Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Hewan: Gajah
Institusi: Universitas Gajah Mada
Kab/Kota: Madiun, Rambutan, Deliserdang
Kasus: Narkoba
Tokoh Terkait
Dipromosikan ke Kejatisu, Fatah Chotib: Bersentuhan Langsung Dengan Masyarakat Pencari Keadilan
Sumutpos.co Jenis Media: News
BINJAI, SUMUTPOS.CO – Bagi seorang pelayan masyarakat pada institusi kejaksaan, tentu memiliki beragam tantangan dalam berdinas mengabdi kepada negara. Tak ayal, tantangan tersebut tentunya menjadi rintangan yang harus dilalui bersama tim penuntut umum dengan kekompakan dan ketelitian.
Hal ini dilakukan Fatah Chotib saat diamanahkan sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Binjai. Pria tampan dengan perawakan tinggi, besar ini menilai, tantangan yang harus dilalui pada seksi tipidum cukup berat.
“Tantangan di pidum (pidana umum) berat, kita bersentuhan langsung dengan masyarakat pencari keadilan. Seperti keluarga pengedar narkoba, keluarga korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan lainnya,” ujar Fatah saat mengobrol santai dengan Sumut Pos, belum lama ini.
Pria kelahiran Madiun, Jawa Timur ini sudah mengemban amanah sebagai Kasi Pidum Kejari Binjai selama 15 bulan. Sepanjang perjalanannya di kota rambutan, ada 1 perkara yang menyita perhatiannya.
Bahkan, perkara yang sudah ditangani anggotanya menjadi tantangan tersendiri baginya. Adalah perkara pencabulan anak di bawah umur dengan kondisi korban kekurangan mental atau retardasi mental.
Pelakunya dalam perkara ini adalah seorang pria tua atau kakek-kakek yang sudah uzur.
“Kasus ini menarik untuk dapat dibuktikan bahwa terdakwa memang bersalah dan saya menilai, (terdakwa) memanfaatkan keterbelakangan mental korban agar dapat menyetubuhinya secara berulang,” kata mantan Kasi Pidum Kejari Samosir ini.
“Jadi sebelum perkara P-21 (berkas dinyatakan lengkap), saya ngomong sama jaksanya untuk pertemukan semuanya bersama penyidik dan keluarga korban. Saat ketemu, saya minta korban untuk menjelaskan dari awal sampai selesai, kalau berubah atau tidak sama keterangannya dengan berkas, saya tidak mau P-21,” sambung dia.
Langkah ini diambil Fatah untuk mengetahui secara detil dan jelas bagaimana kronologis sebenarnya dari mulut korban langsung. Ada kemungkinan cerita yang disampaikan korban berubah karena faktor keterbelakangan mental.
“Ternyata korban menceritakan detil persis. Korban juga menurut keluarganya sering lupa sama nama temannya sendiri. Kalau memang dia anak (keterbelakangan mental) dan kalau itu (pencabulan) hanya bayangan saja, tidak bisa diulanginya cerita tersebut. Namun saat saya dengar langsung, detil,” urai dia.
“Jadi sedih kita mendengarkannya, karena punya anak perempuan juga. Hasil pemeriksaan kejiwaan (korban) juga ada, kalau korban mengalami itu (keterbelakangan mental). Ini jadi pemicu kami untuk membuktikan,” sambung suami dari dr Kartika Yusuf ini.
Fatah menikah dengan dr Kartika Yusuf saat ditempatkan di Sumut. Fatah mengawali karir sebagai pegawai kejaksaan pada tahun 2008.
Pria kelahiran 17 April 1984 ini kali pertama ditempatkan di Papua. 2 tahun berselang, Fatah dipanggil Jaksa Agung Muda Datun yang saat itu dijabat Sanitiar Burhanuddin (sekarang Jaksa Agung) untuk dilakukan wawancara.
“Setelah wawancara itu, saya diarahkan untuk pulang kampung, penempatan Kejati Jatim. Lalu ikut pendidikan dan lulus pada 2011 awal, kemudian penempatan di Sumut sampai sekarang hingga akhirnya saya bersyukur, ketemu jodohnya di sini,” kenang bapak tiga anak ini.
Selain perkara kakek cabuli anak di bawah dan keterbelakangan mental yang ditanganinya, juga ada yang lain dan hal tersebut menjadi tantangan baginya. Adalah perkara bandar narkotika jenis sabu atas nama Pho Sie Dong, terdakwa yang sudah 3 kali keluar masuk bui dengan beragam tindak pidana yang dilakoni pria etnis keturunan China tersebut.
Kemudian tuntutan pidana mati kepada Fahrul Razi (22) dan Mujibur Rahman (22) warga Aceh Timur yang menjadi kurir narkotika jenis sabu seberat 50 kilogram. Lalu ada juga tuntutan tinggi tapi divonis rendah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Binjai kepada terdakwa oknum polisi yang berdinas di Polres Langkat atas nama Syahfii Harahap.
“Sudah bervariasi yang kita tangani. Perkara sabu 50 kg warga Aceh itu sudah turun putusan Pengadilan Tinggi dan menyatakan pidana mati juga, tinggal menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung. Sedangkan terdakwa yang dituntut mati, masih ada tahapan kasasi,” urai dia.
“Yang penting, kami tidak main-main dalam menangani perkara. Semoga pengganti saya bisa meningkatkan lagi kinerjanya,” sambung Fatah.
Anak kedua dari tiga bersaudara ini sudah 5 kali diamanahkan jabatan kepala seksi pada sejumlah kejaksaan negeri di Sumut. Dan kini, dia akan promosi ke Kejaksaan Tinggi Sumut mengisi jabatan sebagai Kasi Pertimbangan Hukum pada Asisten Datun.
Bagi dia, Seksi Datun bukanlah hal yang asing. Ditambah lagi, Fatah juga sudah menyandang gelar Master Kenotariatan pada Universitas Gajah Mada.
Pengalaman Fatah di bidang Datun juga sudah tidak diragukan lagi. Pernah menjabat sebagai Kasi Datun Kejari Langkat juga.
Bahkan saat menjadi Jaksa Pengacara Negara, Fatah telah memberi sumbangsih bidang keilmuannya dalam sejumlah proyek strategis di Sumut. Seperti pembangunan Jalan Arteri Bandara Internasional Kualanamu di Tanjungmorawa, Deliserdang.
Kemudian proyek penyambungan saluran tinggi listrik dari Pangkalansusu, Langkat menuju Kota Medan. Lalu ada proyek pembangkit listrik di Kawasan Industri Medan dan sejumlah proyek strategis lainnya.
“Waktu itu saya JPN, jadi memberikan pendampingan dan pendapat hukum dalam proyek strategis tersebut. Pendampingan hukum yang dilakukan seperti memberi pelayanan konsultasi hukum secara berkelanjutan mulai dari awal perencanaan, lelang hingga akhir dan juga, memberi solusi kepada perusahaan atau stakeholder. Dan alhamdulillah, proyek yang telah saya beri pendampingan dan pendapat hukum berjalan aman,” kata dia.
Tugas yang bakal dilalui Fatah sebagai Kasi Pertimbangan Hukum juga tak kalah berat dan pusing. Meski sudah pernah dilalui, tentu Fatah akan mengulang dan kembali belajar tentang peraturan-peraturan yang terus berubah saban tahunnya.
Kajati Sumut menunjuk Fatah sebagai Kasi Pertimbangan Hukum Asdatun Kejati Sumut lantaran masih muda dan energik. “Nanti saya akan bentuk tim yang diisi jaksa-jaksa muda yang mau upgrading bidang keilmuan. Saya juga akan kembali mengulang dan belajar lagi karena sudah lama saya tinggalkan, musti upgrading, buka aturan, belajar lagi dan ini masih perdata, belum tata usaha negara,” urai dia.
Selama mengabdi di Korps Adhyaksa, Fatah juga berhasil membina dan mendidik hingga mengarahkan anggota honorer kelahiran Nias, S Halawa menjadi hakim. Anak honorer Fatah saat itu masih menimba ilmu hukum di bangku Universitas Nommensen Medan.
Kini, S Halawa sudah menjadi hakim. Karenanya, dia berpesan agar dapat hidup dan menjalin hubungan sosial secara baik-baik saja.
Tidak perlu berlebihan dan roda yang berputar tentu tidak tahu bagaimana nasib seseorang yang telah digariskan Allah SWT. Fatah memiliki kebiasaan baik saat bekerja.
“Sebelum masuk ke ruangan (kerja), berdoa dan kemudian kerja, lalu berkoodinasi dan lainnya. Lalu sebelum pulang, kita tanyakan dulu anggota apakah masih ada kerjaan atau tidak. Meja kerja di kantor harus bersih sebelum kita pulang dan jangan tinggalkan pekerjaan di kantor serta jangan juga bawa pekerjaan kantor ke rumah. Kalau sudah di rumah, kita untuk keluarga anak dan istri,” tukasnya. (ted)
Sentimen: negatif (99.6%)