Sentimen
Positif (99%)
12 Des 2022 : 08.38
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Institusi: UNAIR, UNESA, Universitas Airlangga, Universitas Negeri Surabaya

Kab/Kota: Surabaya, Malang, Lamongan

Kasus: korupsi

Khofifah Layak Capres, Bukan Cawapres

12 Des 2022 : 15.38 Views 2

Beritajatim.com Beritajatim.com Jenis Media: Politik

Khofifah Layak Capres, Bukan Cawapres

Surabaya (beritajatim.com) – Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa dinilai lebih layak maju sebagai Calon Presiden RI 2024 dibandingkan Calon Wakil Presiden. Hal itu didasari sejumlah faktor hasil kajian Lingkar Studi Demokrasi Indonesia (LiDI) dalam Diskusi Terpumpun Menakar Peran Khofifah dalam Pilpres 2024 di Hotel Dafam Pacific Surabaya, Kamis (24/2/2022).

“Ada enam alasan yang menjadi faktor utama seorang tokoh layak maju pilpres. Tanpa enam indikator ini, tokoh tersebut akan sulit mewujudkan visi Indonesia menuju 2045,” ujar Direktur Eksekutif LiDI, Ainul Mutaqin kepada wartawan.

Enm indikator utama menuju kepemimpinan nasional yang sehat dan bersih itu antara lain tidak terkait kasus korupsi, tidak terlibat konflik sumber daya alam, tidak terkait politisasi isu agama, bukan bagian dari oligarki politik atau kartel, bukan bagian dari dinasti politik dan tidak berisik di media tapi lupa prestasi. Indikator itulah yang membuat Khofifah layak, bukan hanya wakil preside, tapi presiden.

“Khofifah mencerminkan seluruh indikator yang menjadi syarat penting seorang tokoh layak memimpin Indonesia,” katanya.

Berdasarkan enam indikator tersebut, lanjut Ainul, LiDI akan merumuskan riset lanjutan sebagai penguat dari hipotesa awal ini. “Mengapa Khofifah? karena kami menilai tokoh-tokoh lain bahkan yang sementara ini hasil surveinya unggul tidak memenuhi enam indikator penting ini. Ganjar misalnya, saat ini diduga terlibat dalam konflik Wadas, Anies Baswedan juga memiliki problem yang dinilai berkaitan dengan dugaan politisasi agama,” imbuhnya.

Sementara itu, Divisi Sosialisasi LiDI Satria Unggul Wicaksana menambahkan, Khofifah diuntungkan dengan tren yang menilai kepala daerah lebih diminati dalam pilpres. “Ada tiga latar belakang calon presiden yang masuk dalam klasifikasi kami. Yakni, kepala daerah, menteri dan ketua parpol. Di antara tiga latar belakang itu, kepala daerah sedang menjadi tren saat ini,” tegas Satria.

Alasannya, lanjut Satria, antara lain Jokowi effect, yang membuktikan bahwa sosok mantan Gubernur DKI Jakarta itu memenangi kontestasi Pilpres RI pada 2014 dan 2019. Jokowi dinilai menjadi prototype kepemimpinan nasional, lengkap beserta pendukung fanatiknya. Kedua, kepala daerah memiliki kapabilitas menangani persoalan, karena kepala daerah selalu dihadapkan pada persoalan riil yang membutuhkan kebijakan yang bersifat dinamis dan strategis.

“Ini menjadi kunci dalam mencapai suksesi kepemimpinan nasional dengan kompleksitas problematika yang
jauh lebih berat. Ketiga, lebih dekat dengan akar rumput. Kepala daerah sangat berpotensi untuk memanfaatkan media sosial dengan gimmick dan narasi yang lebih diminati oleh masyarakat. Di samping itu, Jatim menempati urutan kedua pemilih terbanyak nasional. Faktor ini sangat penting,” tutur Satria yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.

Selain itu juga, Zaki Astofani Direktur Program LiDI menjelaskan bahwa ke depan pihaknya akan fokus pada upaya membumikan gagasan Khofifah. Kami menyebutnya Khofifah-fest. Sebuah agenda strategis membangun Indonesia melalui ide-ide brilian Khofifah.

“Kami sudah merancang semacam best practice untuk memberi gambaran pada publik tentang ide Khofifah dalam hal pemberdayaan, kesadaran literasi, politik santun dan ekonomi rakyat,” tukas Zaki.

Dia juga menambahkan bahwa agenda diksusi terpumpun kali ini adalah bagian dari memberi masukan kepada Khofifah dari berbagai perspektif. Ulasan para pakar akan sangat berarti untuk menguji seberapa visioner gagasan dan tindakan yang selama ini telah dilakukan Khofifah dalam konteks kepemimpinan nasional.

Beberapa pakar lintas kampus yang hadir di antaranya adalah Prof. Dr. M Mas’ud Said, MM, P.hD (Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Malang), Dr. Agus Mahfud Fauzi, M.Si (Pakar Politik Universitas Negeri Surabaya), Dr. Aribowo, M.Si (Pakar Politik Universitas Airlangga), Ahmad Sholikin, MA (Pakar Politik Universitas Islam Darul Ulum Lamongan), Satria Unggul Wicaksono, SH.MH (Dir. Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi UMSurabaya). [tok/but]

Sentimen: positif (99.6%)