Keluarga Korban Tragedi Paniai: Persidangan Kayak Kriminal Biasa
Tirto.id Jenis Media: News
“Kami dengan tegas menolak Pengadilan HAM Makassar itu disebut pengadilan HAM berat Paniai karena itu pengadilan kriminal biasa,” ucap pendamping keluarga korban, Yones Douw, kepada reporter Tirto, Kamis, 1 Desember 2022.
Mereka berpendapat pemerintah belum mampu menyelesaikan kasus Paniai. Bahkan mereka tak mau menerima dakwaan jaksa terhadap terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu. “Kami tidak mengakui sebab itu putusan pengadilan kriminal biasa dan tidak sesuai fakta lapangan,” lanjut Yones.
Jaksa mendakwa Isak dengan Pasal 42 ayat (1) huruf a dan b juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.
“Kami juga memohon kepada Komisi Tinggi Dewan HAM PBB dapat mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan penyelidikan ulang kasus Paniai,” kata dia.
Perkara ini bermula pada malam 7 Desember 2015, di Pondok Natal Bukit Merah, Kampung Ipakiye, Kabupaten Paniai, Papua. Tiga pemuda menegur seorang TNI yang mengendarai motor dari Enarotali menuju ke Madi, tanpa menyalakan lampu.
Imbasnya pertengkaran terjadi. Anggota TNI itu kembali ke pos dan membawa serta temannya, kemudian mereka diduga menganiaya seorang pemuda hingga pingsan. Keesokan harinya, masyarakat mendatangi kantor Polsek Paniai dan Koramil 1705-02/Enarotali meminta penjelasan peristiwa.
Mereka protes dengan cara menyanyi dan menari, lantas situasi memanas lantaran lemparan batu. Aparat merespons dengan tembakan: empat orang berusia 17-18 tahun tewas akibat luka tembak dan luka tusuk. 21 orang lain luka lantaran penganiayaan.
Sentimen: negatif (99.9%)