Sentimen
Negatif (99%)
8 Des 2022 : 04.04
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Jember

Yasonna Laoly Sebut RKUHP Disusun sejak 59 Tahun Lalu: Dari Zaman Soeharto sampai Jokowi

8 Des 2022 : 11.04 Views 3

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Yasonna Laoly Sebut RKUHP Disusun sejak 59 Tahun Lalu: Dari Zaman Soeharto sampai Jokowi

PIKIRAN RAKYAT – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly turut menjelaskan soal perjalanan penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sebelum akhirnya resmi disahkan sebagai undang-undang.

Yasonna mengatakan bahwa penyusunan RKUHP dinilai tidak mudah. Pasalnya, hal tersebut telah berlangsung sejak 59 tahun yang lalu atau tepatnya pada 1963.

Selain itu, penyusunan RKUHP pun telah melewati pergantian sejumlah kepala negara.

Baca Juga: Patahan Turun di Lempeng Australia Setelah Gempa Jember, BMKG Tetap Waspadai Ancaman Tsunami di Selatan Jatim

"Mulai dari zaman Pak Harto (Soeharto), para ahli juga sudah berkumpul, drafting dimulai kemudian pernah dimasukkan pada zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), kita bahas. Kemudian karena tidak cukup waktu, dilanjutkan lagi pada masa pertama pemerintahan Pak Jokowi," katanya.

Lebih lanjut, Yasonna menjelaskan jika sebelumnya, Pemerintah Indonesia dan DPR RI telah menyepakati RKUHP dalam tingkat pertama yang kemudian akan dibahas dalam Rapat Paripurna DPR RI pada September 2019, lalu.

Namun, pembahasan soal hal tersebut tak dilanjutkan lantaran adanya protes terhadap 14 poin di dalamnya.

Baca Juga: Wamenkumham Sindir Pihak Kontra RKUHP: Coba Jawab, 59 Tahun Itu Terburu-buru?

"Kita tidak teruskan pembahasannya di tingkat kedua. Kemudian kita carry over pada periode yang sekarang," ujarnya.

"Kita bawa kembali kepada ratas (rapat terbatas) dan Presiden memerintahkan kembali kepada kami untuk sosialisasi ke seluruh penjuru Tanah Air, ke seluruh penjuru stakeholders yang ada," ucapnya.

Menurut Yasonna, penyusunan RKUHP telah melewati perjalanan panjang yang memakan waktu lama. Terlebih di tengah kondisi masyarakat di Tanah Air yang terdiri dari beraneka suku, ras dan agama.

Baca Juga: Gempa Bumi Magnitudo 6,2 Mengguncang Jember, BNPB: Waspada Potensi Gempa Susulan

"Tidak ada gading yang tidak retak, apalagi kita masyarakatnya multikultur, multi-etnis," katanya.

"Belanda saja yang homogen memerlukan waktu panjang merancang undang-undangnya, 70 tahun. Kita yang isinya masyarakat multi-etnis ini memerlukan akomodasi yang luas," tuturnya melanjutkan.

Dalam kesempatan tersebut, Yasonna pun mengatakan bahwa RKUHP tidak mungkin disejutui secara 100 persen oleh masyarakat.

Ia pun meminta agar masyarakat yang tidak menyetujui hal tersebut untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Semua masukan masyarakat kami terima dengan baik. Tentunya pada saatnya kita harus mengambil keputusan dalam satu rapat paripurna untuk melahirkan (KUHP), tadi saya katakan ternyata tidak mudah melepaskan diri dari warisan kolonial," ujarnya.

"RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, maka dipersilakan melayangkan gugatan ke MK," ucapnya.

Menurutnya, jika Indonesia terus menerus memakai KUHP lama, maka tidak ada bentuk kebanggaan tersendiri sebagai anak bangsa.

"Saya kira kita tidak mau lagi menggunakan produk kolonial, terlalu lama. Seolah-olah anak bangsa ini tidak mampu melahirkan sesuatu produk undang-undang," tuturnya.***

Sentimen: negatif (99.4%)