Sentimen
Negatif (94%)
4 Des 2022 : 05.04
Informasi Tambahan

Event: vaksinasi

Grup Musik: APRIL

Kab/Kota: Surabaya

Tokoh Terkait

Makam Pejabat VOC di Gunungsari, Berjasa Atasi Cacar, Meninggal di Pengasingan

4 Des 2022 : 05.04 Views 4

Infosurabaya.id Infosurabaya.id Jenis Media: News

Makam Pejabat VOC di Gunungsari, Berjasa Atasi Cacar, Meninggal di Pengasingan

SURABAYA – Selain terdapat monumen Kancah Yudha Mas TRIP, di kawasan bukit Gunungsari juga terdapat bangunan makam Fredrik Jacob (FJ) Rotenbuhler. Dia merupakan pejabat tinggi di wilayah Ujung Timur Jawa yang disebut Gezaghebber.

Rotenbuhler adalah salah satu pejabat Vereneeging Oosh Indische Compagnie (VOC) untuk wilayah ujung timur Jawa. Ia menjabat pada periode 1799-1809.

Pegiat sejarah Surabaya Nanang Purwono mengatakan, FJ Rotenbuhler dikenal warga setempat dengan sebutan Mbah Deler. Dia menjabat sebagai Gezaghebber hingga tahun 1808. Kemudian meninggal dunia pada 21 April 1836 dan dimakamkan di bukit Gunungsari.

“Sebelum meninggal memang dia tinggal di Bukit Gunungsari. Setelah meninggal dimakamkan di sana juga,” jelas penggiat sejarah Surabaya yang tergabung dalam komunitas Begandring Soerabaja ini.

Makam Pejabat VOC di Gunungsari

Dikatakan Nanang, selama hidupnya Rohtenbuler telah banyak berperan dan berjasa dalam penanggulangan penyakit cacar di Surabaya awal abad ke-19.

Rohtenbuhler harus mengeluarkan uang sebagai imbalan kepada anak warga pribumi yang mau disuntik. Sebagai percobaan, dia membutuhkan 15 anak. Untuk sembilan anak pertama, diberikan imbalan 10 sampai 20 ringgit kepada masing-masing orang tua anak yang disuntik.

Sementara untuk enam anak sisanya, dia harus mengeluarkan uang lebih banyak. Setiap anak diganti 1.000 ringgit karena Rotenbuhler harus membeli dari orang yang berstatus budak. “Dari percobaan tersebut, akhirnya bisa menyuntikkan vaksin kepada warga Surabaya baik yang Eropa dan pribumi,” terangnya.

Nanang melanjutkan, meski masih tercatat ada angka kematian, namun vaksinasi cacar relatif bisa menyelamatkan warga, terutama bagi warga pribumi.

Menurut Nanang, di mata pemerintah Hindia Belanda, yang saat itu dikepalai oleh Gubernur Jendral Albertus Hendrikus Wiese (1802-1808), Rotenbuhler justru diasingkan.

Pengasingan tersebut karena di wilayahnya (Surabaya) telah kebobolan dengan masuknya orang-orang Inggris. Akibatnya, jika semula ketika menjabat dia tinggal di Istana Simpang (sekarang Grahadi), kemudian diasingkan menjadi tinggal di hutan Gunungsari hingga meninggal pada 21 April 1836. (rus/nur)

Sentimen: negatif (94.1%)