Sentimen
Netral (40%)
1 Des 2022 : 10.09
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Yogyakarta

Tokoh Terkait

Buruh Tolak Besaran UMP 2023, Ancam Demo di Berbagai Daerah

1 Des 2022 : 17.09 Views 2

Tirto.id Tirto.id Jenis Media: News

Buruh Tolak Besaran UMP 2023, Ancam Demo di Berbagai Daerah
tirto.id - Partai Buruh dan organisasi serikat buruh menolak kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2023. Alasannya, karena nilai persentase kenaikan UMP tersebut di bawah nilai inflasi Januari-Desember 2022, yaitu 6,5 persen ditambah pertumbuhan ekonomi Januari-Desember yang diperkirakan sebesar lima persen.

Mereka juga mengancam mulai pekan depan ada demo besar-besaran di berbagai daerah Indonesia, jika pemerintah tidak segera merevisi persentase kenaikan UMP 2023.

“Bila tuntutan tidak didengar, mulai minggu depan akan ada aksi besar di berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk menyuarakan kenaikan upah sebesar 10 hingga 13 persen,” tegas Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal lewat keterangan tertulis, dikutip Selasa (29/11/2022).


Dia pun mencermati kenaikan upah minimum di beberapa provinsi seperti Banten sebesar 6,4 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 7,65 persen, Jawa Timur (Jatim) 7,85 persen, hingga Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta 5,6 persen.

“Kenaikan UMP dan UMK (upah minimum kabupaten/kota) di seluruh Indonesia seharusnya adalah sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kab/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahunan atau year on year,” ujar Said.

Menurut dia, jika menggunakan data September 2021 ke September 2022, hal itu tidak memotret dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang mengakibatkan harga barang melambung tinggi karena kenaikan BBM terjadi pada Oktober 2022. Said juga menyebut bahwa Partai Buruh dan organisasi serikat buruh meminta bupati dan wali kota untuk merekomendasikan UMK ke gubernur sebesar 10-13 persen.

Terkait dengan kenaikan UMP DKI tahun 2023 sebesar 5,6 persen, lanjut Said, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mengecam keras keputusan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh.

“Kenaikan 5,6 persen masih di bawah nilai inflansi. Dengan demikian [Pj] Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh,” kata dia.

Untuk itu, lebih lanjut Said, pihaknya mendesak agar Heru merevisi kenaikan UMP DKI tahun 2023 sebesar 10,55 persen sesuai dengan yang diusulkan Dewan Pengupahan DKI Jakarta unsur serikat buruh. Menurut dia, kenaikan UMP DKI 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di ibu kota.

Sebab, beber Said, biaya sewa rumah Rp900 ribu, transportasi dari rumah ke pabrik pulang pergi (PP) dan pada hari libur bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran Rp900 ribu. Kemudian makan tiga kali sehari dengan anggaran sehari Rp40 ribu bisa menghabiskan Rp1,2 juta per bulan, biaya listrik Rp400 ribu, dan biaya komunikasi Rp300 ribu, sehingga totalnya Rp3,7 juta.

“Jika upah buruh DKI 4,9 juta dikurangi 3,7 juta hanya sisanya 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain? Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin,” ujar dia.

Said pun memandang bahwa UMP DKI yang naik 5,6 persen akan mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil. Oleh karena itu, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mendesak agar UMP DKI direvisi menjadi sebesar 10,55 persen sebagai jalan kompromi dari serikat buruh, yang sebelumnya mengusulkan 13 persen.

Akan tetapi, dia menyebut Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mengapresiaai sikap pemerintah yang menggunakan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 dan tidak lagi menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan untuk penetapan UMP/UMK tahun 2023.

Sentimen: netral (40%)