Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: HAM
Komnas HAM desak perbaikan pasal-pasal RKUHP
Alinea.id Jenis Media: News
"Dalam RKUHP, maksimal penghukuman hanya 20 tahun sehingga sifat kekhususan (extraordinary crime) dari delik perbuatan pelanggaran HAM yang berat telah direduksi oleh tindak pidana biasa," papar Nova.
Nova menilai, hal tersebut membuat cita-cita hukum untuk menimbulkan efek jera (aspek retributif) maupun ketidakberulangan menjadi tidak jelas.
Baginya, diaturnya genosida dan kejahatan kemanusiaan dalam RKUHP melemahkan bobot kejahatan atau tindak pidana tersebut. Ini dikhawatirkan mengubah kejahatan luar biasa menjadi kejahatan biasa.
Selain itu, bakal mengaburkan sifat khusus yang ada dalam kejahatan tersebut serta berpotensi menimbulkan kesulitan dalam melakukan penuntutan atau penyelesaian kejahatan yang efektif.
"Kemudian, dikhawatirkan berkonsekuensi terhadap ketidakjelasan atau ketidakpastian hukum dengan instrumen hukum lain yang memuat ketentuan pidana di luar KUHP serta memiliki potensi celah hukum," tutur dia.
Di sisi lain, imbuh Nova, RKUHP masih mencantumkan hukuman mati sebagai bentuk pemidanaan alternatif sebagai upaya terakhir mencegah tindak pidana.
Hal tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 28 (A) UUD 1945, Pasal 9 UU Nomor 9 Tahun 1999 tentang HAM, dan Pasal 6 Kovenan Hak Sipil dan Politik. Dalam beleid tersebut disampaikan, hak atas hidup adalah hak asasi yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apa pun (non-derogable right).
Meskipun demikian, Nova mengakui ada catatan kemajuan dalam RKUHP. Misalnya, hukuman mati bukan lagi hukuman pokok, melainkan pidana yang bersifat khusus untuk pidana tertentu dan memasukkan pengaturan masa percobaan 10 tahun untuk mengubah putusan hukuman mati.
Komnas HAM pun mendesak tindak pidana khusus, terutama genosida dan tindak kejahatan kemanusiaan, di dalam RKUHP dihapuskan. "Karena dikhawatirkan menjadi penghalang adanya penuntutan atau penyelesaian kejahatan yang efektif karena adanya asas dan ketentuan yang tidak sejalan dengan karakteristik khusus genosida dan kejahatan kemanusiaan.".
Selain itu, Komnas HAM juga mendesak adanya perbaikan pada pasal-pasal yang berpotensi terjadinya diskriminasi dan pelanggaran HAM. Di antaranya, ketentuan Pasal 300 tentang hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan serta ketentuan Pasal 465, 466, dan 467 tentang aborsi agar tidak mendiskriminasi perempuan.
Kemudian, rancangan Pasal 218, 219, dan 220 terkait tindak pidana penghinaan kehormatan atau martabat presiden dan wakil presiden; rancangan Pasal 263 dan 264 menyangkut tindak pidana penyiaran atau penyebaran perita atau pemberitahuan palsu; serta rancangan Pasal 349 dan 350 tentang kejahatan terhadap penghinaan kekuasaan publik dan lembaga negara.
"Pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran atas hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, berserikat, dan berpartisipasi dalam kehidupan budaya, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 E UUD 1945 dan Pasal 15 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya," tukas Nova.
Sentimen: negatif (100%)