Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: ICJR
Kab/Kota: Karet
Kasus: HAM, pembunuhan
Tokoh Terkait
Delik RKUHP 2022 Disahkan Jadi Undang-Undang, Pasal Ini Tuai Kontroversi hingga Picu Aksi Demo Penolakan
Ayobandung.com Jenis Media: Nasional
LENGKONG, AYOBANDUNG.COM – Delik draft RKUHP disahkan jadi Undang-Undang rupanya menuai kontroversi dari sejumlah pasal yang terlihat tak dirubah hingga picu aksi demi penolakan.
Draft RKUHP terbaru 2022 telah resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 yang berlangsung di hari Selasa ini, 6 Desember.
Setelah draft RKUHP sah jadi UU ini akhirnya menuai banyak kontroversi dari sejumlah pasal yang ada di dalamnya hingga memicu berkobarnya aksi demi penolakan disahkan-nya rancangan tersebut.
Baca Juga: 4 Jenis Mainan yang Dapat Melatih Motorik Halus Anak di Usia 3 Tahun
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP terbaru ini rupanya masih tetap disahkan meski sejumlah masyarakat sempat menggaungkan penolakan.
Hal itu berkaitan dengan sejumlah pasal dalam draft RKUHP dinilai masih karet serta memicu berbagai kontroversi terkait kebijakan yang diduga lebih menitik beratkan kepada penguasa atau rezim yang sedang menjalankan pemerintahan.
Penolakan RKUHP sendiri tidak serta merta muncul begitu saja, masyarakat diketahui sudah dari lama menggaungkan hal tersebut sejak dirancangkannya pasal yang akan ada dalam draft tersebut.
Lantas pasal RKUHP mana saja yang berpotensi menuai kontroversi hingga bisa memicu adanya aksi demo?
Baca Juga: Ricky Rizal Tidak Bisa Mencegah Pembunuhan Brigadir J hingga Beda Perlakuan Ferdy Sambo pada Bharada E
Dilansir Ayobandung dari berbagai sumber, berikut pasal yang dinilai bisa menuai kontroversi namun masih dimuat dalam draft RKUHP terbaru.
Penghinaan terhadap PresidenNaskah RKUHP disahkan hingga menuai kontroversi yang pertama yakni pasal mengenai penghinaan terhadap Presiden.
Dalam Pasal 218, pelaku penghina Presiden bisa dapat ancaman hukuman hingga tiga tahun penjara.
Hal ini seolah Presiden maupun rezimnya tak menerima adanya unsur penghinaan. Padahal cercaan itu bisa berasal dari kekecewaan terhadap kebijakan yang diterapkannya.
Tak hanya itu, masyarakat gaduh mengenai pasal ini karena tidak jarang sebuah kritikan juga bisa dianggap sebagai penghinaan.
Penghinaan terhadap Lembaga NegaraBaca Juga: Lowongan Kerja Desember 2022 untuk Lulusan SMA hingga Lulusan S1, PT OPI Persada Indonesia - DCT Agency
Tidak hanya menghina Presiden, ternyata menghina Lembaga Negara juga akan mendapatkan sanksi yang ditaksir lumayan berat.
Dalam draft RKUHP terbaru Pasal 349, disebutkan bahwa adanya ancaman pidana bagi mereka yang melakukan penghinaan terhadap Lembaga Negara.
Jika terbukti ada yang melakukan hal tersebut, maka bisa dipidana hingga 1,5 tahun kurungan penjara.
Demo tanpa adanya pemberitahuan bisa kena pidanaTak hanya dua pasal di atas, rupanya naskah RKUHP terbaru ini membatasi juga gerak mahasiswa atau masyarakat yang hendak melangsungkan aksi demo.
Baca Juga: Pinkan Mambo Meminta Maaf setelah Olok-olok Artis, Akui Itu Hanya Guyonan Buat Cari Duit
Dalam pasal 256 terbaru, jika adanya aksi demo tanpa pemberitahuan terlebih dahulu maka akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimal 6 bulan.
Pasal ini termasuk pasal yang banyak menuai kontroversi karena dinilai seolah menutup kebebasan berpendapat dalam ranah demokrasi serta cenderung dinilai tak mau mendengar masukan maupun kritikan dari masyarakat.
Hukuman bagi koruptor jadi berkurangDraft RKUHP terbaru soal Pasal 603 jadi salah satu pasal yang mendapatkan kecaman keras juga dari masyarakat Indonesia.
Sebab, dalam pasal tersebut menyingung soal hukuman pidana bagi para koruptor jadi berkurang atau menurun.
Baca Juga: Profil Arawinda Kirana Artis Berbakat, Ramai Hujatan Netizen Usai Jadi 'Pelakor' Hubungan Amanda Zahra
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa para koruptor akan dipenjara minimal 2 tahun serta maksimal hanya 20 tahun saja.
Kemudian dari segi denda yang diterapkannya juga terpantau menurun yakni minimal jadi Rp10 juta serta maksimal Rp2 miliar.
Sedangkan pada pasal sebelumnya, para koruptor akan dijerat hukuman penjara minimal 4 tahun serta maksimal 20 tahun, kemudian denda paling sedikit berkisar Rp200 juta.
Hal itu sudah jelas menuai kontroversi sebab pasal ini dianggap lebih berpihak kepada para koruptor, bukannya diberantas.
Baca Juga: Sudah Sepekan Kampung Cijagra Banjir, Warga Sudah Bosan
Hukuman matiRKUHP Pasal 67, Pasal 97, Pasal 99, Pasal 100, Pasal 101 dan Pasal 102 masih menyinggung soal hukuman mati.
Tak hanya itu, dalam draft RKUHP terbaru ini tercantum juga tata cara atu teknis dalam melaksanakan hukuman mati bagi seseorang yang melanggar hukum berat.
Sedangkan menurut pandangan Koalisi Masyarakat Sipil, hukuman mati ini seharusnya dihapuskan dalam Undang-Undang karena tak sesuai dengan prinsip Hak Asasi Manusia atau HAM.
Living LawDalam RKUHP Pasal 2 dan 595 diketahui mengatur mengenai Living Law atau biasa disebut sebagai hukum adat.
Baca Juga: Kuat Maruf Mengaku Bopong Putri Candrawati ke Kamar, Berbeda dengan Keterangan Susi: Lho Terus Gimana?
“Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab,” isi Pasal 2 ayat 2 RKUHP.
Berdasarkan hasil analisi dari ICJR, Living Law atau hukum adat ini memiliki kemungkinan kontroversi karena bisa dimanfaatkan oleh sejumlah oknum guna melaksanakan suatu kepentingan.
Menurut ICJR, hukum adat ini memiliki kemungkinan juga dijadikan alasan oleh para aparata pada saat memberikan hukuman bagi seseorang yang melanggar atau melakukan tindak pidana adat.
Itulah ulasan sekilas mengenai pasal dalam draft RKUHP terbaru yang memiliki potensi menuai kontroversi dari masyarakat.***
Baca Juga: Fajar/Rian Sabet Penghargaan BWF Tahun 2022
Sentimen: negatif (100%)