan sudah bertemu Sekjen Kemendagri, Suhajar Diantoro. Suhajar meminta Adil menjaga etika berkomunikasi.
Sebab, pemerintah menilai sikap dan pernyataan Adil tidak elok. Suhajar mengatakan, kegelisahan atau keberatan boleh diutarakan, tapi harus melalui komunikasi yang baik.
’’Kegelisahan dan harapan bupati Kepulauan Meranti sebenarnya bisa dikomunikasikan dan diselesaikan secara baik-baik,’’ ujarnya. Dengan begitu, tidak timbul kegaduhan di tengah masyarakat.
Suhajar mengingatkan, semua kepala daerah harus menjaga etika, termasuk dalam bertutur. Sekalipun memiliki perbedaan pendapat maupun pandangan dengan pihak lain. Terlebih di tengah kemudahan akses informasi, setiap perkataan yang diucapkan sangat mudah diketahui publik. ’’Semoga kita semua, khususnya kepala daerah, dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa ini,” imbuhnya.
Terkait harapan pembagian dana bagi hasil (DBH), Suhajar menyebut Kemendagri melalui Ditjen Bina Keuda bakal memfasilitasi pertemuan antara Pemkab Kepulauan Meranti dan Kemenkeu, Kementerian ESDM, maupun pihak terkait lainnya. ’’Kami akan memfasilitasinya agar permasalahan mengenai DBH dapat terselesaikan dengan baik,” jelas Suhajar.
Terpisah, pengamat senior Didik Rachbini memandang persoalan tersebut memang jamak terjadi di era otonomi. “Isu otonomi dan keadilan pusat daerah seperti ini hidup sepanjang lebih dari setengah abad, bahkan sejak zaman sentralisasi Orde Baru sampai ada otonomi keuangan daerah sekarang,” jelasnya kepada Jawa Pos.
Menurut dia, keluhan, kekecewaan, dan ketidakpuasan seperti itu wajar terjadi dan harus ditanggapi pemerintah pusat dengan transparan. Bahkan, jika perlu, harus ada perbaikan-perbaikan aturan, baik dari sisi undang-undang maupun aturan main di bawahnya. Didik menyebut aspirasi dari pemerintah daerah harus tetap diperhatikan karena daerah merupakan bagian dari satu kesatuan NKRI.
Namun, lanjut Didik, proses dialog menjadi tidak kondusif ketika bupati Meranti menyebut Kemenkeu diisi iblis dan setan. Apalagi, bupati mengancam untuk angkat senjata dan bergabung dengan Malaysia.
“Ucapan dan tindakan seorang pejabat negara seperti ini sudah bisa dikategorikan makar. Jika seperti ini dibiarkan berjalan wajar dan biasa-biasa saja, bukan tidak mungkin banyak lagi pejabat negara yang mulai mengoyak NKRI dan kesatuan bangsa akan menjadi rapuh,” jelas Didik. (jpg/fajar)
Sentimen: positif (66.5%)